Berjalan menapaki Pesisir pantai menginjak Pasir basah Debur ombak menyerang sekelompok Perahu layar Mantel merah muda kukenakan tersengal nafasku mendesah beberapa ikan tersapu ke daratan menggelelepar Para nelayan mengangkat jala dari tiang tinggi merapikan jaring yang kusut Boks ikan tampak tumpang tindih siap menampung ikan tawanan sang Pelaut Suasana riuh keluarga nelayan layaknya Panen raya laut dikeruk tak pernah surut Suasana shubuh yang masih gulita seakan waktu tak pernah usai Kuabadikan kelompok Nelayan seulas senyum juga tawa ceria nyeringai menatap kamera Tiada kelelahan dari raut wajah mereka suka cita Beraneka Ikan besar kecil siap di arak ke pelelangan Saban hari kumenungu disini untuk bergantinya waktu Meski tak urung jua waktumu hadir seakan membelenggu Kuseret kaki masih juga memikirkanmu tuk waktu dari yang lampau Suamiku, Dimana kamu naluriku lirih meski kutahu kamu tak ada disini Tuhan,. Â aku bergumam sendiri menanti Suamiku sebutanku nanti Meski kutahu aku masih juga sendiri menanti yang tak kunjung pasti Kumasuki kendaraan berpacu waktu dengan kecepatan tinggi Masih terkontrol laju kendaraan keluar ruas jalan tinggalkan area Pantai I love you thousand more masih juga kumandang bernyanyi Kelak kuceritakan hal ini pada Suamiku nanti..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H