Tapi, sesungguhnya bangsa ini sudah sedari dulu akrab dan mesra dengan produk China, bahkan hingga kini. Sejak dulu hubungan dagang nusantara dengan China telah ada.
------
Pasca CAFTA, kita seolah dibuat kurang berdaya dengan gempuran produk China. Keunggulan yang sudah jadi pengetahuan umum adalah, bahwa produk China menawarkan harga lebih murah dengan kualitas nyaris sama dengan produk kebanyakan. Untuk yang terakhir tentu tak selalu begitu, tentunya. Tapi godaan harga yang murah itulah yang menjadi jawab atas fenomena begitu digemarinya produk China di tanah air.
Menghadapi produk China-dalam artian diimpor dari China- wajar saja bila pemerintah bisa dibuat gusar. Itu menyangkut daya saing produk local, yang bisa jadi berujung pada nasib produk local dan tentu para pekerjanya. Elektronik termasuk produk China yang cukup digemari di sini. Ahai, jadi teringat jika istri saya beberapa bulan lalu, baru saja membeli ponsel merek China. Tapi, beberapa minggu lalu, sudah bermasalah.Hahaha..
Tapi, sesungguhnya bangsa ini sudah sedari dulu akrab dan mesra dengan produk China, bahkan hingga kini. Sejak dulu hubungan dagang nusantara dengan China telah ada. Hingga akhirnya mereka menetap di sini lalu memproduksi nya di tanah air. Saudagar China yang memilih menetap di nusantara memiliki andil.
Sangat banyak produk China yang sangat-sangat lawas bertahan di negeri ini. Bahkan, beberapa di antaranya seolah menjadi ikon. Mereka adalah produk China yang diusahakan di tanah air, awalnya dikembangkan oleh warga China yang mencari penghidupan di sini.
Saya mengutip Majalah Tempo yang pernah melansir sejumlah produk yang sangat lawas. Aneka macam produk itu mampu bertahan dan utamanya itu adalah produk China.
Jamu Jago
Siapa tak tahu dengan jamu yang satu ini yang kini identik dengan ahli kelirumulogi Jaya Suprana. Adalah Tjoeng Kwaw Suprana yang kedatangan tamu. Ternyata tamunya mengaku sebagai pangeran Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tamunya berpesan agar Suprana menggunakan nama Jago untuk usahanya yang dimulai sejak 1917 itu. Kini, Jaya Suprana yang merupakan generasi ketiga mendirikan Museum Rekor Indonesia.
Jamu Nyonya Meneer
Ada lelucon, wanita yang paling lama berdiri adalah Nyonya Meneer, karena ia berdiri sejak 1919. Meski bukan kerturunan Belanda, Lauw Ping Nio sang pendiri jamu ini kerap dipanggil Menir. Ia adalah keturunan China yang lahir di Sidoarjo. Adapun usaha jamunya ia mulakan di Semarang. Dalam perjalanannya, konflik internal keluarga sempat menggoyang usaha ini hingga orang dekat Soeharto, Sudomo ikut menjadi penengah.