Mohon tunggu...
Rachmat Fazhry
Rachmat Fazhry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Prinsip hidup Saya : Hidup Sehat, Pintar, Bijaksana Kunjungi blog saya https://jurnalfaz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Seorang Kakek, Soekarno dan Pantai Bagedur

6 Februari 2015   06:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jul diantara hamparan pasir yang luas di Pantai Bagedur Jalan rusak dan berlubang membuat tubuh Saya merasa bergoyang-goyang seperti menaiki wahana jet coaster. Bahkan teman Saya Ateng berkelakar mengenai lubang jalan yang menurutnya sangat cocok untuk budi daya ikan. Candaan itu memang sangat pas karena ukuran lubang di daerah malingping, Banten begitu besar dan dalam. Kadang mobil yang saya tumpangi harus mencari jalan yang tidak berlubang terlalu dalam. Bahkan ada mobil jenis sedan yang tersangkut di dalam lubang dan harus berupaya keras untuk keluar dari lubang yang menjeratnya. Perjalanan ke daerah Malingping terpaksa dilakukan karena menurut GPS yang terpasang di bagian depan mobil, rute ini merupakan jalur yang terdekat dari Ujung Kulon menuju Desa Sawarna. Mau tidak mau Saya dan teman harus berhadapan dengan mutu jalan yang sangat buruk kualitasnya. Setelah menjalani jalan yang buruk dan merasakan mabuk darat karena goncangan, hati saya sedikit terobati. Hamparan pasir hitam yang luas memanjang, dengan ciri khas angin laut yang kencang, membuat kenangan akan lubang jalan mulai sedikit terkikis. Pantai Bagedur namanya yang berhasil mengobati rasa gundah Saya akan jalanan di daerah Malingping. Pasir di pantai ini bertekstur padat. Bahkan mobil yang Saya tumpangi berhasil melintas dengan damai tanpa ada hambatan. Warnanya coklat agak menghitam, garis pantainya landai, memanjang jauh hingga berbatas dengan karang. Ombaknya keras melahirkan warna buih putih di tepiannya. Pada bagian tepi terjauh pantai, berjejer warung-warung sedehana yang dibangun dengan bambu dan kayu. Atapnya menggunakan daun kelapa yang telah dikeringkan lalu dirajut. Saya masuk ke dalam satu warung itu. Penjualnya seorang ibu-ibu. Saya pun memesan kopi lalu meminta izin duduk pada kakek-kakek yang sedang sibuk menganyam daun kelapa yang kering. Pada kakek-kakek itu Saya bertanya mengenai Pantai Bagedur yang menurutnya sangat ramai pada sore hari apalagi saat akhir pekan. Masih lanjutnya, kadang muda-mudi di sini menggunakan pantai sebagai arena balap motor. Hal itu mengingatkan Saya akan Pantai Pasir Padi di Pulau Bangka. Obrolan kami pun meluas, Kakek itu ternyata pernah berada di Jakarta dengan rentang waktu yang cukup lama. Ia menjelaskan bahwa pada saat di jakarta dirinya berprofesi sebagai supir taksi baik yang legal maupun tidak legal (taksi gelap).Ia juga dengan bangga menceritakan bahwa dirinya bisa menikahi gadis yang umurnya jauh melebihi umurnya. Saat itu umurnya 37 tahun, sedangkan sang istri saat itu baru berumur 14 tahun. Masih dengan bangganya, kakek itu memberi tahu bahwa istrinya merupakan ibu-ibu yang membuatkan pesanan kopi. Saya agak terkejut dan kagum pada kakek-kakek itu. Saya bilang padanya, "saat fase umur seperti bapak, bapak masih bisa dapat yang sangat muda." Kami pun tertawa bersama. Topik obrolan kami semakin mundur ke belakang ke zaman kemerdekaan. Saat itu si kakek masih kecil, Ia ingat ketika bapaknya membawa dirinya ke sebuah lapangan yang ramai akan manusia. Di mimbar, berdiri seorang pria berjubah putih lengkap dengan pecinya yang hitam. Suaranya lantang dan bertenaga membuat siapa yang mendegarnya terpaku, hening mendengarkan dengan seksama. Setiap kalimat yang dikeluarkan pria di atas mimbar itu penuh dengan sarat makna. Kata-kata yang dikeluarkannya membakar semangat bahkan kata si kakek, orang-orang yang datang pada waktu itu seakan terhipnotis dengan pidato Bung Karno. Mereka seakan satu paham dan jiwa dengan presiden Soekano. Saya jadi ingat kutipan Bung karno bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya. Saya dan kakek itu berharap suatu saat nanti Indonesia dapat dipimpin orang yang visi kenegaraannya seperti Soekarno. Luas dan hidup untuk rakyat. Kakek itu merasa rindu dengan sosok Soekarno. Rindu akan pidatonya yang berapi-api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun