Banyak di antara kita yang sudah sangat kenal dengan profesi Writer, yang lebih dikenal bahasa Indonesianya dengan profesi penulis. Saya yakin, profesi writer sudah sangat lekat di benak orang-orang. Namun, sudahkah kalian kenal dengan profesi “Ghost Writer?”
Mungkin bagi masyarakat awan yang belum paham apa itu profesi Ghost Writer, pasti akan mengira, “Ghost writer? Berhubungan dengan hantu dong? Atau profesi apaan nih, nyeremin ya?” Jawabannya: sama sekali gak nyeremin kok profesi ini, justru malah membuat kamu tergiur! atau malah ada yang bilang Ghost Writer itu semacam tim pemburu hantu? Wey, itu Ghost Busters, wey!
Lanjut...
Kok saya tahu? Enggak, ini bukan tanpa bukti. Karena salah satu teman saya ada yang menjadi profesi Ghost Writer tersebut.
Teman saya bercerita dalam sebuah blognya perihal profesi Ghost Writer ini. Banyak suka dan banyak duka yang dialaminya. Sebelum saya lanjut ke pembahasan suka dan dukanya jadi seorang Ghost Writer, maka saya mau menjelaskan dulu, apa itu profesi Ghost Writer ya. Di Indonesia, salah satu orang yang menekuni pekerjaan sebagai Ghost Writer adalah Alberthiene Endah. Melalui tarian tangannya, Alberthiene Endah telah menulis puluhan biografi orang-orang ternama di negeri ini. Sebut saja biografi dari: Susilo Bambang Yudhoyono, Krisdayanti, Joko Widodo, dan sebagainya
Jadi profesi Ghost Writer itu, adalah profesi dalam bidang jasa. Tapi bukan jasa pengiriman barang lho ya, namanya aja ada “Writer” nya. Profesi yang menyangkut bidang jasa sudah pasti berhubungan dengan klien.
Jadi kalau saya gambarkan, kira-kira seperti ini seorang profesi Ghost Writer:
Klien: “Maaf Mbak, gini saya mau cerita. Bentar lagi saya mau mencalonkan diri menjadi seorang Presiden. Daripada saya mengeluarkan budget banyak untuk biaya promosi sana sini, lebih baik uangnya saya gunakan untuk bikin buku. Nah masalahnya saya gak bisa bikin buku, saya cuma bisa ngomong. Kira-kira mbak bisa bantuin saya?”
Saya: “Ya Pak saya bisa bantu.”
Klien: “Ya tapi kan saya nggak bisa nulis, cuma bisa ngomong aja.”
Saya: Tenang aja Pak, Bapak tinggal cerita aja, terus nanti saya rekam. Nah dari hasil rekaman itu nanti kita susun jadi buku.