Â
Kita tersentak saat melihat perlakuan khusus yang di dapat oleh terpidana kasus suap sebesar Rp 6 Miliar yaitu Artalyta Suryani atau lebih di kenal dengan nama Ayin.
Bagi Artalyta dimasukan ke dalam tahanan baginya bukan hal yang seram apalagi menakutkan. Ia bebas mendapat segala fasilitas mewah yang ia inginkan, karena uang yang berbicara. Falitas yang di dapat dari televisi layar datar, kulkas, pendingin ruangan, sofa empuk, ruang tamu, meja kerja, telepon, faximile, telepon sellular, tempat karoke, box bermain anak serta kamar mandi sendiri. Sedangkan sel lainnya kontras dengan pemandangan tersebut, karena satu sel di jejel hingga 12 penunggu. Ayin bebas menjalankan bisnisnya dari sel tahanan yang tidak ada sekat baginya untuk berhubungan dengan dunia luar, semuanya telah dia atur dengan seksama. Kita semua sudah tahu sama tahu, siapa yang punya banyak uang maka dapat mengatur segala hal yang mereka inginkan. Aparat hukum mau saja di sogok dengan sejumlah uang untuk melayani narapidana yang berkantung tebal, dengan alasan gaji dan fasilitas yang mereka dapati tidak memadai. Dari seorang teman yang pernah berkunjung ke salah satu penjara tempat pengusaha/elit-elit politik yang terpidana, bila kita mau berkunjung kesana maka akan di kenakan tarif ongkos bezuk. Ada tiga pintu yang mesti kita lewati, pintu pertama bayar Rp 150.000, pintu kedua bayar Rp 200.000 serta pintu ketiga bayar lagi Rp 200.000. Coba banyangkan berapa perhari pendapatan sampingan oknun penjaga lapas-lapas tersebut bila di kunjungi oleh teman-teman si Bos tadi. Untung saja sidak yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantas Mafia Hukum ketika berkunjung ke rutan Pondok Bambu , jakarta, melakukan Inspeksi mendadak, kedapatan segala fasilitas mewah yang dipakai oleh Ayin. Walaupun petugas-petugas yang jaga sudah menghalang-halangi, agar tim satgas tidak masuk kedalam. Akhirnya kejahatan memberikan fasilitas mewah tersebut terbongkar juga. Setelah melakukan pergantian kepala rutan pondok bambu, Depkumham (Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) berencara memasang CCTV (Closed Cirkuit Television) di rumah tahanan (rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (LP), agar memudahkan pengawasan di segala penjara. Yang paling penting adalah memperbaiki mental bobrok dari aparat hukum agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, karena biasanya bila sedang hangat semua takut dan tunduk pada hukum setelah itu kembali ke kebiasaan lama yang bobrok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H