Mohon tunggu...
Rachmawan Deddy
Rachmawan Deddy Mohon Tunggu... Jurnalis - Profesional

Sarjana Pertanian yang berladang kata-kata. Penulis buku Jejak PKI di Tanah Jambi dan Jejak Sejarah Lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rusaknya Situs Candi Muaro Jambi

22 Juli 2010   08:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:40 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_201513" align="alignleft" width="500" caption="menapo yang tegerus. hendridunan/tribun jambi"][/caption] [caption id="attachment_201527" align="alignleft" width="300" caption="candi astano, salah satu candi di situs candi muaro jambi. hendri dunan/tribun jambi"][/caption] Saya tak habis pikir ketika melakukan editing sebuah berita yang dibawa teman wartawan. Sebuah kegiatan pengerjaan jalan sedang berlangsung di dalam kompleks situs candi Muaro Jambi, sebuah situs candi yang ada di Provinsi Jambi yang lebih luas dari kompleks candi Borobudur. Bahkan, disebut-sebut sebagai kawasan candi terluas di Asia Tenggara. Memori saya langsung teringat akan proyek pusat informasi majapahit (PIM) yang kontroversi itu. Belakangan kegiatan itu dihentikan setelah menuai derasnya sorotan, meskipun sejumlah bagian penting dari situs yang ada di Trowulan itu rusak. Nah, di kampung saya, peristiwa serupa tapi tak sama juga terjadi.  Kemarin, ada proyek pengerjaan jalan dikerjakan di sana. Jalan sepanjang sekira 1,5 kilometer. Informasinya, itu merupakan proyek milik pemda setempat dan dikerjakan oleh anggota TNI dengan nama proyek karya bakti TNI. Saya yakin seyakin-yakinnya, haqul yakin malah, bahwa aparat keamanan itu memiliki kecintaan yang besar terhadap NKRI. Tapi sayang beribu sayang, pengerjaan jalan itu telah merusak situs yang memiliki sedikitnya tujuh candi tersebut. Sebuah alat berat menggerus sejumlah menapo (gundukan batu candi yang belum dipugar dan masih terkubur) yang memendam sejarah masa lalu. Alih-alih bisa terkuak kebudayaan lampau, Dinas Pariwisata, BP3 setempat sangat menyayangkan kegitan proyek tersebut. Upaya mereka menghentikan kegiatan, justru terbentur birokrasi. Ah, sebegitu hebatkah birokarasi sehingga berubah menjadi aksi vandalisme. Terlalu berlebihan kiranya disebut vandalisme. Aparat sendiri mengaku, mereka akan mengalihkan ekskavator tatkala menemui menapo. Namun selesaikah sampai disitu? Barangkali benar kiranya apa yang dikatakan Derek Walcott, penyair yang kalau tidak salah ingat pernah menerima nobel. ''Jika sejarah di ambang sirna, maka yang lahir adalah tirani dan kebodohan.” Selamat tinggal sejarah, selamat datang kebodohan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun