Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembodohan Umat Ala Pak “Kyai”

22 Agustus 2011   12:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuatu hal yang luar biasa atau tepatnya terlihat luar biasa kerap menghipnotis kita. Lalu dibuat berdecak kagum yang menyingkirkan sejenak nalar dan akal sehat. Apalagi bila sesuatu yang luar biasaa itu berkaitan dengan agama. Ah, mungkin lebih pasnya, dikait-kaitkan dengan agama.

Banyak contoh yang ditemukan di tengah masyarakat mengenai hal ini.  Ironisnya, itu dipercaya oleh masyarakat kebanyakan karena ketidaktahuan dan kadung takjub karena yang dikaguminya itu ada embel-embel kyai, pak kyai, ulama, ustad. Ah jangan saja sampai waliyullah.

Sebuah contoh sederhana yang sampai sekarang sesekali masih saya dengar kendati amat jarang. Pernah dengar ilmu lipat bumi? Konon dengan ilmu ini seseorang bisa berada di dua tempat  sekaligus dalam waktu bersamaan. Ceritanya, dengan ilmu itu seseorang  melaksanakan sholat jumat di masjidil haram, walaupun secara fisik jasadnya ada di tempat lain yang terpaut jarak entah berapa ribu kilometer.

Dulu, sewaktu masih sekolah dasar cerita ini sering sekali saya dengar. Mulai dari cerita sesama teman hingga katanya dan katanya. Walaupun kenyataanya saya belum pernah melihat langsung ada “Pak Kyai” yang sholat di tanah suci sedangkan tubuhnya ada di Indonesia, atau dimana pun selain di tanah suci.

“Pak kyai itu kalau sholat Jumat di Makah,” begitu kalimat cerita yang mengesankan “saktinya” sang pak yai.

“Dia kalau Jumatan badannya saja di kamar, tapi sebenarnya dia lagi jumatan di Makah.” Begitu kalimat lainnya.
Padahal sih, kalau kita mau jeli keliatan sekali bohongnya orang-orang yang “mengampanyekan” hal itu. Lha, perbedaan waktu antara Arab Saudi dengan Indonesia saja terpaut empat jam. Artinya, ketika sekira jam 12.00 waktu di Indonesia, di Saudi sana masih pukul 08.00 pagi.
Mungkin kiranya perlu “digerebek” pak yai yang tidur di kamar dan disebut-sebut jumatan di makah itu.
Tok…tok…
Kita ketok pintu pak “Kyai”.
“Maaf pak kyai, bangun dulu. Sholat di sini dulu aja, di Makah masih pagi, orang di sana masih dhuha. Ntar kalo sudah jumatan di Indonesia, silakan deh ke Makah.” Atau, telepon aja pak yai pake telkomsel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun