Selama menumpang moda transportasi umum, utamanya jenis travel, perjalanan yang saya tempuh Jumat (1/7) lalu memberi kesan sekaligus membongkar memori lama saya. Perjalanan yang merupakan bagian dari rencana liburan saya dari Jambi-Mojokerto-Malang, menjadi kejutan. Inilah rute ekstrem untuk angkutan umum diluar rute konvensional, melewati Tahura R Soeryo. Belakangan, ketika saya sudah berada di rerimbunan pohon di tahura, baru menyadari bahwa lima tahun lalu, saya melintasi jalan ini. Mengendarai motor menembus hujan yang mengguyur tahura dengan ketinggian 1.000 hingga 3.000 mdpl itu.
Mojokerto-Malang semula akan saya tempuh dengan menumpang sepeda motor. Rencana berubah begitu mendapati adanya travel dengan ongkos yang relatif murah untuk kenyamanan dan memperpendek waktu tempuh.Kemacetan di Japanan yang sempat menghantui, pupus ketika sopir yang menjemput mengatakan, ia memilih melewati jalur Mojokerto-Batu-Malang.
Setahu saya, kebiasan sopir angkutan umum dalam menempuh Mojokerto-Malang adalah melewati Japanan-Pasuruan-Malang. Itu tentu saja jalan arteri. Adapun jalur taman hutan raya (Tahura) R Soeryo yang sejatinya membelah hutan merupakan jalan alternatif yang jarang digunakan. Di sinilah menariknya.
Bila Anda belum pernah melintasi jalur ini, ada baiknya dicoba. Jika mengendarai mobil, dan mudah mabuk darat, siapkan mental. Boleh saja di awal perjalanan, pandangan mata terpuaskan dengan panorama alam yang asri ketika melewati Pacet, Mojokerto. Pacet sebagai daerah yang sejuk karena secara geografis berada di kaki Gunung Welirang menawarkan keindahan alamnya yang hijau.
Oh iya, Pacet merupakan daerah yang memiliki destinasi wisata andalan berupa sumber mata air sekaligus tempat pemandian dan sejumlah air terjunnya (coban). Di kiri kanan jalan yang terus menanjak, kita akan disuguhi hamparan sawah, hutan pinus, hingga vila-vila dan penginapan yang banyak berdiri di sana. Pemandangan dari ketinggian yang menyajikan keelokan alam daerah di bawahnya, sayang untuk dilewatkan.
Puas memanjakan mata, bersiaplah dengan kantung plastic untuk menampung muntah. Itu tentu bila tak terbiasa dengan jalur yang banyak tikungannya. Belokan yang mulai mengocok isi perut dalam jarak sekian meter akan mulai ditemui beberapa kilometer jelang memasuki kawasan Tahura R Soeryo. Intensitasnya akan semakin sering ketika berada di kawasan hutan seluas 25 ribu hectare tersebut.
Saya yang lama tak berpergian jauh, sempat merasakan mual karena terus diguncang. Apalagi saya duduk di bagian belakang, jadilah hentakan mobil semakin terasa. Seorang penumpang di depan saya, anak, dan istri, sempat muntah beberapa kali karenanya. Eits, penumpang itu anak-anak lho, bukan orang dewasa, heheheh…Rasa mual ingin mengeluarkan sejumlah isi perut juga dirasakan istri saya.
Beruntung, ruas jalan yang sempit dan jalan mendaki, membuat mobil tak dilajukan dengan kencang. Bila tidak, mungkin sedari awal saya muntah. Selama melintasi tahura sepanjang sekira 30 kilometer, sangat banyak tikungan, entah berapa jumlahnya.
Tapi, keindahan alam di sini sayang pula bila dilewatkan. Keindahan panoramanya setidaknya menjadi penyejuk bagi perut yang tengah mual. Maka, nikmatilah perjalanan Anda, siapkan kamera, apapun jenisnya. Bila cuaca cerah, Gunung Welirang akan tampak indah.
Kini, beberapa titik di ruas jalan di Tahura R Soeryo yang sempit sedang dilebarkan. Seperti Jumat lalu, pekerja membuat dam untuk mencegah longsor dan memperlebar jalan. Ini akan sedikit mengganggu perjalanan Anda. Kendaraan harus melintas satu persatu. Beruntung bila sedang sepi yang melintas di sana, bila sedang ramai, tentu akan lebih lama. Di antara rerimbunan pepohonan, saya sempat terpikir, jangan sampai ada pohon tumbang yang menutup jalan. Siapa yang mau menolong? Memutar haluan, aduh sungguh sangat tak mengenakan.
Sekilas Tahura R Soeryo
Seingat saya, ketika melintasi Tahura R Soeryo lima tahun lalu, semak dan aneka perdu yang tumbuh di tepi jalan tak melumat ke tepi aspal. Masih ada jarak, antara pokok dengan sisi aspal terluar. Tapi kini, tumbuhan itu sangat rapat ke badang jalan sehingga mengesankan jalan semakin sempit.
Mengutip situs Kementerian Kehutanan, tahura ini merupakan kawasan Hutan Arjuno Lalijiwo yang ditetapkan sebagai tahura R Soeryo pada 19 September 1992. Berbeda dengan tahura lain yang pernah saya lewati, yakni Tahura Senami di Kabupaten Batanghari, Jambi, di kawasan R Soeryo lebih terbuka untuk public. Akses jalan aspal itu buktinya, selain sejumlah sumber air panas di dalam huran yang bisa dikunjungi. Adapula, Arboretum Cangar yang mengoleksi tanaman langka, arboretum Sumber Brantas, Gua-gua Jepang.
Tahura ini didominasi tumbuhan jenis cemara. Itu akan mudah kita temui, terutama ketika baru memasuki kawasan ini. Hutan cemara ini juga dimanfaatkan sejumlah orang untuk dijadikan arena outbond. Setahu saya, ini tak ada lima tahun lalu. Pengalaman lima tahun lalu itulah yang menjadikan pengalaman perjalanan barusan menjadi kian berkesan bagi saya. Sekalipun ekstrim bagi saya, tapi tiap jengkalnya menjadi pengobat rindu masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H