Mohon tunggu...
Abdurrahman Al Haddar
Abdurrahman Al Haddar Mohon Tunggu... Penulis - Magister Study Program Islam, Development and Public Policy and Bachelor of Islamic Education

Kajian : 1. Islamic Education Conceptual and Public Policy 2. Community development : Pesantren and Ecology 3. Islam and environment in distruption era

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memahami secara Filosofis Agama dan Budaya

18 April 2024   11:38 Diperbarui: 18 April 2024   11:57 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://gadingpesantren.id

Terkadang ketika melihat realita fenomena sosial-keagamaan yang ada di lingkungan sekitar kita ataupun berbagai pergolakan perdebatan isu masalah terkait agama dan budaya di sosial media banyak faktornya disebabkan oleh pemahaman mengenai makna filosofis agama dan budaya yang tidak utuh serta mendalam, khususnya dalam hal ini masyarakat Muslim. Ketidak-komprehensifan pemahaman tersebut sangat memicu sudut pandang seseorang yang beragama dalam menilai ataupun menempatkan posisi budaya/tradisi yang secara alamiah/buatan muncul dalam kehidupan sehari-hari. 

Makna agama secara umum, misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan lingkungannya. Kemudian menurut Koentjaraningrat dalam Ilmu Sosial dan Budaya Dasar oleh Asep Achmad Hidayat, dkk, bahwa pengertian agama adalah kepercayaan yang dimiliki oleh setiap manusia dalam mencapai kehidupan yang nyaman baik secara spiritual maupun jasmani. Dengan demikian, agama dapat diartikan sebagai suatu sistem kepercayaan yang memandang adanya kekuasaan atau kekuatan yang lebih tinggi atau ilahi yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Adapun makna agama versi Islam menjurus kepada makna kata 'Islam' itu sendiri yaitu penyerahan diri, ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya berdasarkan syariat (aturan) yang diturunkan-Nya berupa Al Quran dan Hadist sebagai petunjuk dan ajaran yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari- hari. Sehingga agama secara normatif adalah bersumber dari wahyu Allah SWT yang kemudian dijelaskan oleh Hadist Nabi Muhammad SAW, dan pada waktu masa tertentu dilengkapi dengan ijtihad para ulama. 

Adapun pengertian Budaya  oleh Ginsu Nurmansyah dkk, bahwa konsep budaya atau kebudayaan bersumber dari bahasa Sansekerta, yakni buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), segala hal yang terkait dengan budi dan akal manusia. Menurut Koentjaraningrat (1923-1999) antropolog asal Indonesia ini mendefinisikan bahwa budaya adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. Budaya  juga dapat dipahami sebagai kumpulan dari konsep dan simbol- simbol yang diwariskan. Setiap suku memiliki budaya yang diyakini sebagai sebuah normalitas/alamiah yang muncul dari proses adaptasi manusia dengan lingkungannya yang tidak bisa dinafikkan. Dari berbagai makna terminologis mengenai Budaya, maka secara garis besar Budaya yang kita pahami tersebut memunculkan 3 potensi yang dirincikan yakni Cipta (kemampuan berpikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan), Rasa (karya seni/kesenian), dan Karsa (kehendak untuk hidup sempurna, mulia dan bahagia yang menimbulkan kehidupan beragama dan kesusilaan).

Namun pemahaman mengenai agama dan budaya tidak cukup hanya pada tataran makna terminologis saja, ada beberapa konsep kunci yang semestinya digunakan dalam memahami keduanya. Pertama, dalam agama Islam terdapat pembagian spesifikasi ajaran yaitu Akidah, Muamalah dan akhlak. Aspek akidah bersifat keyakinan mutlak (permanen) tidak tergerus oleh waktu (zaman), sehingga dalam hal ini budaya (dalam pengertian akal) hanya sebagai alat saja untuk memahami agama. Oleh karena itu, baromaternya adalah apakah budaya tersebut sejalan dengan akidah agama apa tidak. Pada aspek muamalah yakni berkaitan dengan hubungan sosial manusia. Tentu tidak semua hal (secara teknis) agama menjelaskannya secara detail, sehingga budaya yang baik (tidak melanggar syariat) perlu untuk dilestarikan sebagai wasilah dan perwujudan akan keanekaragaman tradisi serta kebiasaan umat yang menjadi bagian dalam proses ta'aruf (QS Al Hujurat ayat 13). Dalam aspek akhlak juga demikian, walaupun secara hakikat akhlak adalah kaitannya dengan buah hubungan manusia dengan penciptanya (Allah SWT) yang tercurahkan dalam bentuk tingkat ibadah dan tingkat laku yang dilakukan (hablumminallah, hablumminannas, hamlumminal alam). Namun aspek akhlak juga bisa sejalan dengan nilai- nilai budaya (norma) yang berlaku di masyarakat. Secara alamiah, agama juga dapat melahirkan budaya yaitu tradisi Islam, yang barometer keabsahannya dengan melihat tiga aspek kunci di atas.  Sehingga pada akhirnya dapat dikatakan bahwa di satu sisi, sebagai seorang Muslim kita harus menempatkan akidah sebagai hal yang utama, namun disisi lainnya kita juga tidak dapat menutup mata akan hadirnya budaya yang hidup di sekitar kita. Hal ini karena itu semua adalah bagian dari sunnatullah yang muncul sebagai indikator bahwa Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dengan diberikannya akal untuk berfikir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun