Jas, baik yang biasa dipakai oleh orang gedean atau pejabat negara maupun oleh rakyat kebanyakan yang hendak melangsungkan akad nikah, lazimnya memiliki dua kancing. Kancing atas dan bawah. Bahkan model jas terbaru, hanya punya satu kancing. Saya sendiri tak tahu mengapa kebanyakan model jas menyematkan hanya dua kancing dan jarang sekali yang menyematkan tiga atau empat kancing.Â
Nah, bicara mengancingkan jas ternyata ada manner-nya, ada aturan dan tata caranya, tak sembarang mengancingkan jas, lalu beres. Lho kenapa saya menyinggung masalah jas? Cerita tentang pemakaian jas ini saya peroleh saat akhir lawatan di Washington DC. Alhamdulilah, Departement of State USA berbaik hati dengan memberikan kesempatan pada saya untuk mengunjungi salah satu gedung bersejarah dan menjadi icon Amerika Serikat ini.
Patung-patung itu adalah patung para senator legendaris yang mewakili tiap negara bagian. Jadi, ada 50-an patung di dalamnya. Yang menarik perhatian saya adalah patung-patung itu dibuat nyaris menyamai bentuk aslinya. Mereka hampir semuanya berjas lengkap dengan dasi mengikat lehernya. Kalaupun tidak berjas, mereka mengenakan pakaian kebesaran dari negara bagian masing-masing. Busana yang dikenakan oleh senator dari California misalnya memakai pakaian laksana pengkhotbah atau penyeru agama.
Kala itu, presiden dikritik lantaran tidak mengancingkan kancing paling bawah dari jasnya. Yang di kancingkan --kalau tak salah-- hanya satu kancing saja, yakni kancing yang tengah. Mereka (para pengkritik) mengomentari penampilan berbusana presiden lantaran tidak full mengancingkan jasnya. Lalu pihak yang mengerti tata aturan berbusana jas, tampil membela presiden. Mereka katakan bahwa apa yang dikenakan oleh presiden sudah benar dan tepat.
Saat itu, --dari perdebatan yang terjadi-- saya tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang layak untuk dijadikan acuan dan pedoman, lantaran keterbatasan saya dalam mencari referensi baik berupa gambar ataupun melihat langsung para pemimpin dunia dalam memakai jas. Tadinya saya kira kancing-kancing yang melekat di jas itu hanya sekadar ‘aksesoris’ saja, dan mengancingkannya pun tidak ‘terikat’ aturan, namun tidak demikian adanya.
Ternyata tata cara berjas atau lebih tepatnya tata cara mengancingkan jas telah sejak dulu diterapkan, jauh sebelum kita mengenal jas sebagai pakaian resmi sehari-hari. Saya baru ‘ngeh’ ketika memasuki gedung yang memiliki 658 jendela itu. Saya lihat patung-patung yang berada di dalamnya, dimana hampir kesemuanya memakai jas. Saya amati dengan seksama patung itu, yakni bagaimana tokoh dalam patung itu mengancingkan jasnya.
Begitulah, tampaknya aturan berbusana atau berjas telah diterapkan secara ketat dalam budaya mereka. Hampir tak ada pakem yang dilanggar dalam per-jas-an tersebut. Dan, setelah melihat ornamen patung di gedung yang memiliki 540 kamar itu, tampaknya Presiden Indonesia telah tepat dalam mengancingkan jasnya.
Note: Foto koleksi pribadi kecuali ilustrasi paling bawah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H