Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bangsa yang Takkan Lupa Akan Sejarahnya

3 Juni 2016   14:27 Diperbarui: 3 Juni 2016   14:34 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalur yang membentang sepanjang lebih kurang 1,2 kilometer itu tertata rapi dan anggun dengan pohon-pohon sakura yang menaunginya. Kuamati sebagian mulai bermekaran. Banyak burung-burung terbang dan hinggap di pepohonan dalam kawasan yang diapit oleh Independence Avenue dan Constitution Avenue. Kawasan ini memang menjadi icon-nya Amerika, atau Washington DC secara khusus. Banyak film-film yang pernah menjadi box office mengambil gambar di kawasan seluas lebih kurang 160 hectare ini.

Beberapa remaja kulihat sedang bermain piring terbang. Adapula sekelompok remaja yang bermain bola. Ya, taman berumput itu memang luas, dengan monument tinggi menjulang di tengah-tengahnya, persis seperti Monas di Jakarta. Berada dalam suatu kawasan yang memang di-design dan diniatkan untuk sebagai memorial. Mengenang berbagai peristiwa maupun figure seseorang yang pernah berjasa pada Amerika.

Pandangan kualihkan ke arah Tidal Basin. Tampak beberapa pasang turis asyik memadu kasih di taman rumput yang luas. Adapula yang duduk-duduk menikmati makanan yang dibeli dari truck/van resto yang banyak tersedia disekitar taman yang mengelilingi Washington Monument. Saat aku tiba sekitar jam 03.00 pm, sayangnya beberapa truck resto telah bersiap tutup, ini berarti makanan yang mereka siapkan telah habis. Meski demikian ada satu dua yang masih buka, namun antriannya sangat panjang. Aku tak tertarik untuk ngantri lantaran kulihat menu yang ter-display di body truck kurang cocok dengan lidahku.

Aku berjalan menjauh, mencari tempat yang pewe untuk berhenti dan duduk sejenak sembari menggigit apel, jatah sarapan pagi di hotel yang sengaja ku selipkan di tas sebagai bekal makan siangku. Ya, siang itu aku hanya makan roti dan apel untuk pengganjal perutku. Sebelum menelan sisa gigitan yang terakhir, kubasahi kerongkonganku dengan air. Meskipun lunch kali ini tanpa nasi, namun aku yakin sanggup untuk meng-explore kawasan di sekitaran ‘Monas-nya’ Washington hingga berjalan ke arah Lincoln Memorial ini.

Sebelum aku mengukur jalan, Mas Hengky, penghubung kami selama program #IVLP di Amerika menjelaskan bahwa di seputaran Washington Monument akan banyak dijumpai memorial dan tugu peringatan yang bagus-bagus untuk di foto. “Sayang kalau Mas Rachmat tak mengabadikannya”, begitu sarannya. Ya, ternyata memang benar adanya. Banyak spot-spot bagus dan menarik untuk kuambil gambarnya, sebagai bukti yang akan kuperlihatkan pada anakku nantinya, bahwa ayahnya yang katro ini pernah ke Amerika, hehe..

Amerika memang negara besar. Dan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Makin besar suatu bangsa, tentu makin banyak pahlawan yang dihasilkan. Amerika, dengan sejarahnya yang panjang, tentu memiliki banyak pahlawan. Para penandatangan deklarasi kemerdekaannya saja, adalah pahlawan-pahlawan mereka, belum lagi pahlawan-pahlawan di medan atau palagan peperangan yang pernah di jalani oleh negara Uncle Sam ini.

Di Wahington DC -sebagai miniaturnya Amerika Serikat- lantaran perannya sebagai ibukota negara, kulihat banyak terhampar patung-patung dan tugu peringatan juga tempat-tempat yang banyak merefleksikan tentang sejarah Amerika. Disini bisa kita lihat tugu atau memorial untuk mengenang Perang Korea dan Perang Vietnam. Kuamati dengan seksama, tertulis dengan jelas dan lengkap nama-nama pahlawan yang gugur atau hilang di kedua peperangan tersebut. Selain itu ada pula monument peringatan tentang Perang Pacipic dan Perang Dunia II. Pembangunan monument ini seolah memaksa kita untuk larut menjadi saksi sejarah akan jiwa patriotisme para veteran yang pernah berjuang dalam beberapa palagan pertempuran

Tak hanya di DC saja, namun di kota/state lain pun demikian. Betapa besar komitmen pemerintah kota untuk menghormati peran dan jasa para pahlawannya. Ada banyak kawasan atau jalan yang diberi nama veteran, seperti Veteran Perang Korea, Perang Vietnam, dsb. Baru kutahu, ternyata dimana bangsa Amerika terlibat peperangan di dalamnya, pasti akan dibuatkan monument atau semacam simbol dan tugu peringatan untuk mengenang para pemberani dan pahlawan mereka. Ya, disini para veteran perang sangat dihargai jasa dan pengabdiannya.

Bertebarannya monument sebagai tanda peringatan akan sebuah peristiwa atau untuk penghormatan para pahlawan yang gugur dimedan perang seakan memperteguh pendapat yang beredar bahwa sekecil apapun pengorbanan seseorang bagi bangsa Amerika, akan dinilai dan diapresiasi dengan baik. Tiap jiwa tak ternilai harganya. Sering kita lihat di film-film betapa Amerika akan mencari seorang warga negaranya sampai ketemu meski harus mengeluarkan biaya besar dengan mengerahkan puluhan bahkan ratusan tentara. 

Itu cuma warga negara biasa, lalu bagaimana bila tentara atau pahlawannya, tentu akan mendapat perlakukan yang lebih. Mereka tahu bagaimana berbalas jasa dan berbalas budi terhadap mereka yang berjuang. Tanpa pahlawan mungkin tidak akan ada kemakmuran dan pembangunan. Tanpa pahlawan bisa dikatakan tidak ada bangsa dan negara Amerika. Amerika tidak lupa akan sejarahnya.

Dalam lamunanku di perjalanan pulang ke hotel, aku merasa iri. Di Indonesia, berapa banyak monument yang berisi palagan dan kisah perjuangkan para pendiri bangsa yang berhasil di abadikan entah berbentuk patung, diorama atau seni instalasi bertema kesejarahan lainnya? Padahal, banyak peristiwa bersejarah yang layak diabadikan dalam wujud miniatur atau dioroma yang artistik, agar jiwa dan semangat para pahlawan akan selalu hadir dalam sanubari rakyat. Kedepannya, perlu ada review menyeluruh terhadap pengembangan kawasan di suatu daerah agar dalam satu kawasan tersebut ada space atau tempat yang dapat menghadirkan semangat kepahlawanan, yang nantinya bisa di saksikan oleh anak cucu kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun