Manusia sebagai mahluk istimewa dengan kadar potensialitasnya tak bisa terlepas dengan sisi kesadarannya. Dialah mahluk dengan anugerah kebebasan yang berproses membangun esensi kemanusiaan dalam pengembaraan melalui segenap daya inteleknya.Â
Hasrat intelektual (kuriositas) menstimulasi aktif setiap individu untuk bergerak mencari sarana pemenuhannya. Secara Instingtif, manusia butuh pengetahuan, sebagai nutrisi jiwanya. Secara praktis guna memenuhi menguak segenap enigma yang lahir dari interaksinya dengan alam, yang dianggapnya sebagai sesuatu yang penuh dengan misteri. Begitupun segenap realitas lainnya yang ada disekelilingnya. Bahkan, termasuk untuk mengenal kediriannya. Siapa aku ?
Tidak semata-mata oleh daya instingtifnya, dengan capaian kesadarannya manusia senantiasa melangkah maju untuk terus menerus konsisten menambah kadar pengetahuannya. Kita sadar, begitu banyak kesenjangan ekspektasi yang melahirkan beban psikis. Â Sampai di titik yang paling radikal, guna mengurai segenap permasalahan yang melingkupinya hingga mengantarkannya pada problem-problem religius atau metafisika. Kapasitas intelek manusia merupakan modalitas manusia untuk sebuah pencapaian dalam mengaktualisasi segenap potensi fitri yang masih tersimpan dalam kediriannya.
Aktivitas penalaran yang merupakan tindakan aktif mereproduksi pengetahuan berimplikasi langsung dalam membentuk setiap sendi kediriannya. Sejak dulu akrab ditelinga kita diktum lawas dari Francis Bacon, "pengetahuan adalah kekuasaan". Disatu sisi memang ada benarnya ketika pengetahuan disalahgunakan. Semisal untuk orientasi destruktif  guna mengeksploitasi kelemahan seseorang. Namun, sejatinya pengetahuan secara substansial mengarahkan manusia untuk menentukan arah kemana hendak menentukan pilihan hidup bahkan untuk menjaga kesucian jiwanya. Sehingga kita paham, hal demikian sangat berpengaruh secara langsung untuk membangun kualitas diri kita.
Sebelumnya kita memahami, bahwa berpengetahuan adalah hal yang fitrawi. Yakni tumbuh secara natural dari kedalaman jiwa. Para pejuang pengetahuan dahulu kala hingga kini masih terus mengurai sedemikian detailnya pengetahuan sesuai dengan kebutuhan zaman. Â Salah satu disiplin ilmu yang secara universal membahas pengetahuan adalah filsafat. Lazimnya, kita paham bahwa filsafat sebagai suatu aktivitas mengolah nalar guna untuk menemukan jawaban dari soal-soal ringan hingga menyentuk aspek yang begitu rumit.
Disisi yang lain, dialog pengetahuan membuka jalan pengembaraan akal menuju capaian spiritualitasnya hingga menapak ke capaian yang tertinggi. Sebagaimana Kehakikian sebuah pengetahuan mendorong manusia untuk sampai pada realitas. Inilah salah satu visi pengetahuan yang bisa kita selami dalam berfilsafat. Objektivikasi pengetahuan dalam realitas eksternal bukanlah semata proses gerak untuk mengetahui melainkan sebuah modus of existence atau cara manusia untuk berada dengan mengukuhkan eksistensinya. Sebab eksistensi adalah kedirian kita yang terus bertransformasi. Semakin tinggi wawasan atau pengetahuan kita semakin tinggi kualitas kedirian kita. artinya pengetahuan kita adalah gambaran diri kita. Mungkin begitu singkatnya.
Olehnya, sebagaimana pengetahuan yang tidak hanya dijadikana sarana pelampiasan instingtif. Berpengetahuan lebih dimaknai secara progresif. Ia adalah  sarana aktualisasi diri dalam merawat sisi kemanusiaan. Sehingga kontinuitas dalam menjaga kemapanan nalar justru bukan mengurung indvidu dalam isolasi egosentris tapi jika melangkah lebih jauh dengan merenungi urgensi watak pengetahuan atau tujuan berpengatahuan maka gerak jiwa dalam upaya untuk menguak realitas mengantarkan pada upaya pencapaian suatu pengetahuan tentang realitas tertinggi. Sebagaimana gerak jiwa dalam visi penyempurnaan dalam kapasitas persepektif. Tanpa mengisolasi diri dari aspek sosial.
Wallahu A'lam Bi Shawwab
Oleh: Him ran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H