Semua aspek yang berhubungan dengan hukum progresif dapat dipadatkan ke dalam konsep progresivisme. Ada beberapa kata kunci yang layak untuk di perhatikan tatkala kita ingin mengangkat pengertian progresivisme itu.
Kata-kata kunci tersebut antara lain adalah:
Hukum progresif itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.
Pada hakikatnya setiap manusia itu baik, sehingga sifat ini layak menjadi modal dalam membangun kehidupan berhukumnya. Hukum bukan raja tetapi sekadar alat bagi manusia untuk memberi rahmat kepada dunia dan kemanusiaan. Hukum tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih besar. Maka, setiap ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang ditinjau serta diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk dimasukkan ke dalam skema hukum.
Hukum Progresif itu harus pro Rakyat dan pro Keadilan.
Hukum itu harus berpihak kepada rakyat, keadilan harus didudukan di atas peraturan. Para penegak hukum harus berani menerobos kekakuan teks peraturan jika memang teks itu mencederai rasa keadilan rakyat. Ini merupakan ukuran-ukuran untuk menghindari agar progresivisme ini tidak mengalami kemerosotan, penyelewengan, penyalahgunaan dan hal negatif lainnya.
Hukum progresif bertujuan mengantarkan manusia kepada kesejahteraan dan kebahagian.
Hukum harus memiliki tujuan lebih jauh daripada yang diajukan oleh falsafah liberal. Pada falsafah pasca liberal, hukum harus mensejahterakan dan membahagiakan. Hal ini juga sejalan dengan cara pandang orang timur yang memberikan pengutamaan pada kebahagiaan.
Hukum progresif selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the making).
Hukum bukan institusi yang final, melainkan ditentukan oleh kemampuannya mengabdi kepada manusia. Ia terus menerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan yang lebih baik. Setiap tahap dalam perjalan hukum adalah putusan-putusan yang dibuat guna mencapai ideal hukum, baik yang di lakukan legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Setiap putusan bersifat terminal menuju kepada putusan berikutnya yang lebih baik. Hukum tidak pernah bisa meminggirkan sama sekali kekuatan-kekuatan otonom masyarakat untuk mengatur ketertibannya sendiri. kekuatan-kekuatan tersebut akan selalu ada, sekalipun dalam bentuk terpendam (laten). Pada saat-saat tertentu ia akan muncul dan mengambil alih pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh hukum negara. Maka, sebaliknya memang hukum itu dibiarkan mengalir saja.
Hukum progresif menekankan hidup baik sebagai dasar hukum yang baik.
Dasar hukum terletak pada perilaku bangsanya sendiri karena perilaku bangsa itulah yang menentukan kualitas berhukum bangsa tersebut. Fundamen hukum tidak terletak pada bahan hukum (legal stuff), sistem hukum, berpikir hukum dan sebagainya, melainkan lebih pada manusia atau perilaku manusia. Di tangan perilaku buruk, sistem hukum akan menjadi rusak, tetapi tidak di tangan orang-orang dengan perilaku baik.
Hukum progresif memiliki tipe responsif.
Dalam tipe responsif, hukum akan selalu dikaitkan pada tujuan-tujuan di luar narasi tekstual hukum itu sendiri, tipe responsif menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tidak dapat digugat.
Hukum progresif mendorong peran publik.
Mengingat hukum memiliki kemampuan yang terbatas, maka mempercayakan segala sesuatu kepada kekuatan hukum adalah sikap yang tidak realistis dan keliru. Di sisi lain, masyarakat ternyata memiliki kekuatan otonom untuk melindungi dan menata dirinya sendiri. Kekuatan ini untuk sementara tenggelam di bawah dominasi hukum modern yang notabene adalah hukum negara. Untuk itu hukum progresif sepakat memobilasi kekuatan otonom masyarakat.
Hukum progresif membangun negara hukum yang berhati nurani.
Dalam bernegara hukum, yang utama adalah kultur. Kultur yang di maksud adalah kultur pembahagiaan rakyat. Keadaan tersebut dapat dicapai apabila kita tidak berkutat pada "the legal structure of the state" melainkan harus lebih mengutamakan " a state with concience". Dalam bentuk pertanyaan, hal tersebut akan berbunyi : "Bernegara hukum untuk apa?" dan di jawab dengan: "Bernegara untuk membahagiakan rakyat."
Hukum progresif dijalankan dengan kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual tidak ingin dibatasi patokan (rule bound), juga tidak hanya bersifat kontekstual, tetapi ingin keluar dari situasi yang ada dalam usaha mencari kebenaran makna atau nilai yang lebih dalam.
Hukum progresif itu merobohkan, mengganti dan membebaskan.
Hukum progresif menolak sikap status quo dan submisif. Sikap status quo menyebabkan kita tidak berani melakukan perubahan dan menganggap doktrin sebagai sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Sikap demikian hanya merujuk kepada maksim "Rakyat untuk hukum".