Februari akhir 2023, muncul kasus kenakalan remaja diluar batas normal, dimana MD anak seorang pejabat Dirjen Pajak melakukan kekerasan kepada D anak seorang petinggi GP Anshor. Kasus tersebut menjadi trigger bagi netizen Indonesia dengan kejeliannya menguliti habis latar belakang keluarga MD yang dikategorikan sering pamer kekayaan di media social dan terkuaklah harga kekayaan yang tidak wajar yang dimiliki oleh bapaknya yang pejabat Dirjen Pajak tersebut. Kasus tersebut bergulir dan menggulung makin besar karena ketidakpuasan akan informasi dakwaan hukuman yang dijelaskan kepolisian pada tingkat polres yaitu pasal kelalaian, dakwaan dan jumlah tersangka kemudian direvisi setelah kasus tersebut diambil alih oleh Mabes Polri.
Kasus tersebut, menjadi trigger oleh netizen menjadi "polisi cyber" untuk terus berlanjut mengamati dan mengekspose gaya pamer kekayaan yang dilakukan oleh para ASN baik di kementrian keuangan maupun di instansi pemerintah lainnya. KPK mendapatkan permintaan untuk mengusut harta-harta yang tidak wajar yang sering dipamerkan oleh pribadi maupun keluarga para pejabat ASN tersebut.
Bola salju kasus tersebut menggelinding lebih besar lagi, setelah Menkopolhukam Mahfud MD yang menjabat 3 tahun, membeberkan adanya transaksi keuangan janggal di Direktorat Bea Cukai dan Pajak sebesar Rp. 349 T atas dasar analisa inteligen PPATK. Menindaklanjuti ini, pembahasan panas terjadi antara Menkopolhukam dengan komisi III DPR atas beda penafsiran terkait kewenangan untuk menginformasikan data agregat Rp. 349T dan perbedaan penafsiran data tersebut antara Menteri Keuangan yang hanya menganggap hal tersebut kekurangan bayar pajak dan indikasi transaksi janggal pegawai kementrian keuangan hanya sebesar Rp. 3 T. Dilain pihak Menkopolhukam menjelaskan transaksi janggal tersebut bukan hanya masalah pajak tapi terkait dengan indikasi transaksi pencucian uang, serta transaksi yang melibatkan pegawai kementrian keuangan sebesar Rp. 35 T.Â
Menjadi menarik, untuk menelaah lebih lanjut polemik transaksi 349T tersebut terhadap sisi pendapatan dari APBN kita. Di berita banyak didiskusikan salah satunya dari sudut pandang Yusril Ihza Mahendra yang menyebutkan polemik tersebut berpotensi melemahkan nvestasi asing ke Indonesia, dengan demikian mengurangi potensi pendapatan baik dari sisi income maupun dari sisi pajak. Dijelaskan olehnya, umumnya polemik terkait korupsi diinformasikan oleh LSM bukan pejabat publik, dan investor di beberapa negara dengan adanya polemik ini cenderung berpikir jika berinvestasi di Indonesia maka untuk urusan bea cukai dan pajak, jikapun membayar maka akan dikorupsi, dan jika ingin ada pengurusan maka harus ada uang pelicin, hal tersebut tentu membuat investor lain akan melirik ke negara lain. Kepercayaan terhadap Dirjen Pajak juga menurun yang dikawatirkan dengan adanya gerakan menolak membayar pajak.Â
Dilain pihak, sebagian besar masyrakat Indonesia, sangat mendukung Menkopolhukam yang jabatannya sekaligus sebagai ketua Komite Tindak Pindana Pencucian Uang untuk mengungkapkan sejelas-jelasnya transaksi janggal 349 T untuk menghindari budaya korupsi dan pencucian uang yang tentunya merugikan negara. Â Dengan hilangnya korupsi dan transaksi-transaksi pencucian uang untuk menghidari beacukai serta pajak tentunya akan menambah tingkat pendapatan. Momen ini juga dianggap sebagai momen pas untuk kementriaan keuangan menunjukan kredibilitasnya dalam mendisiplinkan para ASN di lembaga tersebut dan dapat menjadi ajang untuk meningkatkan kepercayaan publik apabila pendisiplinan ini dilakukan secara tepat dan komitmen ditunjukan dengan tegas oleh Presiden dan Mentri Keuangan. Tidak dapat dipungkiri, justru hal ini dapat memanfaatkan bencana kasus transaksi 349T sebagai peluang untuk menarik simpati investor dan publik dalam hal meningkatkan pendapatan di masa depan. Â Bukan lah hal yang tidak mungkin,kebijakan defisit APBN selama ini yang dipilih karena belanja negara melebihi pendapatan negara dapat berubah menjadi surplus APBN ke depannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H