Mohon tunggu...
Rachmat Galuh Septyadhi
Rachmat Galuh Septyadhi Mohon Tunggu... -

Bersenang senang

Selanjutnya

Tutup

Money

Kisruh di West Madura Offshore

24 April 2011   08:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:27 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapangan West Madura Offshore (WMO) hingga kini masih diwarnai pro kontra mengenai keputusan pemerintah yang akan memberi saham kepada pertamina sebesar 100%. Pihak yang kontra menilai pertamina selama ini belum memberikan wajah baru terhadap produksi dalam negeri. Hal itu terbukti di lokasi lokasi lapangan minyak yang dikuasai pertamina, produksinya tidak berjalan optimal. Mereka juga menilai pertamina hanya mencari peluang untuk meraup keuntungan pribadi para direksinya.  Namun pihak pro atas kebijakan tersebut berbicara atas dasar nilai produksi di lapangan tersebut yang semakin lama semakin turun drastis akibat campur tangan perusahaan asing.

Adalah West Madura Offshore, lapangan minyak yang berada di perairan madura itu cukup kontributif bagi produksi minyak dalam negeri. Rata rata lapangan ini mampu menghasilkan minyak sebesar 19 ribu barrel per hari. Lapangan tersebut akan habis masa kontraknya pada tanggal 7 Mei 2011 nanti. Kontrak lapangan sudah berjalan selama 30 tahun sejak 7 Mei 1981. Selama ini saham lapangan tersebut dimiliki 3 perusahaan yaitu Pertamina sebesar 50%, CNOOC sebesar 25%, dan Kodeco sebesar 25%.

Dalam perebutan saham blok tersebut, pertamina terbilang cukup aktif. Sebelum masa kontrak habis, pertamina sudah melayangkan 7 proposal kepada pemerintah. Namun pemerintah tidak menjawab. Mereka menyatakan sangat sanggup untuk menaikkan laju produksi di lapangan tersebut yang hingga sekarang mengalami penurunan dari 19 ribu barrel per hari menjadi 14 ribu barrel per hari.

Akhirnya harapan pertamina terkabul mendekati habisnya masa kontrak. Pemerintah memberikan saham sebesar 100% kepada pertamina. Ada tiga syarat mengapa Pertamina mampu mengelola blok itu. Pertama, lokasi West Madura bukan di pedalaman atau di perairan laut dalam sehingga kegiatan eksplorasi tidak terlalu rumit. Kedua, sumber daya manusia perusahaan migas negara itu terhitung andal dan kompeten. Ketiga, kinerja keuangan Pertamina memadai.

Mendengar kabar itu, pertamina segera menyiapkan dana sebesar US$ 1 milyar untuk mengembangkan West Madura. Wajar saja dana sebesar itu pertamina keluarkan mengingat lapangan tersebut menyimpan harta sebesar US$ 13,14 Billion. Asumsi itu berdasarkan prediksi bahwa sumur itu minimal bertahan hingga 20 tahun mendatang dengan harga minyak US$90/barrel dan satu tahun sama dengan 365 hari.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah mungkin pertamina menaikkan produksinya? Karena pertamina yang memegang mandat sebagai operator belum tentu menguntungkan negara. Hal itu tentu dengan melihat lapangan lapangan lain di Indonesia yang dipegang pertamina juga mengalami penurunan produksi.

Padahal Jika saja WMO diberikan sepenuhnya kepada pihak asing, maka negara dipastikan meraup keuntungan yang besar asalkan perusahaan asing tersebut mau membayar dana untuk kompensasi semua investasi yang ada di lapangan. Akibatnya negara memiliki dana untuk investasi lapangan lapangan yang lain. Hal itu tentunya memacu perusahaan asing untuk semakin mengoptimalkan lapangan tersebut

Bagaimana dengan pertamina? Dari tahun 1981 sampai sekarang, pertamina tidak mengeluarkan uang sepersen sebagai bentuk bagi hasil untuk negara. Karena alamnya , minyaknya, rig-nya sudah ada, dan cost recovery-nya pun yang lama. Seharusnya pertamina ikut membayar kepada negara. Justru selama ini pertamina mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Mungkin keuntungannya mencapai lebih dari US$ 1 milyar.

Selama ini paradigma masyarakat masih menganggap bahwa keuntungan pertamina untuk rakyat, namun itu tidak seluruhnya benar. Ada pembagian dividen keuntungan terhadap direktur direkturnya.

Nasi sudah menjadi bubur, pertamina sudah mengemban amanat itu. Sekarang tinggal dipantau bagaimana keberhasilan program programnya. Apakah janji US$ 1 milyar untuk pengembangan lapangan tersebut terlaksana? Apakah lifting produksi minyak di lapangan tersebut berhasil mencapai 19 ribu barrel per hari? Bagaimana aliran dana keuntungan negara setelah itu, apakah bertambah atau jangan jangan terselip di kantong pejabat pertamina. Tugas kita bersama mengawasinya.

sumber :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun