Mohon tunggu...
Muhammad Zaidan
Muhammad Zaidan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Gemar menulis dan menekuni fotografi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi-Puisi Angkara

19 Februari 2024   21:17 Diperbarui: 19 Februari 2024   21:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kami godam yang memberangus tanah lumpuh tak bertumpu,
lusinan janji dari cakap cepat lawak rima tak beraturan.
Membaca puisi wiji sebagai salah satu andil dari kemanusiaan,
kebenaran mungkin tak pernah dimenangkan;
tapi kebodohan masih saja selalu kau lumat dengan keriangan.

Kembung dari dasar lumbung yang tinggal sebatas mitos,
hening diatas cakrawala, berubah kelabu menjadi pemakaman yang panjang.
Sungai angkara yang dipenuhi belasungkawa,
bangga dan bahagia menjadi bangsa tersangka.

Rima abadi dalam sanubari jiwa,
selalu tertidur dalam naungan niscaya.
Tetaplah hidup arwah-arwah api bara,
menolak tunduk pada patuh memori tentara.

Abadilah wahai para abdi bumi,
yang kian hari kian tergerus masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun