JAKARTA-Pasca penangkapan koruptor asal Indonesia Nazarudddin di Kolombia maka Presiden SBY memberi instruksi langsung kepada Duta Besar RI untuk Kolombia, Michael Menufundu untuk menjaga ketat buron KPK yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.
"Banyak pihak yang berkepentingan untuk bisa mendengarkan langsung dari Nazaruddin," kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha. Dalam keterangan melalui pesan BlackBerry Messenger, telewicara di televisi, dan perbincangan melalui Skype, Nazaruddin beberapa kali menyebut keterlibatan sejumlah nama. Yang dia sebut, bukan nama sembarangan. Mereka antara lain Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sejumlah petinggi Partai Demokrat lain, termasuk Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dan M. Jasin. Semua orang-orang yang disebut Nazaruddin membantah keras tudingan itu.
Perintah SBY untuk menjaga ketat Nazaruddin adalah sesuatu yang wajar. Keselamatan Nazaruddin merupakan hal penting. Nazaruddin yang kerap melontarkan berbagai tudingan di media, kini harus bisa membuktikan itu semua di hadapan penegak hukum.
Cara pemulangan Nazaruddin belum diputuskan karena upaya koordinasi antara kedua negara masih dilakukan. Direktur Tindak Pidana Tertentu Polri Brigjen Pol Anas Yusuf memimpin tim gabungan yang menjemput mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Bogota, Kolombia.
Tim gabungan yang berangkat menjemput Nazaruddin terdiri atas perwakilan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Saat ditangkap di Cartagena, Nazaruddin bersama istri dan beberapa orang lainnya pada Senin, 7/8/2011 pukul 02.00 waktu setempat.
"Pihaknya dan Kementerian Luar Negeri tengah mengkoordinasikan pemulangan tersangka M Nazaruddin dari Kolombia. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu akan dipulangkan dengan cara deportasi. "Yang paling efektif itu dengan sistem deportasi. Karena kan Pak Nazaruddin ini pakai paspor orang lain. Dari segi keimigrasian, itu untuk dideportasi malah lebih efektif dan cepat," ujar Patrialis.
Selain deportasi, langkah ekstradisi juga menjadi opsi pemulangan Nazaruddin ke Tanah Air. Namun Patrialis menilai cara tersebut akan silit dilakukan karena pemerintah Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Kolombia. "Kalau esktradisi, kita dengan Kolombia belum ada perjanjian, tapi hubungan baik kedua negara tentu boleh," ujar Patrialis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H