Cucian pakaian yang tidak kering, banjir, jalanan digenangi air, macetpun tak terhindarkan. Disana-disini banyak orang yang mengeluh. Terutama masyarakat kota-kota besar seperti Jakarta, jogja, semarang dan kota lainnya. Pasti banyak sekali dari mereka yang mengeluhkan musim hujan yang datang. Lalu, bagaimana solusi untuk semua ini? musibah atau anugerahkah hujan itu sebenarnya?
Belum lagi untuk mahasiswa seperti saya dan teman-teman saya, yang sering mengandalkan cuaca cerah untuk beraktivitas. Misalnya saja untuk mengerjakan tugas yang sifatnya turun ke lapangan, hunting foto bareng atau sekedar menghabiskan waktu bersama, bahkan sampai mencuci baju di kos dan akhirnya baju yang kami jemur itu kehujanan lagi. Pasti akan sangat mengesalkan.
Karena sudah putus asa akan kejadian-kejadian yang sudah-sudah (jemuran kehujanan lagi), akhirnya saya memutuskan untuk me-laundry pakaian saya. Yang terakhir ketika saya memasukkan cucian saya ke laundry, ada hal menarik yang bisa saya dapatkan dari mbak pemilik laundry. dia mengatakan bahwa tidak bisa janji untuk menyelesaikan laundry saya, dikarenakan hujan atau cuaca yang tidak mendukung untuk menjemur pakaian-pakaian yang dilaundry. Lalu saya jawab saja “wah, nyebelin ya mbak ya”. Dan apa yang dikatakan mbak laundry tadi, dia menjawab “ya nggak nyebelin mbak, udah dikasih sama Yang Di-Atas”.
Jujur saja, sepulangnya dari laundry, saya berpikir terus tentang apa yang tadi dikatakan oleh mbak pemilik laundry. dia yang seharusnya merasa rugi kalau hujan datang, bahkan mengatakan seperti itu. Siapa yang tidak kaget, mbak pemilik laundry tadi bisa tetap bersyukur walaupun hujan mengancam lahan pekerjaannya. Harusnya kita sebagai orang yang lebih beruntung dari mereka bisa lebih bersyukur menjalani hidup.
Sebenarnya, banjir itu bukan kesalahan dari hujan. Kesalahan dari manusia sendirilah yang menyebabkan itu semua terjadi. Kesadaran masyarakat yang kurang dalam membuang sampah, serta pembangunan bangunan yang semakin tidak memperhatikan daerah resapan air yang bisa menyebabkan bajir. Karena sebenarnya, sisakan sedikitnya 20% tanah dari keseluruhan daerah yang akan dibangun bangunan untuk daerah resapan air.
Hal inilah yang tampaknya menjadi salahsatu penyebab kebanjiran yang paling parah. Faktor kelalaian dari manusia sendiri yang menyebabkan bencana satu ini terjadi.Selain itu drainase yang salah serta pembuangan sampah sembarangan menjadi pemicu lain bencana banjir ini terjadi. Sebenarnya, hujan bukanlah suatu masalah atau problem yang berarti untuk kita.
Stigma negative tentang hujan atau apapun itu, hendaknya kita hentikan. Kalau panas kita mengeluh, kalau hujan terus-terusan pun juga mengeluh. Selama ini kita hanya melihat dari sisi negatifnya saja, tidak memandang sisi positif. Jika tidak ada hujanpun, sungai-sungai akan banyak yang kekeringan, dan jika hujan terus menerus, akan banyak juga sungai yang kebanjiran. Lalu, harus bagaimanakah kita menanggapinya?
Semua itu harus kita syukuri, apapun yang Allah berikan untuk kita harus kita terima tanpa mengeluh. Walau apa yang kita terima tadi membuat kita merugi atau bahkan bisa mengurangi produktifitas kita? Saya akan selalu memegang prinsip dari mbak pemilik laundry tadi. Dia masih bisa bersyukur bahkan tidak mengeluh walaupun hujan mengancam cucian para klien di laundrynya. Oleh karena itu, saya harap setelah saya memposting tulisan ini, banyak dari teman-teman yang bisa mengambil sedikit pelajaran dari tulisan saya ini. bersyukur itu wajib dan perlu. Hujan pun bukan menjadi anugrah atau musibah, akan tetapi menjadi anugerah dari Allah yang kita terima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H