Kegiatan jual beli, sebagai salah satu muamalah dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, semakin kompleks dalam konteks ekonomi kontemporer. Dengan mayoritas penduduk Indonesia menganut Islam, agama ini bukan hanya petunjuk spiritual, tetapi juga menjadi asas bagi hukum perekonomian. Pondasi utama ekonomi Islam terletak pada prinsip tauhid, menyatakan keyakinan sepenuhnya kepada Allah SWT. Hal ini mencerminkan keyakinan bahwa segala aktivitas ekonomi harus dilandaskan pada kepatuhan dan keadilan. Rasulullah membawa risalah sebagai pedoman dalam bertransaksi, memastikan bahwa setiap tindakan ekonomi seharusnya mematuhi nilai-nilai moral Islam. Pertanggungjawaban atas perbuatan di dunia dan keyakinan akan kehidupan akhirat menjadi pilar ketiga, menciptakan kesadaran bahwa setiap kegiatan ekonomi harus bermanfaat bagi kehidupan di dunia dan bekal untuk akhirat.
Dalam buku karya Afzalur Rahman, prinsip dan nilai dasar ekonomi Islam ditegaskan. Kebebasan individu, hak atas harta, ketidaksamaan ekonomi yang wajar, kesamaan sosial, jaminan sosial, distribusi kekayaan meluas, larangan penumpukan kekayaan, dan kesejahteraan individu serta masyarakat menjadi landasan kuat dalam sistem ekonomi Islam.
Penerapan ekonomi Islam tidak hanya sekadar teori; ini adalah langkah nyata menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Melibatkan seluruh komponen bangsa, merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan proaktif dan bebas dari penyelewengan, dan mewujudkan kesatuan ekonomi di dunia Islam adalah komitmen untuk mencapai kesejahteraan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Dengan prinsip-prinsip ini, Indonesia memiliki peluang emas untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan, memperkuat persatuan politik di tengah dinamika global yang terus berkembang.
Ekonomi Islam tidak sekadar menjadi kerangka formal transaksi keuangan; ia menciptakan fondasi kuat yang ditegakkan oleh ruh dan spirit, serta nilai-nilai fundamental aqidah dan tauhid, keadilan, kebebasan, dan akhlaq yang terpuji. Tujuan utama ekonomi syariah adalah mencapai kesejahteraan manusia secara menyeluruh, merangkum segala aspek kehidupan, baik di dunia maupun akhirat. Konsep kesejahteraan ekonomi ini mengacu pada prinsip-prinsip Maqashid Syari'ah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Tujuan ekonomi Islam terletak pada keberhasilan menjaga kesejahteraan tidak hanya untuk individu, tetapi juga masyarakat dan negara yang meliputi pemenuhan kebutuhan dasar manusia tanpa kelebihan yang menyebabkan pemborosan, dengan pendapatan yang digunakan secara adil dan merata. Pemahaman ini berakar pada prinsip bahwa setiap insan memiliki hak dan peluang yang sama.
Jika prinsip-prinsip ekonomi Islam diterapkan secara efektif, kesejahteraan bukanlah sekadar ukuran materi atau nilai ekonomi semata. Dalam Islam, kesejahteraan diukur secara spiritual, menciptakan keseimbangan yang harmonis antara kehidupan material dan rohaniah. Proses menuju kesejahteraan juga tidak bisa diabaikan, karena nilai-nilai sosial dan moral menjadi bagian integral dari perjalanan tersebut. Membangun kesejahteraan dalam ekonomi Islam bukan hanya tentang meningkatkan kekayaan materi, tetapi juga tentang meningkatkan kualitas hidup, menjaga nilai-nilai moral, dan menciptakan keseimbangan modern antara dunia dan akhirat.
Dalam upaya merespons perubahan global pada era Industri 4.0, Indonesia telah menetapkan pijakan yang kuat untuk menjadi pemimpin dalam ekonomi syariah. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, langkah ini bukan hanya strategis untuk memperkuat struktur ekonomi dan pasar keuangan, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menentang eksploitasi dan penumpukan kekayaan. Dalam buku "Islamic Economics" karya Abdul Manan, ekonomi Islam diarahkan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia, tidak hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh mahluk hidup di bumi.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret dengan membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah dan mengimplementasikan Kebijakan Ekonomi Syariah, seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016. Langkah ini telah membawa Indonesia menjadi pemimpin dalam perbankan syariah dan usaha halal, mendorong negara ini masuk ke dalam kategori perekonomian terkuat di dunia dan Asia.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kelima sektor ini menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan investasi berbasis teknologi. Hal ini bukan hanya untuk menjawab tuntutan Revolusi Industri 4.0, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah yang mengedepankan keadilan, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat harus sadar bahwa ekonomi syariah bukan sekadar alternatif, melainkan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, terutama dalam konteks Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam sebuah era revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung, kebijakan ekonomi syariah bukan hanya memberikan alternatif, tetapi juga menjadi peluang emas bagi kaum muda Indonesia.
Inisiatif "Making Indonesia 4.0" yang digagas oleh pemerintah menciptakan arah yang jelas untuk perkembangan sektor manufaktur. Seiring dengan itu, sektor-sektor kunci seperti industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia diberikan fokus yang lebih intens. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional tetapi juga memberikan kesempatan bagi para pemuda Indonesia untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan mereka.