Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Koin Sastra atau Sastra Koin

14 April 2011   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

#KoinSastra. Oke, saya mulai saja tulisan ini dari situ. Memulai dengan mengetik kata itu -#-K-o-i-n-S-a-s-t-r-a. Menulis hastag yang di twitter merupakan dukungan yang digagas seniman, sastrawan, budayawan, untuk membantu Pusat Dokumentasi Sastra (PDS)  HB Jassin agar tetap membumi, dalam arti sebenar-benarnya, benar ada di bumi. Tak hilang secara fisik telebih hapus dalam sejarah.

Meski tidak berbuat lebih atau tepatnya tidak berbuat apa-apa untuk keberlangsungan PDS HB Jassin yang kurang mendapat perhatian pemerintah itu, tapi setidaknya sejak dua hari lalu, saya memasang logo #KoinSastra di wallpaper BB saya. Semoga saja sedikit menggambarkan keprihatinan atas nasib PDS.

Sastra. Saya merasa awam dengannya. Sekalipun saya suka menulis puisi atau cerpen. Pengetahuan saya tentang sastra, kesusastraan amat minim. Sentuhan saya masih sebatas menikmati dan mencoba menulis.

Koin sastra tentu tidak sama dengan sastra koin. Kerananya, jangan terlalu serius pula dengan tulisan yang saya buat menjelang pulang kantor ini. Sastra koin hanya dua kata yang melintas di pikiran saya saja begitu membaca #KoinSastra. Sebagaimana saya ingat akan kata Sastra Selangkangan yang diarahkan oleh entah siapa kepada penulis lainnya.

Sastra koin anggap saja ia berupa sastra hasil pesanan. Ia dibeli dengan imbalan sejumlah mata uang. Karena ia pesanan, tentu ada maksud tertentu lagi khusus terhadap karya sastra koin itu sendiri. Bahkan bisa jadi, sastra ini menjadi propaganda untuk tujuan tertentu pula.

Jadi teringat saja, bahwa sejarah kesusastraan kita pernah ada –sebut saja konflik- antara Lekra di satu pihak dengan Manikebu di pihak lain. Anda yang punya banyak pengetahuan mengenai hal ini, sila berbagi kepada saya. Yang jelas, bila disebut Manikebu dan Lekra, beberapa kata yang muncul dari alam bawah sadar saya adalah, PKI, Taufiq Ismail, Pramoedya. Bagi saya yang awam, hanya heran bagaimana sastra yang harusnya luhur bisa dikotomi.

Koin sastra dan sastra koin tentu tidaklah sama bukan. Koin sastra menurut saya menjadi gerakan bahwa koin yang dianggap tak bernilai bisa memiliki nilai lebih. Ia sekaligus sindiran dan tamparan bagi pengabai PDS HB Jassin. Sementara sastra koin……Ah sudah...saya pulang dulu, semoga Sastra Menyatukan Kita sebagaimana judul berita di Kompas hari ini....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun