(KompasianaBaru-Jakarta) Perdamaian Aceh memang telah dirancang dan dibahas sebelum bencana tsunami terjadi, namun dengan adanya bencana gempa dan tsunami upaya mencapai perdamaian lebih diperkuat lagi, sehingga tercapailah kesepakatan damai Helsinki. Dari 71 pasal MoU Helsinki, paling tidak ada 19 butir kewajiban yang harus ditindaklanjuti segera oleh Pemerintah RI sebagai indikasi kuatnya komitmen utnuk mendukung perdamaian tersebut.
Sekarang ini setelah empat tahun berlalu, proses damai Aceh telah melalui beberapa tahapan yang paling krusial dan dikhawatirkan bisa mengganggu kesepakatan yang telah dirangkai. Paling tidak ada lima tahapan krusial yang disebut-sebut berpeluang mengganggu proses damai yang sedang berjalan, yaitu:
1.Penyerahan senjata oleh GAM kepada Aceh Monitoring Mission (AMM)
Banyak kekhawatiran yang menyebutkan inilah yang menjadi kunci utama suksesnya perdamaian Aceh.
Belajar dari proses perdamaian sebelumnya, masalah penyerahan senjata dari GAM dianggap sulit dilakukan. Oleh karena itu banyak yang menduga kalau kegagalan serupa akan terjadi pula meski di Aceh sudah hadir AMM. Tetapi hal kekhawatiran itu tidak terbukti, buktinya GAM sukses menyerahkan 840 unit senjatanya kepada pihak AMM; pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden SBY juga mengaku puas dengan proses decommission tersebut.
2.Masa Penyusunan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh
Banyak perdebatan seputar penyusunan UUPA ini, hal ini menjadi penting karena UUPA merupakan turunan dari MoU Helsinki. Disini tercantum beberapa hal yang sangat penting, antara lain soal partai lokal, calon perseorangan dalam pilkada, masalah investasi, pembagian keuangan dan beberapa keistimewaan untuk provinsi Aceh. Hingga sekarang masih banyak rakyat Aceh yang tidak puas dengan materi dari UUPA ini. Hingga sekarang aksi-aksi menuntur revisi UUPA masih terus berjalan secara sporadis di Aceh. Meski demikian dalam pelaksanaannya kehadiran UUPA membawa dampak banyak perubahan di Aceh termasuk reintegrasi. Pemerintah pusat tetap memperlihatkan komitmen tinggi mendukung proses reintegrasi ini agar berjalan lancar, setiap tahunnya sejak 2005 dana untuk hal tersebut tetap dialokasikan dalam APBN.
3.Pilkada Gubernur dan Bupati/Walikota
Kehadiran calon perseorangan dalam pemilihan kepla daerah Aceh membawa peluang bagi kandidat yang didukung oleh masyarakat nonpartai untuk ikut bersaing. Tahap ini dianggap sempat membuat perdamaian Aceh masuk pada massa genting karena keikutsertaan kandidat dari pihak yang selama ini dianggap sebagai musuh besar pemerintah Indonesia. Kekhawatiran bahwa Aceh akan dibawa keluar dari NKRI masih mencuat pada masa itu. Pada akhirnya justru kandidat perseorangan itulah yang kemudian memenangkan sejumlah jabatan kepala daerah di Aceh, khususnya untuk jabatan Gubernur dan 10 posisi Bupati/Walikota. Proses pilkada Aceh itu semuanya berlangsung sukses, kehadiran kandidat nonpartai di Aceh ini kemudian menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengusulkan hal yang sama agar diterapkan di seluruh Indonesia. Sehingga sekarang sudah hadir ketentuan yang melegalkan hadirnya kandidat independen dalam setiap pilkada di Indonesia.
4.Pemilihan Umum (pemilu)
Kehadiran partai lokal di Aceh membuat dinamika pemilu di Aceh mendapat sorotan dunia internasional. Semula ada 11 partai lokal yang sempat mencuat di Aceh, banyaknya partai lokal yang hadir menunjukan bahwa perdamaian Aceh bukanlah hanya untuk GAM saja. Perdamaian adalah simbol demokrasi untuk semua pihak, belakangan proses verifikasi ternyata hanya enam partai lokal yang lolos mengikuti pemilu di Aceh. Ditambah dengan 42 partai nasional berarti pada pemilu lalu ada 48 partai yang bersaing di Aceh. Selama tahapan pemilu mulai pendaftaran partai, kampanye hingga masa pencontrengan/pencoblosan banyak sekali riak-riak politik berbahaya yang terjadi di Aceh. Mulai dari ancaman, pembunuhan, penembakan, pembakaran, bom dan teror serta intiminasi. Namun tahapanini berhasil dilewati dengan sukses.
5.Kemenangan Partai Lokal
Inilah tahap yang menjadi perhatian semua pihak tentang dinamika politik yang terjadi di Aceh hingga sekarang. Secara nasional partai Demokrat memang memperoleh hasil yang sangat menyakinkan dengan perolehan hampir 50 persen suara, tetapi untuk tingkat lokal, Partai Aceh mendominasi di beberapa wilayah, khususnya kabupaten strategis di Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H