Pada saat musim pesta demokrasi seperti ini, masyarakat berbondong-bondong untuk memberikan suaranya, memilih pemimpin di TPS. Entah pilihan dari hari nurani, maupun dari isi amplop. Tapi banyak juga yang memilih untuk menjadi golongan putih alias golput. Banyak yang berpendapat bahwa golput adalah bukan sebuah pilihan, bahkan saat pesta demokrasi seperti ini, banyak juga keluar kata-kata mutiara untuk jangan golput dari berbagai kalangan di media sosial, maupun secara langsung.
Termasuk hibauan dari berbagai tokoh agama dalam Interreligious Council (IRC) Indonesia yang mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya pada pemilihan pilkada serentak. Acara ini dihadiri oleh Din Syamsuddin, dan juga perwakilan dari Walubi, Matakin, Parisada Hindu Dharma, MUI, dan KWI. (sumber : kompas)
Saya sebenarnya tidak setuju dengan statement bahwa ‘Golput adalah bukan pilihan’, seolah-olah golput adalah sebuah kebodohan yang tidak perlu dilakukan. Perlu ditegaskan bahwa, memilih atau tidak memilih itu adalah sebuah pilihan. Golput merupakan sebuah pilihan seseorang untuk tidak ikut memilih calon pemimpin, mulai dari pemimpin “Rukun Tetangga” sampai dengan “pemimpin rumah tangga”, Huahahaha…
Banyak faktor yang mempengaruhi untuk memilih golput, diantaranya :
- Tidak tahu visi dan misi calon pemimpin. Maka daripada salah pilih karena tidak tahu visi misi calon pemimpin, seseorang lebih memilih untuk golput. Jelas, ini adalah sebuah pilihan.
- Semua calon pemimpin memberikan sumbangan, sehingga seseorang bingung mau memilih yang mana, sehingga biar adil seseorang memilih untuk golput.
- Apatis terhadap demokrasi. Seorang golput memilih untuk apatis terhadap demokrasi, bukan memang apatis murni, melainkan didasari prmikiran seperti, sebagus-bagusnya sebuah program dari calon pemimpin, jika sudah menjabat maka akan lupa juga.
Membaca media kompas edisi 8 Desember kemarin, ada sebuah berita menarik bagi saya. Yakni, “Meski babak belur dihajar massa, 2 pencuri ini masih ingin nyoblos”. Tentu berita ini sangat menarik, karena ada 2 orang yang dapat dikatakan pelaku kriminal baru, yang mengaku masih ingin memberikan hak suaranya dalam pilkada serentak yang cetar membahana ini. Tapi, entah mereka memang sadar akan hak politiknya, atau memang ada dorongan-dorongan tertentu, I don’t know.
Kita sadari atau tidak, golput dapat mempengaruhi siapa pemenang dari pesta demokrasi. hal ini tercermin dari banyaknya seorang golput yang juga menerima sumbangan dari para calon, tentu dengan menerima sumbangan ini, seorang golput telah terdaftar sebagai pemilih semu. Ketika seseorang memilih untuk golput, tentu akan mempengaruhi pemenang pesta demokrasi, sebab tidak berlakunya lagi pemilih semu.
Golput memang bukan yang terbaik, tapi sebuah pilihan.
Salam !
9 Desember 2015