Permasalahan mengenai pasangan hidup (jodoh) memang selalu menjadi permasalahan yang menarik untuk dibahas terutama oleh anak-anak muda. Untuk anak-anak muda yang terlahir dalam rentang tahun 1988-1992, permasalahan tentang pasangan hidup selalu menjadi topik utama untuk dibahas ketika sedang acara kumpul-kumpul saudara ataupun kumpul-kumpul dengan teman.
Pertanyaan “Kerja Di mana sekarang?” sudah bukan menjadi topik yang dibahas ketika tengah kumpul-kumpul antara keluarga besar pun kumpul-kumpul dengan teman. Pertanyaan itu tidak lagi mendominasi, karena pertanyaan yang mendominasi adalah tentang “Kapan nikah?” “Calonnya mana, kok ga diajak?” atau “Calonnya orang mana, kenalin dong!”
Untuk yang sudah punya pasangan, pertanyaan demikian mungkin terasa tidak memberatkan untuk dijawab, lalu bagaimana yang belum punya pasangan? Tentu mendengar pertanyaan seperti itu, rasanya ingin loncat saja dari lantai 30, bukan? Eh, bercanda hahaha! Maksudnya pasti sedikit banyak ada perasaan pilu juga jika selalu ditanya tentang jodoh dan pernikahan.
Menikah muda, memang diperbolehkan dan memang dianjurkan bagi mereka-mereka yang sudah siap lahir batin membina rumah tangga sehidup semati bersama pasangan nya. Saya terlahir dengan usia yang dalam rentang waktu 1988-1992 di mana teman-teman sebaya saya, satu per satu sudah banyak yang menuju jenjang pernikahan.
Timeline path, foto-foto di instagram sudah barang tentu saya lihat setiap weekend nya dengan caption “Happy wedding… semoga jadi keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah” tak ayal juga banyak yang menposting foto bersama anak-anak mereka yang lucu-lucu (rata-rata baru punya anak pertama pasti senangnya bukan main).
Di sini, saya Cuma ingin sharing tentang menyikapi menikah muda terutama untuk usia yang rentang waktunya sama dengan saya (1988-1992) sedikit banyak, kalian yang ada di usia ini, dan melihat teman-teman yang lain sudah banyak yang menikah ada perasaan “Kapan y ague nyusul?” pasti ada. Karena ini berdasar tanya jawab saya ke teman-teman yang sama-sama belum menikah seperti saya.
Menikah Muda Bukan Sekadar Ikut-ikutan tanpa persiapan
Perbincangan menikah muda memang selalu hangat untuk dibicarakan. Keinginan untuk mendapatkan pasangan halal, sehidup semati bersama orang yang dicintai, memang selalu menjadi Top Rating bahasan bagi anak-anak muda usia 24-28 tahun. keinginan menikah muda makin menggebu-gebu lagi melihat hastagh sosial media #MenujuHalal2017 atau #AdanBWedding #AdanBAkhirnyaSah. Ya rupa-rupa lah anak-anak muda memberikan hastagh di sosial medianya.
Keinginan memiliki pasangan yang halal, rasanya 'mendadak' dimiliki oleh setiap perempuan. Padahal menikah bukanlah permainan. Bukan juga lomba tentang siapa yang duluan. Tapi, tentang realita yang tak semudah kelihatannya.
Pernikahan bagai negeri dongeng dengan konsep yang unik dan mewah serta ribuan like di sosial media menjadi goals pernikahan impian seseorang. Namun, setelah pesta pernikahan dihelat, maka itulah kehidupan sesungguhnya yang harus dilalui bersama pasangan.
Banyaknya teman-teman sebaya saya yang sudah lebih dulu melangsungka pernikahan, mereka sedikit banyak memberi pandangan nya serta nasihat nya pada saya dan teman-teman lain yang belum menikah. Mereka bilang “Pernikahan bukan sehari dua hari, tapi seumur hidup. Kalau sekiranya belum yakin jangan terburu-buru. Karena pernikahan bukan sekadar ikut-ikutan teman tanpa adanya persiapan.” Dalam agama islam yang saya anut, pernikahan juga merupakan penentu untuk mendapatkan kunci surga, karena anak perempuan yang sudah menkah, bukan lagi menjadi tanggung jawab ayah nya melainkan menjadi tanggung jawab suaminya.