Pada sisi lainnya jika memag Perppu tidak terbit dan masih memakai UU No.10/2016 maka lembaga-lembaga negara yang terikat dengan penyelenggaraan Pilkada 2020 akan berpotensi secara "berjamaah" melanggar UU tersebut mengingat bulan September 2020 adalah waktu yang sangat "mepet" untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan Pilkada, bayangkan saja dari data yang dikeluarkan oleh Hasyim Asyari (Komisioner KPU) bahwa Pilkada 2020 diselenggarakan di 270 Daerah Pemilihan, meliputi 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota yang tersebar di 32 Provinsi, 309 Kab/Kota, 4.238 Kecamatan, 46.740 Desa/Kelurahan, dan 150.691 TPS, serta melibatkan kurang lebih 105.396.460 pemilih. Dengan data itu bagaimana mungkin penyelenggaraan Pilkada ditempuh dengan prosedur yang normal?
Materi Perppu Pilkada atau berdasarkan tafsir MK?
Penerbitan Perppu yang dianggap penting sebaiknya dimulai dari perubahan pasal 201 ayat (6) dan (7) UU No.10/2016, karena ayat (6) tersebut menetapkan bulan penyelenggaraan pilkada yang harus diganti pada bulan atau tahun lainnya dan ayat (7) memberikan batasan masa jabatan hasil Pilkada atas dasar ayat (6) tersebut hingga tahun 2024, jika ingin merubah pasal 201 ayat (6) dan (7) tersebut atas situsasi kedaruratan saat ini sebaiknya materi Perrpu tersebut tidak memberikan waktu dan bulan yang pasti namun bisa saja pasal Perrpu itu memberikan arahan bahwa Pilkada ditunda sampai status kedaruratan Covid-19 sudah mereda, setelah mereda ada baiknya Presiden kembali menerbitkan Perppu untuk menetapkan kepastian Tahun dan Bulan penyelenggaraan Pilkada serentak dengan catatan Perppu sebelumnya sudah ditetapkan sebagai UU yang disetujui DPR.
Harapan penundaan Pilkada atas dasar tafsir MK juga tidak mustahil, setidaknya ada yang memohonkan pasal 201 ayat (6) dan (7) bertentangan dilaksanakan sepanjang tidak ditafsirkan pada keadaan bahaya yang merujuk pada pasal 12 UUD NRI 1945, diharapkan atas payung "keadaan bahaya" berdasarkan tafsir MK tersebut terlepaslah "beban konstitusional" setiap penyelenggara negara yang berkaitan dengan Pilkada serentak saat ini.
Namun apapun kebijakan yang diambil semestinya kita harus sepakat bahwa kebijakan menunda Pilkada 2020 adalah sebuah keadaan yang dapat dinilai objektifitasnya karena lapisan masyarakat dan pemerintah memang merasakan sebuah keadaan yang tidak normal dan memaksa kita untuk menerima sepanjang menyelamatkan seluruh tumpah darah rakyat Indonesia. Amiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H