Mohon tunggu...
Maya Taufiq
Maya Taufiq Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang sedang belajar "menulis"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suami Sahabatku Selingkuh dengan Pelacur Gratisan (Satu Tiket ke Surga untuk Sinta)

19 Januari 2012   12:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:41 3830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13269732651980357912

[caption id="attachment_156514" align="alignnone" width="390" caption="foto dok, google"][/caption]

Based on True Story

Kulepaskan pandanganku keluar jendela, gedung – gedung tinggi menjulang berderet rapi, barisan hotel maupun hotel apartment siap menerima pelancong yang berlibur di Dubai.. Yah, hari ini hari ke dua kami berlibur untuk  melepaskan kejenuhan dari rutinitas harian kami,sekalian mengisi liburan sekolah anak pertama kami. “Bunda… cepetan siap – siap, kita check out nya lebih pagi, kan katanya mau mampir dulu beli jaket adek..” kata – kata suamiku membuyarkan lamunanku. “iya ayah sebentar” jawabku.

Kulangkahkan kakiku kekamar untuk selanjutnya mandi dan bersiap siap untuk check out. Tapi sebelum masuk kamar mandi pandanganku tertuju pada hand phoneku tersayang.. “ah.. liat bbm dulu,siapa tau ada yang penting” pikirku sambil memainkan jari memencet tombol pada keypad hpku. Ada satu BBM (Black Berry Messanger) yang masuk dari seorang sahabatku semasa kuliah di Jogja dulu.

Sinta, sebut saja itu nama sahabatku. “ Bun lagi ngapain? Sibuk enggak?” begitulah tulisan yang ada pada layar hpku, lalu kujawab “ little bit mah kami lagi liburan, ada apa? Apa ada masalah?” setelah menjawab BBM dari sahabatku lalu aku bergegas kekamar mandi, sebelum kena tegur suami.

Setelah mandi kulihat lagi layar hpku, mungkin sudah ada balasan dari sahabatku. Benar saja ada BBM balasan “ oohh.. lagi liburan ya bun. Ya udah bun, tar kapan-kapan aja aku ceritanya” kubaca tulisan dr BBM perlahan lalu kujawab “ Mah kalo ada yang penting cerita aja, sapa tau aku bisa bantu. Sekedar bantu sharing aja” lalu sahabatku menjawab “Bun aku lagi sedih banget, hidupku hancur bun. Aku kena penyakit kelamin”. Dueeerrrrrrrr…. Seakan akan petir menyambar tepat diatas kepalaku, aku benar-benar shock membaca BBM dari sahabatku.

Kutarik nafas dalam-dalam sambil mengambil posisi duduk dipinggiran tempat tidur kamar hotel, kupegang hpku kuat-kuat khawatir terjatuh. Lalu kubalas BBM sahabatku “ Mah kamu serius, kok bisa?? Aku shock nih, pliiss deh jangan becanda” pandanganku tidak bisa lepas dari layar hp,walaupun ada suara ribut dua puteraku yang sedari tadi memanggilku untuk ikut bermain bersama mereka.

“Serius bun, aku udah periksa ke dokter. Sekarang aku kena kutil kelamin, gateeellllll banget. Mas Ricko yang nularin aku bun, dia selingkuh sama pelacur. Aku hancur bun, suami yang sangat aku cintai dan aku percayai ternyata main gila sama wanita murahan. Seorang pelacur gratisan yang dibawa temennya beberapa bulan yang lalu waktu transit di Jakarta sebelum ke Singapore. Bun,aku takut kena HIV” Astagfirullah…. Tanpa sadar air mataku menetes, hatiku sangat sakit. Dadaku tiba-tiba sesak, kuambil botol air mineral di side table lalu ku minum beberapa teguk untuk menenangkan diri.

Suamiku masuk ke kamar, melihatku belum berdandan dia menegurku “Bunda kok malah main HP, keburu siang nih..”. “Sebentar ayah,bunda lagi BBMan sama Sinta, ada masalah penting. Dia butuh bunda sekarang” kataku mencoba memberi penjelasan kepada suamiku. “Masalah apa beb?? Apa sebegitu pentingnya?” Tanya suamiku penasaran.

Lalu kuceritakan kepada suamiku perihal masalah Sinta, raut muka suamiku langsung berubah sedih. Berkali kali diapun mengucapkan Istighfar. “Ayah, kalau ada yang ayah keluhkan tentang bunda, ayah bilang aja ya, Insya Allah bunda akan memperbaiki diri selalu berusaha memperbaiki diri. Bunda akan berusaha menjadi isteri sempurna untuk ayah walaupun bunda tidak akan pernah jadi sempurna. Jangan sampai hal ini terjadi sama keluarga kita. Naudubillah Himin Dzalik” kataku pada suamiku. Lalu suamiku memelukku erat, “Insya Allah keluarga kita selalu baik-baik aja sayang” ucapan suamiku membuatku tenang. Sejenak suasanapun hening.

“Ya udah beb kasih masukan dulu ke Sinta, ayah tunggu. Nanti kalo sudah cukup kita baru check out dan lanjuti dijalan aja BBM-annya” pinta suamiku. Akupun segera membalas BBM dari sahabatku, sekuat tenaga kutenangkan pikiranku agar kata-kata yang aku tulis nanti bisa memberikan masukan positif pada sahabatku.

Huruf demi huruf kuketik, “Mah, banyak-banyak istighfar ya… Hanya Allah yang bisa meringankan bebanmu. Menangislah sama Allah, mengadulah sama Allah. Hanya ini yang bisa aku sarankan ke kamu mah, yang penting sekarang kamu harus tenang dulu. Jangan gegabah ngambil sikap ya mah. Inget mah kita punya Allah Yang Maha Pengasih, ada Sabrina puteri kecilmu. Kamu harus kuat ya mah” air mataku tumpah saat menuliskan kata-kata itu. Aku seorang isteri, apa yang sahabatku alami membuat hatiku ikut sakit. Lirih kuucapkan doa memohon pada Allah Sang Pencipta “Ya Allah, lindungilah suamiku dari fitnah wanita. Jadikan keluarga kami keluarga yang selamat dunia dan akhirat, berikanlah ridhomu atas cinta kasih kami dan bimbinglah jalan kami Ya Allah. Aamiin....

Akhirnya kamipun berkemas, sebelum benar-benar meninggalkan ruangan kami, suamiku kembali ke kamar untuk mengecek kalau-kalau ada barang kami yang tertinggal. “Bunda, kita langsung ke parkiran aja naro barang. Tar bunda tunggu dimobil aja waktu ayah check out, biar mas ichi aja yang ikut ayah. Adek di mobil sama bunda, ribet ayah kalo bawa adek tar dia enggak mau diem” Ucap suamiku. Kuanggukan kepalaku perlahan mengiyakan kata-kata suamiku.

Kurang lebih sepuluh menit aku menunggu suamiku melakukan proses check out, puteraku yang ke dua Adil sibuk memencet tombol-tombol dan memutar mutar stir di dalam mobil sambil kegirangan. Mungkin dia merasa bebas merdeka karena tidak ada kakaknya, biasanya kalau ada putera pertamaku Mas Ichi mereka berdua selalu berebut untuk menjamah tombol-tombol pada dashboard mobil kesayangan ayah mereka.

“Beres beb, kita makan dulu aja ya sebelum nyari jaket buat adek” kata suamiku ketika kembali ke mobil kami. “siplah yah, bunda juga udah laperrrr” ucapku serasa melemparkan senyum termanisku. Lalu mobil kamipun melaju perlahan, meninggalkan hotel tempat kami menginap. Suamiku memacu mobil hanya kisaran 80 km/jam, kami tidak sedang terburu-buru, lagi pula Dubai jalannya ribet takut nanti terjadi hal yang tidak diinginkan.

“Gimana ada balesan dari Sinta?” ucap suamiku membuka obrolan kami dalam mobil. “ Belum beb, Sinta lagi kerja. Mungkin dia masih sibuk, lagipula dengan masalah seperti ini pasti dia enggak bisa fokus kerja. Jadinya ga selesai-selesai kerjaannya. Ikut doain ya yah semoga dia baik-baik aja dan kuat” pintaku pada suamiku yang sedang konsentrasi mengemudikan mobil.

Kuarahkan pandanganku ke jok belakang mobil kami, kulihat putera keduaku sibuk dengan dot dan selimut biru kesayangannya, sambil matanya terkantuk kantuk. Lucu sekali ekspresi mukanya, Dia hiburanku ketika ditinggal suami kerja dan Mas Ichi sekolah. Sementara putra pertamaku sudah lelap dalam mimpinya, mungkin mereka kecapekan karena semalam tidur larut.

Kurang lebih 45 menit sampai juga kami di Ibn Battuta Mall di pinggiran kota Dubai, kami mencari parkiran yang paling dekat dengan pintu masuk mall, kebetulan ada yang kosong. Suamiku segera menyiapkan stroller untuk dua putera kami yang masih terlelap. Lalu suamiku memindahkan putera-putera kami pada stroller mereka masing-masing. “Ayo nda, anak-anak udah beres” suamiku memberi isyarat agar aku segera turun dari mobil. “Sebentar ayah, bikinin susu dulu” ucapku seraya menuangkang air panas kedalam botol dot anak keduaku.

Kamipun sampai pada foodcourt mall tersebut. Masakan jepang menu masakan pilihan kami saat itu. Bosan dengan masakan ala-ala Chinese food,sesekali mencoba masakan baru. Dreeetttt…. Dreeetttt…. Getar HP yang ada pada genggamanku, memaksaku menyudahi mataku untuk melihat aneka menu pada lembaran menu salah satu food counter yang kami pilih. “Pasti Sinta kirim bbm” pikirku.

Kulihat layar bebekku, yah memang dari Sinta. “Iya bun, semalem aku juga langsung sholat dan nangis sejadinya. Cuma sama Allah aku bisa ngadu bun, aku enggak mau kalo keluargaku sampe tau masalah ini. Bisa habis mas Ricko bun, pasti keluargaku marah dan kecewa banget sama dia. Biar aku pendem sendiri masalah ini, tapi aku akan terus butuh masukanmu bun. Jangan bosen denger keluhanku ya bun..” berkaca-kaca mata ini membaca pesan dari sahabatku.

“Gimana aku bosen mah, aku seneng bisa bantu kamu, dan aku cuma bisa bantu semangat buat kamu. Mah kamu udah periksa darah buat test HIV??” tulisku sambil membetulkan letak mangkuk mie ramen pesananku yang sudah datang. “bentar bun, aku sholat Ashar dulu tar aku ceritain lagi. Sek yoooooo” balas sahabatku. Lalu segera aku balas “Oke mah aku juga mau maem dulu trus mau nyariin jaket adik adil, tar kamu bbm aja. Kalo belum aku bales berarti aku lagi milih-milih ya. Tapi tar pasti aku bales. Banyak-banyak doa ya mah, agar Allah memberimu kekuatan dan kesabaran. Insya Allah nanti akan ada jalan keluar terbaik untuk masalah ini. Aamiin”

Menikmati makan siang tanpa iklan dari putera-putera kami, rasanya nikmat sekali. Walaupun hati pahit getir memikirkan masalah sahabatku, tapi lidah dan perutku sangat menikmati mie ramen ala jepang ini, mie kuah kaldu bening gurih dengan irisan telur, tumisan sayuran dan beberapa lembar irisan nori dimakan saat masih panas. Sungguh cocok sekali untuk udara dingin seperti sekarang, dan memang saat itu aku sedang sangat lapar, sepertinya suamikupun demikian karena dengan sekejap piring makan bersih tak meninggalkan sisa remah makanan. Winter membuat selera makan kami naik dari biasanya. Alhamdulillah….

“Bunda, ayah ke Musholla dulu ya… Bunda kan lagi enggak sholat jadi tunggu sini aja daripada ikutan kesana tar bolak balik” ujar suamiku. “Siplah yaah” jawabku singkat. Putera-putera kami akhirnya bangun juga, putra sulungku langsung minta ke arena bermain di mall tersebut. Tapi aku bilang tunggu ayah dulu, terus terang aku keteteran kalo harus mengasuh dua anakku sekaligus, apalagi di tempat umum seperti ini.

“Nah itu ayah sudah selesai sholat” ucapku kepada anak-anakku ketika suamiku berjalan mendekat kearah kami, lalu aku sampaikan permintaan putera sulungku pada suamiku. Sedang aku memilih untuk masuk ke salah satu gerai pakaian anak-anak,mencarikan jaket untuk putera kecilku. “Tar bunda nyusul kesana ya beb, bunda bentar kok paling cuma sejam. Hahahaa” ucapku sambil tertawa. Suamiku sepertinya paham maksudku, kadang kala sebentarnya ibu-ibu belanja tidaklah sebentar pada umumnya.

Sesuai janjiku pada suamiku, hanya sebentar saja aku memilih jaket untuk putera bungsuku. Lalu kususul suami dan anak-anakku di arena permainan. Rupanya mereka sedang asik mencoba permainan balap motor. Selesai balap motor berpindah ke permainan lain, daripada bosen menunggu aku ambil hpku di dalam tas.

“ Mah iseh sibuk to??” tanyaku pada sahabatku lewat bbm, dan sebentar saja kudapatkan jawaban dari sahabatku “ Ini aku udah dirumah bun, baru aja nyampe. Aku hari selasa test darah dan diobati kutilnya bun. Nanti kata dokter kutilnya diangkat. Aku takut je bun, belum lagi soal test darahnya. Gimana kalo aku kena HIV bun, seperti apa hidupku nanti. Rasanya kaya ada beban satu ton di pundakku. Semalem aku marah besar sama mas Ricko bun, kok tega-teganya dia lakukan ini sama aku. Aku pikir akulah yang tercantik dimata dia, aku pikir dia menerimaku apa adanya. Ternyata TIDAK, dia bodoh mudah sekali dia tergoda rayuan wanita murahan si pelacur gratisan itu. Aku memang enggak cantik, tapi aku jaga harga diriku untuk suamiku. Aku sampe bilang, apa aku tak jadi pelacur aja ben kamu puas mas. Biar kamu juga sakit liat aku. Astagfirullah aku sampe ngomong gitu bun, saking frustasinya aku. Dan mas ricko hanya diam sambil terus minta maaf. Aku udah maafin dia, tapi bayang-bayang itu menyakitiku bun, terus berputar putar dikepalaku. Bener-bener nyiksa aku.”

Duuhhh… miris sekali ceritamu sahabatku, tanpa sadar airmataku menetes. Aku berfikir sejenak, kata-kata apa yang harus aku tuliskan. Tiba-tiba “Bundaaaaaaa” suara Mas Ichi mengagetkanku. “Sudah selesai maennya??” tanyaku yang dijawab dengan anggukan oleh putera pertamaku. “Ayo nda kita langsung pulang aja ya, ayah ngantuk. Takut tar kalau kesorean konsentrasi ayah udah enggak bagus lagi” ucap suamiku sembari mengencangkan seat belt distroller anak keduaku.

Akhirnya kamipun pulang. “Ayah tadi Sinta bbm hari selasa dia kedokter lagi untuk ambil darah, bunda ikut deg-degan. Ini belum bunda bales bbm Sinta, bunda masih bingung harus bilang apa ke Sinta”  ucapku sambil kuperhatikan mimik muka suamiku yang sedang berkonsentrasi mengemudikan mobil. ‘Bunda tenang dulu, jangan ikut terbawa perasaan, karena nanti kata-kata bunda akan mempengaruhi Sinta juga” kudengarkan penjelasan suamiku dengan seksama.

“Mah, jangan negative thinking dulu, dan jangan pernah ngomong kaya gitu lagi. Emang kamu mau sama kaya wanita murahan itu?? Kita ini wanita terhormat mah. Insya Allah semuanya baik-baik aja mah, kamu harus kuat dan tegar. Jangan sampe berburuk sangka sama Allah ya mah, mungkin inilah jalan untuk kebahagiaanmu nanti. Sekarang apa keputusanmu terhadap papae Sabrina??” tanyaku dengan sangat hati-hati. “Aku bingung bun itu nanti aja setelah test darah, disatu sisi aku takut kalo dia nyakitin aku lagi dan gimana aku bisa hidup sama dia sementara bayang-bayang buruk itu menghantuiku terus, tapi disisi lain kalo pisah gimana Sabrina tanpa papa, gimana nanti keluargaku bun. Aku masih bingung bun” ratap sahabatku.

“Yo wes mah banyak-banyak doa dan tenangkan pikiran dulu, semoga Allah kasih petunjuk yang terbaik untuk keluargamu. Aamiin…” ucapku berusaha menenangkan sahabatku. “Iya bun, thanks banget atas supportmu yaaa. Nanti aku kabari lagi setelah test yo bun. Maaf ini jadi nambah beban pikiranmu, aku bingunge bun arep cerita sama siapa. Sedang kalau cerita kekeluarga enggak mungkin” Balas Sinta…

“Iya mah enggak apa-apa, cerita aja sama aku, aku selalu siap untuk kamu mah.. Kamu pasti bisa kuat dan tegar” ucapku memberikan semangat. “Aku akan berusaha sekuat tenaga, doain aku bun. Ya udah bun, aku jadi ganggu waktu liburanmu. Tar kita ngobrol lagi ya” balasan Sinta menutup bbm-an kami hari itu.

Pada hari selasa, tepatnya tiga hari setelah bbm-an dengan Sinta, aku harap-harap cemas menunggu kabar dari Sinta. Hari itu kira-kira jam sembilan pagi kuputuskan untuk mengirim bbm pada Sinta, sungguh aku tak sabar menunggu kabar dari dia. Lalu aku ketikkan pada bbmku “Mah piye, udah diambil kutilnya? Dan udah test darah belum?”.

Lama belum ada jawaban dari Sinta, kekhawatiranku bertambah. “Semoga semua baik-baik saja Ya Allah…” Doaku dalam hati. Dua jam kemudian saat aku sedang sibuk berkarya didapur, mengolah bahan-bahan makanan untuk keluarga kecilku bbm dari Sinta masuk “ aku dan mas Ricko udah test bun, tapi hasilnya masih besok sore, doain ya bun hasilnya negative. Aku pengen nangis terus bun”. “ Sabar ya mah, aku tau dan ikut ngerasain masalah ini berat banget tapi kamu pasti bisa mah. Allah enggak akan ngasih cobaan diluar batas kemampuan kita, Insya Allah semua akan baik-baik saja” aku berusaha memberikan suntikan semangat pada Sinta.

Keesokan harinya, karena sedari pagi aku sibuk “olah raga” dari memvacum, ngepel, lanjut masak dan momong si kecil, hpku jadi terabaikan. Sampai akhirnya siang hari ketika menunggu si sulung pulang hpku bunyi, beberapa kali “PING”. Oh.. mungkin Sinta ngasih kabar, deg-degan campur penasaran segera kubuka bbmku. “Bunda Alhamdulillah hasilnya negative, aku bisa senyum walau hatiku masih galau. Paling tidak satu hal yang menakutkanku enggak terjadi. Aku legaaaaaa banget bun”. Aaahhhh kabar dari Sinta bagaikan angin hangat yang berhembus di dinginnya udara winter.

“ Subhanallah.. Alhamdulillah mah, aku ikut seneng dan lega denger kabar dari kamu. Oiya mah, terus selanjutnya gimana sama papahe Sabrina?” tanyaku dengan perasaan campur aduk,antara senang juga penasaran dengan keputusan

Sinta. “ Bun, sudah aku putuskan aku maafin mas Ricko dan aku akan berusaha melupakan peristiwa itu, biarlah aku berusaha jadi isteri yang berbakti. Memang sakit bun teramat sangat menyakitkanku, tapi aku enggak boleh egois aku harus mikirin gimana perasaan Sabrina dan keluarga besarku kalau aku pisah. Dan lagi dalam hatiku aku masih sayang banget sama mas Ricko. Dia janji mau berubah bun, dia juga yang meyakinkanku untuk ngasih kesempatan. Semoga jalan ini jalan yang terbaik untuk keluargaku, doain aku ya bun dan terus kasih aku semangat” jawaban Sinta membuatku kaget, karena aku pikir dia akan memilih untuk berpisah karena selama ini memang suaminya sering menyakiti hatinya dan peristiwa ini adalah puncak dari akumulasi masalah-masalah rumah tangga dia selama ini.

Agak lama aku berfikir, ada rasa kecewa kenapa dia tidak berpisah saja sama Ricko. Dia berhak mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Ricko, setan-setan jahanam berusaha keras berbisik dikupingku merayuku untuk mengirimkan bbm provokator untuk Sinta. Tapi tidak! Hati nuraniku membenarkan apa yang Sinta lakukan. Lalu kumainkan jemariku pada keypad bebek, “ Mah aku salut sama kamu, hati kamu mulia mah. Kamu bisa berbesar hati memaafkan suamimu yang udah mendzolimi rumah tangga kalian. Satu tiket kesurga untuk kamu mah, dan hanya doa yang bisa aku ucapkan semoga Allah membukakan jalan untuk keluarga barumu, semoga kebahagiaan dan kesejahteraan menyelimuti keluargamu, kamu isteri yang luar biasa mah. Semoga Allah membukakan pintu hati dan pikiran papae Sabrina, membukakan matanya ada bidadari surga disampingnya yang begitu ikhlas berkorban dan memaafkan dia. Insya Allah mah, Insya Allah ada kebahagiaan didepanmu” deras airmataku mengalir, tak tertahankan lagi. Tak kuhiraukan putera-puteraku yang menatapku penuh keheranan.

Tiga minggu kemudian kuterima bbm dari Sinta “Bun, Alhamdulillah kutilku sudah sembuh mas Ricko jg bun. Aku enggak nyangka bisa secepat ini, bersyukur banget aku bun. Kata dokter kami bisa cepat sembuh karena kami berdua mau cepat-cepat berobat dan positif thinking tapi, tetep tiga bulan lagi control. Alhamdulillah bun, kami sekarang lebih bahagia, mas Ricko membuktikan janjinya sama aku. Dia berubah bun, jadi lebih perhatian sama aku. Lebih ceria, pokonya bedalah bun. Justru sekarang aku lebih bahagia dari sebelum peristiwa itu, semua ada hikmahnya bun. Kualitas ibadah kami juga meningkat, Allah kasih aku cobaan untuk kebahagiaan baruku. Walau jujur bun kadang bayang-bayang peristiwa itu bikin aku sedih. Tapi aku selalu inget kata-katamu, biarlah kita enggak cantik dimata manusia tapi, kita cantik dimata Allah. Isteri yang menjaga harga diri hanya untuk suami dan juga kata-katamu tentang satu tiket kesurga untukku karena maafin mas Ricko itu obat paling mujarab untuk lukaku. Aku sekarang bahagia bun, makasih banyak atas dukunganmu selama ini. Sampai ketemu awal bulan April yaaa”.

The End

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun