Mohon tunggu...
raden harjuno
raden harjuno Mohon Tunggu... -

pemula dalam hal menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Abnormal dan Batasan Nilai dalam Kehidupan

9 September 2014   12:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Abnormal dan Nilai Dalam Masyarakat

Pada dewasa ini banyak sekali perilaku-perilaku yang seharusnya baik dianggap buruk dan buruk dianggap baik. Misalnya seperti dalam pergaulan anak muda di mana remaja yang nakal akan dianggap sebagai suatu yang " keren ". Yang paling memilukan adalah di bidang pekerjaan. Banyak sekali perusahaan dan calon pekerja yang kong kalikong dalam urusan perekrutan. Dengan menggunakan kolusi maupun nepotisme. Mereka memasukkan pelamar yang mau memberikan "uang panas" atau mereka akan memasukkan anggota keluarganya sendiri. Kasus-kasus seperti ini sangat biasa terjadi dalam masyarakat kita. Bahkan sudah ada di dalam dunia tenaga kerja di pemerintahan. Di mana banyak sekali kasus yang mencuat bahwa yang ada di dalam pemerintahan akan membantu pelamar kerja yang masih saudara atau mau "membayar". Memang tidak semuanya, tapi hal semacam itu ada. Bahkan bila kita mau melamar kerja dengan cara yang normal pasti akan dianggap tidak wajar bahkan salah. Karena menganggap melamar dengan cara seperti itu pasti akan gagal. Lalu di mana bentuk kejujuran yang seharusnya dianggap "normal".

Sesuatu yang abnormal adalah sesuatu yang tidak berjalan sama dengan lingkungannya. Salah satu tolak ukurnya adalah nilai budaya suatu daerah. Lalu bagaimna bila nilai itu yang berubah atau bergeser. Para orang tua yang masih memegang teguh tentang akidah dan akhlaq yang baik dan dipelajarinya saat mereka masih kecil akan dianggap kuno dan aneh saat ini. Seperti misalnya dalam hal bermain dan jam pulang. Dulu anak perempuan tidak boleh bermain atau keluar rumah saat matahari terbenam. Peraturan itu ditujukan agar dapat melindungi si anak perempuan itu. Namun saat ini orang tua yang menerapkan prinsip seperti itu akan dianggap sebagai pengekang dan terlalu protektif. Bahkan tidak jarang mereka parang orang tua disebut "jahat" oleh anak mereka sendiri.

Dalam pendidikan kita juga sering melihat sesuatu yang "normal" akan dianggap "abnormal". Contoh paling mudah adalah menyontek. Dulu menyontek adalah hal yang tabu. Namun sekarang menyontek dianggap sebagai tanda persahabatan dan kerja sama. Seorang yang tidak mau memberi contekan akan dianggap musuh di dalam kelas. Tidak jarang mereka dicemooh. Seperti kasus seorang anak sd yang dicemooh oleh warga karena saat unas tidak mau memberikan contekan kepada anak mereka. Bahkan keluarganya terpaksa harus pindah rumah karena takut. Lalu di manakah sebenarnya letak perbedaan normal dan abnormal dalam kehidupan saat ini ?

Abnormal identik dengan sesuatu yang tidak berjalan sejalan dengan konteks kehidupan di lingkungannya. Namun batas nilai budaya yang ada juga sering dilupakan. Hal tersebut menciptakan pandangan baru namun "keliru" di masyarakat dalam memandang suatu peristiwa. Apakah seharusnya nilai budaya yang diubah atau batasan perilaku manusianya yang harus  diubah. Yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana kita mampu menerapkan nilai budaya yang ada. Bukan malah menghilangkanya sekaligus dan mengangap sesuatu yang buruk adalah sesuatu yang dapat dimaklumi karena kebutuhan manusia yang mendesak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun