Mohon tunggu...
Raden Rara Dyah Ayu Nabila
Raden Rara Dyah Ayu Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa yang memiliki ketertarikan di bidang teknologi dan kesetaraan gender

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Kenyataan, Meningkatnya Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual pada Perempuan

24 November 2024   16:05 Diperbarui: 24 November 2024   16:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, kasus pelecehan dan kekerasan seksual semakin meningkat. Pelecehan dan kekerasan seksual dapat didefinisikan sebagai pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain (Paradiaz & Soponyono, n.d.). Pelecehan tidak hanya terbatas pada sentuhan, tapi juga mencakup cat calling, stalking, pemaksaan, ejekan atau lelucon yang berbau seksual, pertanyaan pribadi tentang seksual, tatapan yang tidak pantas, serta pelecehan melalui media sosial dengan melalui komentar-komentar. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), tercatat 4.374 kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 4.371 kasus.

Meningkatnya kasus pelecehan dan kekerasan seksual ini tentu membuat Masyarakat, terutama Perempuan, merasa resah. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pelecehan dan kekerasan seksual dapat menimpa berbagai kalangan, mulai dari perempuan dewasa hingga perempuan dibawah umur. Kasus pelecehan dan kekerasan seksual dapat terjadi di berbagai tempat, terutama ruang publik, seperti transportasi umum, jalanan, tempat kerja, dan lingkup pendidikan. Bahkan di rumah sendiri, Perempuan juga dapat menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Kapanpun dimanapun tidak ada tempat yang aman untuk perempuan .

Stereotip masyarakat yang memiliki anggapan bahwa perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah dari laki-laki, adanya pemahaman bahwa laki-laki memiliki kekuasaan di ruang publik, dan dominasi kekuatan laki-laki terhadap perempuan, turut memperburuk situasi. Perempuan berada diposisi yang tidak diuntungkan, perempuan sering kali dianggap lemah dan menjadi objek bagi laki-laki. Padalahal, perempuan bukanlah objek seksual atau pemuas hawa nafsu. Baik Perempuan atau laki-laki seharusnya saling menghormati dan menjaga, bukan saling menyakiti atau menguasai.

Sebagian besar korban tidak berani melapor berbicara karena stigma masyarakat terhadap korban masih sangat kuat. Sebegitunya kah Masyarakat membenci Perempuan hingga Perempuan serba disalahkan bahkan ketika posisinya menjadi korban?. Banyak Masyarakat yang menyalahkan pakaian yang dikenakan oleh korban. Padahal nyatanya pelecehan dan kekerasan seksual paling sering terjadi kepada korban yang berpakaian tertutup. Sekalipun korban mengenakan pakaian terbuka, hal tersebut tidak menjadi alasan untuk membenarkan pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi. Masalah itu bukan hanya karena pakaian dari korban, namun juga murni dari niat, pikiran kotor, dan nafsu pelaku yang tidak bisa dikendalikan. Seakan-akan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap Perempuan itu murni kesalahan dari Perempuan. Keduanya, baik Perempuan maupun laki-laki, harus mampu mengendalikan diri, tidak hanya salah satu pihak saja. Perempuan berhak mengenakan pakaian sesuai keinginan mereka, namun harus mengetahui adab dan etika. Begitu juga sebaliknya, Laki – laki juga harus belajar untuk mengendalikan pikiran dan hawa nafsunya.

Mirisnya, pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual tidak memandang umur. Mereka dapat berupa laki-laki dewasa, lansia, bahkan anak dibawah umur menjadi pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual. Tak jarang, pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual adalah orang terdekat korban yang membuat korban sering kali merasa bingung atau terjebak antara kepercayaan atau rasa takut. Berdasarkan Bank Data Perlindungan Anak tahun 2023, 1,8% anak dibawah umur menjadi pelaku kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Banyak faktor yang menjadi penyebab anak dibawah umur dapat menjadi pelaku salah satunya adalah tidak adanya pengawasan orang tua dalam penggunaan alat elektronik seperti hp dan penggunaan media sosial. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 33,44% anak usia dini berusia 0-6 tahun di Indonesia sudah bisa menggunakan ponsel pada 2022. Sementara, 24,96% anak usia dini di dalam negeri juga mampu mengakses internet. Secara rinci, 52,76% anak usia 5-6 tahun telah menggunakan ponsel. Sedangkan, proporsinya di anak dengan rentang usia 0-4 tahun tercatat sebesar 25,5%. Di sisi lain, 39,97% anak usia 5-6 tahun sudah bisa mengakses internet. Sementara, hanya 18,79% anak usia 0-4 tahun di Indonesia yang mengakses internet. Secara rinci dipaparkan, anak-anak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11% (Pratiwi et al., 2018).

Meningkatnya kasus pelecehan dan kekerasan pada Perempuan merupakan hal yang menakutkan bagi Perempuan. Perempuan sering kali merasa terancam dan tidak bebas dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pelecehan dan kekerasan seksual tidak dapat dipandang sebelah mata. Pelecehan dan kekerasan seksual membawa berbagai dampak kepada korbannya. Korban tidak hanya diserang secara fisik, namun juga secara mental. Korban akan mengalami stress, depresi, gangguan tidur, takut, trauma, adanya perasaan menyalahkan diri sendiri, dan masih banyak lagi. Dampak mental yang dialami korban tidak mudah dihilangkan dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya. Di samping itu korban juga akan mengalami dampak sosial seperti menurunnya prestasi/akademik, sering absen, menjadi objek pembicaraan, dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pihak berwajib untuk melindungi dan memberikan dukungan kepada korban, serta memberikan sanksi yang menjerakan pelaku. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk melindungi korban. Dengan cara memperkuat undang-undang terkait perlindungan perempuan dan anak. Memberikan pengetahuan dan kesadaran untuk menghormati satu sama lain, serta menjaga batasan harus ditekankan sejak dini. Media massa juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk membuat representasi positif tentang Perempuan, serta berhati-hati dalam mempublikasikan konten mengenai pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Dengan menerapkan sikap saling menghormati, saling menjaga, dan mendukung akan tercipta lingkungan yang nyaman dan aman bagi semua orang, terutama perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun