Di tengah kepenatan usai seharian mengangkat batu dan pasir, aku duduk sejenak di sudut bangunan yang masih dalam proses pengerjaan. Hembusan angin senja menerpa wajahku yang berkeringat, menghadirkan sedikit kesejukan.Â
Sambil menggaruk-garuk punggung yang terasa gatal, pandanganku tak sengaja tertuju pada sepasang tangan yang kasar dan kotor.Â
Dalam keheningan itu, pikiranku pun mulai mengalun seperti aliran sungai kecil yang tenang. Aku teringat betapa kerasnya usahaku dan teman-temanku mencari nafkah di jurang piramida kehidupan.Â
Aku selalu tersenyum saat membayangkan sedang apa saat ini istriku dan anak pertama kami di rumah. Meski lelah mendera, semangat untuk memberikan yang terbaik tetap menggelora buat mereka.
Suara gemuruh hujan yang mulai deras mengiringi langkahku menuju salah satu bangunan yang hampir rampung. Rasanya seperti langit turut merasakan lelahku sehingga menangis dalam bentuk rintik-rintik air.Â
Aku memasuki bangunan yang hampir 100% selesai itu, tempat berteduh yang kini menjadi pelindung dari guyuran hujan. Duduk sendirian di sudut ruangan, mataku memandang sekeliling dengan perasaan campur aduk.Â
Sekilas kilatan cahaya petir menerangi sudut ruangan, mengungkapkan kemegahan struktur bangunan yang aku bantu dirikan ini. Dalam keheningan malam yang hanya diiringi suara hujan, pikiranku melayang pada betapa tak terduga jalanku sebagai seorang kuli bangunan.Â
Dulu, mungkin tak pernah terlintas dalam benakku bahwa aku akan terlibat dalam menciptakan tempat-tempat di mana orang akan berkumpul, bermimpi, dan menciptakan kenangan sebelum mereka meninggal dunia.
Namun, tiba-tiba suasana yang tenang itu berubah menjadi menakutkan. Saat pandanganku melayang ke area kamar mandi yang gelap gulita, sebuah bayangan hitam tampak oleh dua mataku melintas dengan cepat.Â
Hatiku berdegup kencang, dan wajahku memucat seakan dihantam keras oleh kenyataan yang tak dapat kugambarkan. Apakah itu hanya khayalan atau ada sesuatu yang sebenarnya ada di sana?Â
Aku mencoba meraih keberanian untuk berdiri dan mengamati lebih dekat, tetapi pikiranku berkecamuk oleh ketakutan. Suara hujan yang semakin deras dan angin yang menerpa bangunan hanya menambah rasa mencekam di udara.Â