Seorang kenalan -kepadanya dulu saya mengontrak rumah-menelpon saya. Ia mengabari, bahwa adiknya tertangkap karena memiliki narkoba jenis sabu-sabu. Berapa jumlah sabunya, saya tak tahu. Ia juga mengabari hari itu, adiknya akan disidang perdana.
Yang menarik perhatian saya adalah, bahwa sabu-sabu itu diperoleh adiknya dari seorang oknum anggota polisi di kota tempat tinggal saya. Saya yakin dan percaya, apa yang dikatakan kenalan saya itu benar adanya. Terlebih, sejumlah pemuda di tempat kenalan saya tinggal-masih menurut dia-kerap mendapatkan pasokan barang haram itu dari oknum polisi tadi.
Dan masih katanya, oknum tersebut memang dikenal sebagai Bandar. Informasinya sih, tidak sedikit anggota korps seragam coklat mengetahui hal itu. Ketika si adik kenalan saya ditahan di lapas, menunggu proses hukum untuk persidangan, si oknum tadi ternyata ada di lapas. Bukan sebagai tahanan, melainkan ia membesuk tahanan lapas. Nah, kebetulan tahanan yang dikujungi itu mantan anggota polisi. Ia ditahan lantaran kedapatan mengonsumsi narkoba.
“Ah, kok sepertinya kian nyata saja,” batin saya ketika disuguhi cerita itu oleh istri kenalan saya.
Saya tahu, teman saya itu tengah mencari keadilan. Ia rela adiknya dihukum sesuai kesalahannya, tapi ia juga meminta jangan diabaikan pengakuan sang adik soal keterlibatan oknum aparat tadi. Kalau tidak salah ia telah melapor ke Propam yang menangani anggota polisi yang bandel-bandel. Bagaimana kelanjutannya,…entahlah…
Alih-alih diusut, hingga kini oknum polisi itu justru tetap beraktivtas seperti biasa. Bahkan, di BAP disebut, oknum tersebut sedang dalam pencarian karena menghilang. Ah, kentara nian aroma permainan dan kongkalikong. Dimana bersih-bersih yang dilakukan Kepolisian. Kini, kasus tersebut masih dalam proses persidangan di pengadilan negeri.
Tulisan ini saya buat, sebagai bentuk simpati saya pada kenalan saya tadi. Terlebih saya tidak bisa berbuat banyak seperti yang dia harapkan. Mana tau, semoga saja, tulisan ini bisa didengar oleh penegak hukum yang masih ingin Kepolisian berada pada jalurnya. Atau mungkin saja, satgas mafia hukum. Atau kompasianer bisa membuka jalan itu. Kepada teman saya, maafkan saya. Semoga kebenaran ini nanti akan terkuak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H