Mohon tunggu...
rachmat Anggi dwi maulana
rachmat Anggi dwi maulana Mohon Tunggu... Administrasi - kosong menuju isi

main catur adalah hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaum Muda Tidak Peduli Originalitas

9 Oktober 2024   00:15 Diperbarui: 9 Oktober 2024   00:49 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai Negara Berkembang, Indonesia tidak dapat terhindar dari pengaruh ekonomi dunia begitu juga dengan pengaruh trend dunia yang menyebar dengan cepat melaui media sosial seperti Instagram, tiktok, twitter dan lain sebagainya, penyebaran informasi tersebut mempunyai beberapa dampak untuk masyarakat Indonesia, dari segi positifnya semua masyarakat Indonesia dapat mengakses semua informasi terkait hal terjadi di dunia seperti kondisi terkini tentang perang timur tengah, pemanasan global dengan menipisnya lapisan es di kutub utara dan peluncuran handphone versi terbaru dan lain sebagainya.

Namun disisi lain masyarakat juga dapat mengakses trend masyarakat luar yang sedang booming di dunia seperti penggunaan barang-barang bermerk yang tahapan dipakai oleh artis holywood setelah ditiru oleh artis lokal Indonesia kemudian masyarakat mulai meniru karena dilihat mewah dan terkesan mengikuti trend yang sedang booming, merasa sudah setara dengan artis-artis melalui fashionnya. Fashion disini berarti barang yang dipakai entah pakaian, handphone, sepatu dan lainnya yang berkaitan dengan gaya hidup seorang artis.

Fenomena tersebut terlihat biasa dan tidak berdampak langsung, namun secara tidak langsung hal tersebut berdampak kepada kepercayaan diri seseorang, jika dapat meniru atau mengikuti trend yang sedang berlangsung, dan jika masyarakat menengah kebawah mulai ingin meniru trend tesebut yang tergolong mahal dan bermerk seperti handphone Iphone dengan series 11 keatas, pakaian bermerk seperti Pull&Bear, H&M dan sepatu bermerk Adidas, Nike Jordan dan lainnya. Menurut data harga-harga perunit merk tersebut sama dengan upah minimum kabupaten dalam sebulan yang jika secara prinsip ekonomi maka akan minus atau tidak dapat dibeli.

Ide-ide bisnis dari fenomena diatas kemudian muncul dikalangan para pembisnis lokal yang pada awalnya hanya sekedar penyelewangan nama merk dari Adidas menjadi Adinda, seiring berjalannya waktu muncul klaim baru bahwa barang original dengan harga murah namun sejatinya adalah barang tiruan yang jika dilihat dari luar sekilas sama dengan barang aslinya, masyarakat menengah kebawah melihat itu sebagai alternatif untuk dapat mengikuti trend yang sedang berlangsung dan agar terhindar dari cemoohan sosial ketinggalan zaman.

Bermunculanlah toko-toko dengan koleksi merk-merk ternama di dunia dengan harga miring yang sangat memikat masyrakat menengah ke bawah dan semua antusias untuk membelinya dan banyak yang dari kalangan anak muda yang ingin tampil eksis di depan banyak orang dan menghindari stigma pemuda ketinggaalan zaman dan miskin yang tidak dapat membeli barang-barang bermerk terkenal yang sedang trend dikalangan masyarakat. Secara bisnis hal tersebut menguntungkan bagi penjual namun bagi kelompok masyarakat menengah yang mampu membeli barang bermerk original merasa resah dengan maraknya toko-toko dengan penjualan merk yang sama namun harganya murah dan kualitas buruk menjadikan barang dengan harga mahal seperti tidak istimewa kembali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun