"Apa yang membedakan sangkaan tindak pidana dengan kriminalisasi dalam suatu perkara pidana mengingat pelakunya adalah sama yakni penyidik?" tanya seorang mahasiswa dalam kuliah pengantar hukum pidana kepada dosennya yang juga guru besar hukum pidana.
"Bedanya terletak pada dasar dan alasan yang sah. Kalau berdasar dan beralasan yang sah, kita sebut sebagai sangkaan atau dakwaan, sebaliknya jika tidak berdasar dan tidak beralasan yang sah, Anda berhak mengecamnya sebagai kriminalisasi," jawab Profesor singkat.
"Lalu berdasar dan beralasan sah itu apa"? Kejar mahasiswa tadi kurang puas.Â
"Berdasar maksudnya terdapat ketentuan undang-undang yang dilanggar. Alasan yang sah artinya ada dua alat bukti yang sah ditemukan penyidik. Alat bukti yang sah itu tidak sekedar alat bukti formal yang telah ditentukan oleh undang-undang (baca: KUHAP) melainkan juga harus memenuhi kriteria yang telah sitentukan undang-undang dan  relevan dengan sangkaan atau dakwaan dalam perkara. Paham?" tanya dosen balik kepada mahasiswanya.
"Belum Prof, contohnya seperti apa Prof. ?" Kejar si mahasiswa.
"Baiklah, saya kasih contoh nyata agar kamu mudeng  Kamu tahu kan perkara tindak pidana korupsi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara? Dia disangka, sekarang didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum mendakwa kepala dinas tersebut korupsi karena 'dapat' merugikan keuangan negara. JPU menggunakan hasil pemeriksaan auditor Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako yang berkedudukan di Sulawesi Tengah sebagai dasar mendakwa perbuatan Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara sebagai tindak pidana korupsi. Bukan dikarenakan kedudukan auditor FE Untad yang di Palu, Sulawesi Tengah itu yang membuat dakwaan tidak berdasar, melainkan hasil pemeriksaan auditor tersebut tidak dibenarkan undang-undang dipergunakan sebagai dasar  bagi JPU untuk menyatakan suatu perbuatan penyelenggara negara telah atau dapat merugikan keuangan negara atau korupsi. Ini yang disebut tidak berdasar. "
Mendengar penjelasan Profesor tersebut mahasiswa mengangguk-angguk, "Mulai paham Prof. Jadi tindakan JPU yang mendakwa Kepala Dinas Kesehatan Provsu dengan menggunakan hasil audit  yang tidak dibenarkan undang-undang itu telah dapat kita sebut sebagai kriminalisasi, kenapa Prof?"
"Karena sangat berbahaya. Nanti kalau ada pejabat yang tidak disukai padahal jujur bersih dan kapabel. Oknum penyidik mudah saja menjatuhkannya dengan sangkaan korupsi atas dasar laporan audit dari auditor tertentu pesanan si penyidik. Itu sebabnya kewenangan melakukan perhitungan kerugian negara dan pernyataan telah terjadi atau dapat terjadi kerugian negara diberikan oleh konsitusi dan UU hanya kepada BPK, bukan yang lain. Sedangkan BPKP dalam kondisi tertentu dapat melakukan perhitungan kerugian negara namun tidak berwenang menyatakan telah terjadi atau dapat terjadi kerugian negara."
Melihat sang mahasiwa sudah mulai paham, Profesor itu menambahkan ,"Singkatnya, Konstitusi dan undang-undang telah menyatakan yang berhak menghitung kerugian negara adalah BPK, bukan auditor Fakultas Ekonomi. Karena Jaksa adalah penegak hukum maka harus patuh hukum. Ketika jaksa dengan melanggar hukum melakukan sangkaan atau dakwaan terhadap seseorang, kita sebut itu sebagai kriminalisasi. Penyalahgunaan wewenang oleh oknum jaksa yang mengakibatkan hak asasi dilanggar dan kemerdekaan  warga negara dirampas. Ini harus dihentikan !" kata Sang Profesor sambil beranjak meninggalkan ruang kuliah Fakultas Hukum Universitas Tadulako.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H