(Kompasiana.com-JAKARTA) Negara Indonesia menurut rencana akan melakukan elektronik voting atau yang lebih terkenal dengan nama e-voting pada pemilu (pemilihan umum) tahun 2014.
Pada acara pertemuan akbar Mahkamah Konstitusi Asia yang di ikuti oleh 26 negara  tanggal 12-15 Juli 2010 di Jakarta, Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan, Konferensi ke-7 Hakim MK Asia.
Disini juga disampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi negara Jerman yakni delegasi dari MK Republik Federal Jerman, Hakim Rudolf Mellinghoff menyatakan,"MK Jerman memutuskan bahwa e-voting adalah bertentangan dengan konstitusi Jerman."
Penggunaan e-voting hanya dapat dilaksanakan konstitusi bila semua proses dan piranti yang digunakan dapat diawasi oleh setiap orang tanpa harus memiliki pengetahuan dan keahlian teknologi informasi.
Pembahasan pada hari kedua, Rabu, 14 Juli 2010, konferensi hakim MK Asia berisi pembahasan yang menarik terkait dengan penggunaan piranti elektronik dan komputer dalam penyelenggaran pemilu (e-voting).
Hingga saat ini penggunaan e-voting akan menutup hak setiap orang mengawasi proses perhitungan suara karena dilakukan secara otomatis oleh komputer yang hanya diketahui oleh ahli komputer atau IT sehingga bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik serta sangat rawan menghadapi kesalahan program dan ancaman pihak-pihak tertentu yang mengubah hasil pemilu dengan mengintervensi system yang digunakan tanpa diketahui oleh publik.
Seperti kita ketahui negara India dan Venezuela telah memakai e-voting dan akan menjadi trend ke depan bagi negara lain yakni negara Malaysia dan Philipina sudah merencanakan penggunaan e-voting.
Kasus penggunaan e-voting yang bermasalah adalah di negara Amerika Serikat pada saat pemilihan Presiden Bush, pemilu Presiden Ukraina pada 2004 serta pemilihan umum di Georgia.
Mungkin Anda masih ingat saat Tabulasi Nasional pemilu 2009 di Hotel Borobudur, April 2009 yang lalu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), perhitungannya sangat lambat, beberapakali diserang oleh para hacker, malah suara salah satu kandidat anggota dewan mencapai angka 110 juta, data-data yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan dan ketika acara perhitungan manual dilakukan, hasilnya lebih cepat daripada perhitungan secara elektronik, dan uniknya lagi salah satu monitor bisa hilang ketika perpindahan barang dari hotel Borobudur ke kantor KPU pusat di jalan Imam Bonjol Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H