Mohon tunggu...
Raden Erdi
Raden Erdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjuangan RA Kartini: Menggugah Semangat Emansipasi Wanita Nusantara

28 Mei 2024   23:23 Diperbarui: 28 Mei 2024   23:43 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Raden Adjeng Kartini, atau lebih dikenal sebagai R.A. Kartini, adalah salah satu tokoh paling terkenal dalam sejarah perjuangan hak-hak perempuan di Indonesia. R.A. Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, dalam keluarga bangsawan Jawa. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang bupati Jepara, dan ibunya, M.A. Ngasirah, adalah istri pertama dari ayahnya. Kartini mendapatkan pendidikan awal di rumah dan kemudian bersekolah di Europese Lagere School (ELS), di mana ia belajar bahasa Belanda.

Walaupun Kartini hanya mendapatkan pendidikan formal hingga usia 12 tahun karena adat pingitan, ia tetap belajar sendiri di rumah. Kartini belajar bahasa Belanda dan membaca banyak literatur Eropa, yang memungkinkannya mengembangkan pemikiran progresif. Kartini sebenarnya memiliki rencana untuk melanjutkan studi ke Belanda. Dia bahkan telah mendapatkan dukungan dari beberapa orang Belanda yang kagum dengan semangat dan pemikirannya. Namun, rencana ini tidak terwujud karena Kartini menikah dan kondisi kesehatannya tidak memungkinkan.

Kartini sangat cerdas dan rajin membaca. Melalui korespondensinya dengan teman-teman penanya di Belanda, Kartini mengenal ide-ide tentang kesetaraan, pendidikan, dan emansipasi wanita. Surat-suratnya mengungkapkan keprihatinannya tentang keterbatasan yang dihadapi oleh perempuan Jawa pada masanya, terutama dalam hal akses terhadap pendidikan dan kebebasan pribadi. Kartini menulis banyak suratnya dalam bahasa Belanda, yang menunjukkan penguasaan bahasa asingnya yang sangat baik. Ini juga mencerminkan aksesnya terhadap pendidikan Barat dan literatur Eropa yang mempengaruhi pemikirannya. 

Pemikiran Kartini sangat dipengaruhi oleh buku-buku dan artikel-artikel dari penulis Barat yang ia baca. Beberapa penulis yang mempengaruhi pemikirannya antara lain Multatuli (Edward Douwes Dekker), yang dikenal dengan kritikannya terhadap kolonialisme Belanda, serta berbagai penulis feminis dan sosial reformis lainnya.

Kartini sangat tertarik pada seni dan kerajinan, terutama batik. Ia bahkan belajar teknik membatik dan mendukung pengembangan kerajinan tangan lokal di Jepara. Kartini melihat kerajinan sebagai salah satu cara untuk memberdayakan perempuan dengan memberi mereka keterampilan yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan.

Selain itu, Kartini juga memiliki pandangan yang cukup progresif tentang agama. Ia sangat tertarik pada berbagai agama dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang spiritualitas. Kartini menginginkan agar agama tidak digunakan sebagai alat untuk menindas perempuan, melainkan untuk mempromosikan kebaikan dan kesejahteraan.

Setelah dipingit pada usia 12 tahun, Kartini mulai semakin menyadari ketidakadilan gender dalam masyarakatnya. Ia bermimpi untuk membuka sekolah bagi gadis-gadis pribumi agar mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan memperjuangkan hak-haknya. Dalam surat-suratnya kepada teman-teman Belanda seperti Stella Zeehandelaar dan Rosa Abendanon, ia mengutarakan pemikiran-pemikirannya yang progresif dan keinginannya untuk melihat perubahan dalam posisi sosial perempuan Jawa.

Pada tahun 1903, Kartini menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang bupati Rembang. Suaminya mendukung cita-citanya untuk mendirikan sekolah bagi perempuan. Setelah menikah, Kartini mendirikan sebuah sekolah untuk gadis-gadis di Rembang. Sayangnya, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun pada 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya.

Setelah kematiannya, kumpulan surat-surat Kartini yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh J.H. Abendanon dengan judul "Door Duisternis tot Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang) pada tahun 1911, mendapatkan perhatian luas. Buku ini menjadi inspirasi bagi banyak orang dan mendorong gerakan emansipasi wanita di Indonesia. Pemikiran Kartini dianggap sangat maju dan berpengaruh dalam membentuk kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan hak-hak perempuan di Indonesia.

R.A. Kartini adalah salah satu tokoh pertama di Indonesia yang secara vokal memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan. Di zamannya, perempuan pribumi menghadapi banyak keterbatasan, termasuk tidak diizinkan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki. Kartini berani menentang norma-norma sosial yang membatasi perempuan dan mengadvokasi pentingnya pendidikan untuk semua, termasuk perempuan. Sehingga, kisah hidup dan perjuangan Kartini menjadi inspirasi bagi banyak perempuan Indonesia. Ia menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi yang sama untuk berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam pendidikan, sosial, maupun politik. Kartini adalah simbol ketekunan, keberanian, dan semangat juang yang memberikan contoh teladan bagi generasi berikutnya.

Oleh karena itu, setiap tanggal 21 April, hari kelahiran Kartini diperingati sebagai Hari Kartini di Indonesia, untuk mengenang dan menghormati perjuangannya dalam memajukan pendidikan dan hak-hak perempuan. Hingga hari ini, nama Kartini diabadikan dalam berbagai bentuk, termasuk nama jalan, sekolah, dan institusi lainnya. Pemikirannya terus menginspirasi gerakan perempuan dan pendidikan di Indonesia, menjadikan Kartini sebagai simbol emansipasi dan kemajuan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun