[caption caption="Stupa yang ditemukan di Situs Solok Sipin, Kota Jambi sumber foto. KITLV"][/caption]Adalah seorang Belanda, Dr C.J. Neeb yang mengabarkan kisah itu. Melalui tulisannya berjudul Het Een en Ander Over Hindoe Oudheden in het Djambische yang diterbitkan tahun 1902, ia menyebutkan mengenai legenda atau persisnya dongeng terkait keberadaan situs Solok Sipin.
Sejarah mencatat, setidaknya ada lima temuan di situs Solok Sipin yang berada di tengah Kota Jambi tersebut. Temuan itu berupa stupa dan empat buah arca atau juga disebut makara.
Menurut Neeb bahwa tempat dimana makara tersebut ditemukan dulunya merupakan pendopo rumah Pangeran Ratu yang digunakan sebagai tempat duduk. Cerita yang masih hidup di masyarakat, memang konon situs Solok Sipin yang menghadap Sungai Batanghari adalah tempat peristirahatan keluarga sultan Jambi di masanya.
Tapi, Neeb membagi kisah yang lebih “seru” dari sekadar tempat rehat Pangeran Ratu. Ada cerita serupa kisah Malin Kundang terkait keberadaan empat makara di situs Solok Sipin. Kutukan orang kepada orang lain sehingga menjadi batu. Ia meriwayatkan cerita dari penduduk setempat.
“Pada zaman dahulu di tempat itu sedang berlangsung upacara pernikahan, lalu datang orang asing bertanya mengenai perayaan yang sedang berlangsung. Orang-orang yang sedang berpesta tidak mengerti bahasa orang asing itu. Ketika berkali-kali bertanya namun tidak mendapat jawaban, orang asing itu menjadi marah dan berkata: “Apabila kalian tidak mau menjawab maka saya akan membuat kalian diam abadi”. Lalu semua yang berpesta berubah menjadi batu,” tutur Neeb.
Anda dan juga saya tentu tak percaya kisah itu nyata. Sekalipun cerita kutukan terhadap Malin Kundang –yang sama-sama soal kutukan- begitu hidup dan acap dikisahkan.
Neeb, mendasarkan ketidakpercayaannya pada alasan sederhana. Seharusnya ada lebih dari empat batu (makara) karena yang hadir di pesta tentu jumlahnya lebih banyak. Itulah dongeng “ala Malin Kundang” yang dibagi Neeb terkait paut keberadaan makara di Solok Sipin.
Kini, legenda itu tak lagi terdengar. Seperti halnya kejayaan Solok Sipin di masa lampau yang juga kini terasa senyap juga sayup. Saya tak yakin, jika siswa-siswa sekolah dasar hingga menengah di Jambi tahu dan pernah ke situs ini. Mereka tentu lebih familiar dengan situs Muarajambi.
Dalam sebuah laporan yang ada di BPCB Jambi, arkeolog kenamaan Indonesia, Prof Soekmono menyebut situs Solok Sipin sejatinya luas dari yang terpelihara sekarang. Sayang, saya lupa mencatat berapa perkiraan luasan tersebut. Ekskavasi oleh Pusat Arkeologi Nasional pada 1983 mendapati ada susunan bata melingkar seperti sumur di Solok Sipin. Sayang, kini temuan itu tak berwujud lagi. Ekskavasi kala itu juga gagal memperlihatkan denah seluruh bangunan. Tim hanya mampu menampakkan sisa bangunan bata.
Begitulah, situs Solok Sipin dan juga beberapa situs-situs lainnya gagal mengabarkan kejayaan masa lalunya. Ceritanya terkubur oleh struktur bata dari zaman kekinian. Empat makara, satu arca dan satu stupa masih sebatas eksordium (pengantar) dari “monumen” yang dinamai Solok Sipin.
*Foto: Makara yang ditemukan di Solok Sipin, sumber:KITLV