Mohon tunggu...
Raden Rara Dyah Ayu Nabila
Raden Rara Dyah Ayu Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa yang memiliki ketertarikan di bidang teknologi dan kesetaraan gender

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Kenyataan: Meningkatnya Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan

15 Oktober 2024   16:28 Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:33 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini kasus pelecehan dan kekerasan seksual kian meningkat. Pelecehan dan kekerasan seksual merupakan pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain (Paradiaz & Soponyono, n.d.). Pelecehan tidak hanya tentang sentuhan, tapi juga dengan cat calling, stalking, pemaksaan, ejekan atau lelucon yang berbau seksual, pertanyaan pribadi tentang seksual, tatapan mata, pelecehan melalui media sosial dengan melalui komentar-komentar, dan masih banyak lagi. Berdasarkan data dari website resmi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), tercatat 4.374 kasus kekerasan dan pelecehan seksual.

Pelecehan dan kekerasan seksual dapat menimpa berbagai kalangan. Mulai dari perempuan dewasa hingga perempuan dibawah umur dapat menjadi korban dari Pelecehan dan Kekerasan seksual. Pelecehan dan kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja, terutama ruang publik, seperti transportasi umum, jalanan, tempat kerja, lingkup Pendidikan. Bahkan di rumah sendiri pun Perempuan dapat mengalami pelecehan dan kekerasan seksual. Kapanpun dimanapun tidak ada tempat yang aman untuk perempuan . Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah dari laki-laki, adanya pemahaman bahwa laki-laki memiliki kekuasaan di ruang public, dan dominasi kekuatan laki-laki terhadap perempuan. Perempuan berada diposisi yang tidak diuntungkan, perempuan dianggap lemah dan menjadi objektivitas laki-laki. Perempuan bukanlah objek seksual, bukan juga sebagai pemuas hawa nafsu. Perempuan seharusnya dihargai dan dijaga, bukan disakiti, dikuasai, bahkan sampai dinikmati.

Sebagian besar korban tidak berani melapor atau speak up karena stigma Masyarakat terhadap korban masih sangat kuat. Sebegitunya kah Masyarakat membenci Perempuan hingga Perempuan serba disalahkan bahkan ketika posisinya menjadi korban?. Banyak Masyarakat yang menyalahkan pakaian yang digunakan oleh korban. Padahal nyatanya pelecehan dan kekerasan seksual paling sering terjadi kepada korban yang berpakaian tertutup. Sekalipun korban mengenakan pakaian terbuka, hal tersebut tidak menjadi alasan untuk membenarkan pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi. Masalah itu bukan hanya karena pakaian dari korban, namun juga murni dari niat, pikiran kotor, dan nafsu pelaku yang tidak bisa dikendalikan. Seakan-akan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap Perempuan itu murni kesalahan dari Perempuan. Baik Perempuan maupun laki-laki harus bisa mengendalikan diri, tidak hanya salah satu pihak saja. Perempuan bebas mengenakan pakaian, namun harus mengetahui adab dan etika. Begitu juga sebaliknya, Laki -- laki harus dapat mengendalikan pikiran dan hawa nafsunya.

Mirisnya, pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual tidak memandang umur, mulai dari laki-laki dewasa, laki-laki lansia, bahkan anak dibawah umur menjadi pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual. Tak jarang pelaku dari pelecehan dan kekerasan seksual adalah orang terdekat korban. Penyebab anak dibawah umur dapat menjadi pelaku adalah tidak adanya pengawasan orang tua dalam penggunaan alat elektronik seperti hp dan penggunaan media sosial, adanya rasa penasaran setelah menonton pornografi, pengaruh dari lingkungan dan teman sebaya, rendahnya kesadaran hukum, dan masih banyak lagi.

Meningkatnya kasus pelecehan dan kekerasan pada Perempuan merupakan hal yang menakutkan bagi semua Perempuan. Pelecehan dan kekerasan seksual tidak dapat dipandang sebelah mata. Pelecehan dan kekerasan seksual membawa berbagai dampak kepada korbannya. Korban tidak hanya diserang secara fisik, namun juga secara mental. Korban akan mengalami stress, depresi, gangguan tidur, takut, trauma, adanya perasaan menyalahkan diri sendiri, dan masih banyak lagi. Dampak mental yang dialami korban tidak mudah dihilangkan dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkannya. Di samping itu korban juga akan mengalami dampak sosial seperti menurunnya prestasi/akademik, sering absen, menjadi objek pembicaraan, dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pihak berwajib untuk melindungi dan memberikan dukungan kepada korban, serta memberikan sanksi yang menjerakan pelaku. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk melindungi korban. Dengan cara memperkuat undang-undang terkait perlindungan perempuan dan anak. Memberikan pengetahuan dan kesadaran untuk menghormati satu sama lain, serta menjaga batasan harus ditekankan sejak dini. Media massa juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk membuat representasi positif tentang Perempuan, serta berhati-hati dalam mempublikasikan konten mengenai pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan.

Dengan menerapkan sikap saling menghormati, saling menjaga, dan mendukung akan tercipta lingkungan yang nyaman dan aman bagi semua orang, terutama perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun