Menarik juga mencermati kisah di mana ada istri pejabat yang marah hingga sampai menampar petugas Aviation Security (Avsec) di Bandar. Rada geli juga membaca kisahnya, kok bisa-bisanya penumpang pesawat menampar petugas Avsec. Adakah yang salah dalam prosedur pemeriksaan di bandara di Indonesia? Atau bisa jadi yang bersangkutan kurang 'piknik' sehingga berlaku arogan di bandara. Well, Lantaran aku sudah sering 'piknik', aku ingin berbagi pengalaman tentang prosedur pemeriksaan penumpang pesawat terbang di bandara-bandara di Amerika Serikat. Semoga cerita ini menjadi bahan refleksi kita.
Setelah peristiwa 9/11 tampaknya untuk masalah keamanan di bandara-bandara di Amerika Serikat menjadi hal yang sangat prioritas untuk diperhatikan. Meski kejadian itu telah lama berlalu, tetapi kelengahan sedikit saja, tak bisa ditolerir. Di Bandara Helena, negara bagian Montana, misalnya, meski bandara ini relatif kecil dan bukan bandara utama, tetapi untuk prosedur keamanannya tak beda dengan bandara-bandara besar lainnya di negeri Paman Sam. Di dekat ruang pemeriksaan, pas pintu masuk tertulis quote warning atau poster peringatan  bagi para petugas Avsec untuk tidak mengendorkan kewaspadaan dan ketelitiannya sedikit pun dalam memeriksa setiap penumpang. Di poster itu tertulis dengan jelas, "We never forget 9/11". Sayangnya aku tak diperkenankan mengambil tulisan yang menarik itu.
Begitulah, setiap kali ke bandara untuk berpergian ke kota-kota lainnya di Amerika, aku diminta oleh pendampingku untuk datang lebih awal. Meski jadwal penerbangan tertera pukul 11 misalnya, kita harus sudah tiba di bandara sekitar pukul 09.30. Ada spare waktu sekitar 30 menit untuk menjalani pemeriksaan fisik dan barang bawaan sebelum kita dinyatakan clear and clean untuk naik pesawat.
Lepas dari pemeriksaan pertama ini, barulah kita memasuki bilik (tembus pandang) pemeriksaan. Sebelum masuk, kita harus melepaskan seluruh benda logam yang melakat pada tubuh kita, sepeti gesper, cincin, jam tangan, dompet, bahkan hingga sepatu. Semuanya dimasukkan dan dikumpulkan dalam satu wadah/tempat. Karena banyaknya barang yang harus ditanggalkan, maka setiap penumpang memerlukan minimal dua wadah untuk menaruh barang-barangnya. Praktis hanya baju, celana, dan kaos kaki saja yang melekat di badan. Tak lebih. Saat memasuki bilik itu, kaki harus dalam posisi terentang, dan tangan diangkat ke atas. Setelah dirasa pada posisi pas, mulailah sejenis sinar tak terlihat 'menembak' tubuh kita, memastikan bahwa tubuh kita clear. Lepas dari bilik itu, kita keluar untuk mengambil dan mengemasi kembali barang-barang yang tadi kita tanggalkan dan tertaruh di wadahnya.
Dan, inilah yang terjadi padaku. Jauh sebelumnya aku sudah diwanti-wanti bahwa setiap barang atau cairan dilarang dibawa ke dalam bagasi pesawat. Rules itu aku patuhi dan camkan benar-benar. Namun sayangnya, lantaran sering kali bongkar pasang koper dan re-packing karena harus pindah-pindah kota (states), maka terlewatlah sebuah botol kecil, masuk ke tas besar. Ya, biasanya aku tak pernah lupa memasukan odol, parfum, deterjen ataupun sejenis barang cairan lainnya, termasuk obat-obatan pribadi ke dalam koper besar. Lha kok bisa ada satu barang yang luput masuk ke koper besar itu. Ingatnya pas saat koper besar sudah masuk ke jalur bagasi.
Aku baru menyadari ada sesuatu yang salah pas aku membuka resleting tas kecil untuk mengambil paspor. Oalah, ternyata ada botol kecil madu terselip di dalamnya. "Wah gimana ini?" batinku. Padahal biasanya botol kecil isi madu itu ada di koper besar. "Ah, abaikan saja, semoga saja lolos," batinku.
Aku sengaja membawa madu ke Amerika lantaran madu itu bukan sembarang madu. Itu adalah madu "Wadi Bin Ali", madu obat. Sangat manjur tatkala badan kurang fit dan kondisi tubuh lemah. Aku bawa ini lantaran badanku memang ringkih. Gampang masuk angin. Madu ini semacam 'jimat' bagiku sebagai bekal (obat) kepergianku ke Amerika. Makanya, pas ada madu di tas kecil itu, kaget juga aku. Aku khawatir madu ini akan jadi masalah lantaran tergolong benda cair.
Saat pemeriksaan fisik (di bilik tembus pandang) aku lalui dengan lancar, maka tibalah saat mengambil barang-barangku yang telah masuk melalui mesin pemeriksaan yang terpisah. Ternyata tas kecilku belum keluar juga dari mesin pemeriksa. Di komputer kulihat petugas meneliti dengan saksama isi tasku. Tampaknya ia tahu bahwa ada botol atau cairan dalam tas itu. Kekhawatiranku terbukti. Sejurus kemudian, petugas itu memerintahkan temannya untuk mengambil tas kecilku untuk dilakukan pemeriksaan (fisik) langsung. Nah, kejadian juga akhirnya, batinku. Oleh petugas madu itu ditemukan, dan diambilnya.
Dengan setengah berteriak, petugas itu berkata, punya siapa tas ini? Mengacunglah aku. Lalu proses interogasi pun dimulai. Ditanya olehnya, barang (botol) apa ini? Dengan sedikit gugup kujelaskan bahwa botol itu adalah obat. "Hi, Buddy, It's only honey, like jelly, no water," terangku padanya. Meski aku menjelaskan bahwa botol kecil itu bukan sembarang cairan, namun ia tetap pada aturan bahwa sesuatu yang bersifat cair, meskipun itu madu, tidak boleh lolos ke dalam pesawat. Jiahhh kejadian juga deh.
Aku masih berharap madu itu akan lolos. Aku hubungi pendampingku yang telah menunggu di luar area pemeriksaan. Aku terangkan padanya bahwa barangku ada yang disita. Aku berharap ia, dengan passport USA-nya, dapat meminta keringanan ke petugas supaya maduku lolos. Pendampingku sendiri sudah yakin usahanya akan sia-sia, tetapi karena aku memaksa, dicobanya juga untuk meloby petugas itu. Â Ia coba menerangkan ke petugas bahwa cairan itu just honey, dan untuk obat! Namun tetap aja si petugas Avsec tak meloloskannya. Ia kunilai saklek menerapkan aturan, atau memang demikianlah SOP-nya.