Mohon tunggu...
Raden nabilAmmar
Raden nabilAmmar Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Domilisi di Nganjuk Jawa timur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan yang Tenggelam atau Hilang??

31 Oktober 2021   17:11 Diperbarui: 31 Oktober 2021   17:14 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada 1 Juni 1945 badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI telah sampai pada hari terakhir dari rapat pertamanya pada saat itu Soekarno memberikan sebuah pernyataan yang menarik dia berkata bahwa kemerdekaan political independence ialah 1 jembatan emas dan di seberang jembatan itulah kita akan menyempurnakan masyarakat kita pada dasarnya sejahtera atau cerdas ia kita merdeka dulu tahukah kalian bahwa pendapat yang mirip juga diutarakan oleh tokoh Tan Malaka dalam bukunya madilog guru dan tokoh revolusioner ini berkata kalau Indonesia tidak merdeka maka ilmu alam itu akan terbelenggu pula kini setelah 75 tahun Indonesia merdeka apakah kita sudah menggunakan jembatan emas ini dengan benar apakah ilmu-ilmu alam sudah bebas dari belenggu nya bagaimanakah nasib indonesia khususnya dalam pendidikan.

Mengenai Indonesia partisipasi pendidikan di Indonesia dikatakan sangat tinggi meski demikian Indonesia juga menempati peringkat yang sangat rendah dalam hal membaca matematika dan IPA bahkan dalam keadilan gender pun kita tidak terlalu baik sebelum kita mulai saya mau mengatakan bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah kompleks kita belum bisa membahas semuanya di sini namun pemikiran akan pendidikan yang ideal memang sudah dicanangkan jauh sebelum Indonesia merdeka Tan Malaka misalnya menganggap pendidikan sebagai alat untuk bertahan hidup sejahtera dan membantu kaum jelata idealnya pendidikan harus membuat masyarakat mampu menghadapi kenyataan Dengan berpikir secara logika dan tidak mengandalkan hal-hal yang gaib ilmu alam dan matematika emang harus dikuasai namun tentu tidak semua anak sama disinilah Ki Hajar Dewantara dengan sistem pendidikan among hadir sistem ini mengedepankan unsur-unsur pembelajaran keterampilan dan nilai-nilai tradisional yang mengasah keterampilan yang diminati oleh anak tidak diwajibkan untuk memahami dan mendalami seluruh mata pelajaran dan tentunya Kartini memiliki semangat bahwa pendidikan harus bisa didapatkan secara setara oleh kaum pria maupun wanita lalu mengapa impian dan idealisme dari ketiga tokoh ini masih terhambat.

Sementara Indonesia masih kekurangan guru yang kompeten, stabilitas Indonesia terancam oleh perpecahan dan perang dingin yang berkecamuk pemerintahan belum sempat mencetak guru-guru berkualitas bahkan dari sedikit guru yang sudah ada banyak yang bergabung dengan angkatan bersenjata untuk berjuang dalam situasi ini kuantitas guru lebih diprioritaskan dari kualitas tujuan guru dan pendidikan pun lebih diarahkan ke menanamkan patriotisme sehingga pengembangan sains seperti yang diimpikan oleh Tan Malaka pun masih harus menunggu.

 Pada era orde baru intervensi pemerintahan pusat terhadap pendidikan yang kuat tidak serta merta hilang begitu saja malah meningkat lebih parahnya lagi semua guru PNS harus mendukung haluan partai tertentu dan sesuai kebijakan negara karena fokusnya pendidikan diarahkan ke pembangunan negara pendidikan terlalu seragam dan fokus ke ilmu eksam sehingga tidak terlalu membuka ruang bagi minat kesenian dan ilmu sosial siswa-siswi pun diharapkan mempelajari semua hal walaupun tidak diminati.

Pendidikan terus memerlukan guru yang berkualitas namun di Indonesia hal ini masih jauh dari kenyataan berdasarkan data Kemendikbud rata-rata hasil dari uji kompetensi guru di Indonesia masih tidak jauh dari angka 50 tentu ini tidak sepenuhnya salah guru itu sendiri ada banyak permasalahan seperti insentif jadi guru berkualitas yang masih kurang dan berbagai hal lainnya pemerintahan harus turut segera meningkatkan kinerja guru bila tidak bagaimana mungkin siswa dipaksa untuk menjadi lebih baik cenderung jauh lebih baik dalam matematika IPA dan membaca daripada siswa namun di saat kita melihat data potensi ini tidak berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi berdasarkan riset dari kementerian pemberdayaan perlindungan perempuan dan anak-anak persentase laki-laki 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan SMA ke atas lebih tinggi dibandingkan perempuan di sisi lain persentase perempuan 15 tahun ke atas yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar dan tidak atau belum pernah bersekolah sama sekali lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan di pedesaan maupun perkotaan persentase perempuan yang tidak tamat SD lebih banyak dibandingkan laki-laki ditambah lagi berdasarkan riset Bank dunia tingkat partisipasi tenaga kerja dari laki-laki pun masih jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan sepertinya impian Kartini masih jauh dari kenyataan
[31/10 17.06] Nabil Ammar: Kita dapat Melihat bahwa kita tidak kehilangan murid yang cerdas atau guru yang kompeten kita hanya belum memiliki sistem pendidikan yang kondusif untuk mengembangkan bakat dan minat siswa ataupun kompetensi dari guru meskipun demikian kita tidak boleh hanya mengandalkan situasi apapun yang kita hadapi ke depan pendidikan dan kegiatan belajar adalah sesuatu yang harus kita kejar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun