Mohon tunggu...
Rachel Medina Azzahra
Rachel Medina Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Rachel Medina Azzahra, mahasiswi Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Pemerintah Guna Mengatasi Krisis Pangan Akibat Lonjakan Harga Beras

30 Desember 2024   16:34 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:34 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Krisis pangan akibat lonjakan harga beras di Indonesia menjadi tantangan besar yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kenaikan harga beras disebabkan oleh sejumlah faktor utama, seperti dampak El Nio yang memperparah kekeringan, menurunkan produktivitas pertanian, dan mengakibatkan kegagalan panen di beberapa wilayah. Kondisi ini semakin diperparah oleh ketergantungan tinggi masyarakat pada beras sebagai makanan pokok, sehingga tekanan harga langsung dirasakan oleh semua kalangan, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Pemerintah telah berupaya merespons dengan memperkuat Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) melalui Perum Bulog, yang hingga April 2024 telah mendistribusikan 650 ribu ton beras ke pasar sebagai bagian dari Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Penyerapan hasil panen dalam negeri juga ditingkatkan dengan target mencapai 30 ribu ton per hari untuk memastikan ketersediaan pasokan di tengah situasi sulit.


Sebagai bagian dari respons cepat terhadap dampak sosial yang ditimbulkan, pemerintah meluncurkan program bantuan beras sebesar 10 kilogram per bulan kepada keluarga miskin. Program ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat rentan di tengah lonjakan harga yang meroket akibat tekanan global. Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa program ini telah mencapai lebih dari 98% target penerima pada tahap pertama di tahun 2024. Di sisi lain, pemerintah mengantisipasi musim panen raya dengan proyeksi produksi mencapai 3,5 juta ton. Langkah ini diharapkan dapat menstabilkan harga dan memenuhi kebutuhan domestik tanpa bergantung pada impor berlebihan. Selain itu, penyaluran bantuan ini tidak hanya bertujuan mengurangi dampak langsung kenaikan harga, tetapi juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk menjaga ketahanan pangan nasional di tengah ancaman krisis.


Memanfaatkan Sumber Daya Lokal Melalui Diversifikasi Pangan
Diversifikasi pangan menjadi salah satu solusi strategis yang sedang diupayakan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras. Melalui program diversifikasi ini, pemerintah mendorong konsumsi bahan pangan lokal seperti jagung, ubi, dan sagu, yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Diversifikasi ini tidak hanya membantu menstabilkan harga pangan tetapi juga mendukung keberlanjutan sektor pertanian dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara lebih optimal. Program ini juga diperkuat dengan subsidi pupuk, peningkatan infrastruktur irigasi, serta pengenalan teknologi pertanian modern untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen petani. Dengan demikian, diversifikasi pangan tidak hanya bertujuan jangka pendek untuk mengatasi lonjakan harga, tetapi juga menjadi langkah strategis menuju ketahanan pangan yang lebih berkelanjutan di masa depan.


Meskipun demikian, pemerintah juga mengambil langkah kontroversial berupa impor beras untuk menutupi kekurangan pasokan akibat gangguan produksi domestik. Kebijakan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak merugikan petani lokal, dengan tujuan utama menjaga stabilitas harga di pasar domestik. Langkah ini dipadukan dengan kebijakan jangka panjang, seperti peningkatan produksi dalam negeri dan pengelolaan stok pangan yang lebih baik. Pemerintah juga terus memonitor fluktuasi harga di pasar global, mengingat lonjakan harga pangan tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara lain. Kombinasi kebijakan jangka pendek, seperti bantuan sosial dan impor, dengan upaya jangka panjang, seperti diversifikasi dan penguatan produksi, diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk menghadapi krisis pangan akibat lonjakan harga beras secara menyeluruh.


Kolaborasi dengan TNI dan Polri untuk Ketersediaan Pangan

Selain langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya, pemerintah juga mengintegrasikan program pengawasan ketat terhadap rantai distribusi beras untuk mengatasi potensi spekulasi harga dan penimbunan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, hingga kuartal pertama tahun 2024, operasi pasar oleh Perum Bulog berhasil menstabilkan harga beras di 80% pasar tradisional utama, dengan penurunan rata-rata harga mencapai 5-10% dari puncak kenaikan sebelumnya. Namun, tantangan yang muncul adalah distribusi yang masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sementara wilayah terpencil seperti Papua dan NTT mengalami kesulitan akses beras dengan harga terjangkau. Untuk itu, pemerintah menggandeng TNI dan Polri dalam distribusi beras ke daerah-daerah terpencil sebagai upaya menjamin ketersediaan pangan di seluruh wilayah.


Dalam menghadapi tantangan struktural sektor pertanian, pemerintah juga fokus pada modernisasi teknologi pertanian sebagai solusi jangka panjang. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa sekitar 55% lahan pertanian di Indonesia masih bergantung pada metode tradisional, yang menyebabkan produktivitas stagnan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menyediakan subsidi hingga Rp3 triliun untuk alat mesin pertanian (alsintan) dan pelatihan penggunaan teknologi bagi petani. Selain itu, pengembangan varietas padi unggul yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem menjadi prioritas utama dengan dukungan penelitian dari lembaga seperti LIPI dan perguruan tinggi. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan hasil panen hingga 20% dalam tiga tahun ke depan, sehingga Indonesia mampu memenuhi kebutuhan domestik tanpa harus mengandalkan impor secara terus-menerus.


Di sisi lain, pemerintah juga terus memperkuat kerja sama dengan organisasi internasional dan negara mitra untuk menghadapi tantangan global dalam sektor pangan. Pada 2024, Indonesia menjalin kerja sama dengan FAO dan negara-negara ASEAN lainnya untuk memperkuat cadangan pangan regional melalui mekanisme APTERR (ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve). Dalam mekanisme ini, Indonesia mendapat akses langsung ke cadangan beras regional dalam keadaan darurat, sekaligus memberikan kontribusi stok dari surplus panen nasional. Selain itu, pemerintah menjajaki peluang diversifikasi impor beras dari negara-negara non-tradisional seperti Pakistan dan Myanmar sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan dari Vietnam dan Thailand yang kerap terpengaruh oleh dinamika pasar global. Strategi ini bertujuan untuk menciptakan sistem ketahanan pangan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap gejolak harga internasional.


Pentingnya Inovasi dalam Penyuluhan Pertanian
Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya percaya bahwa strategi pemerintah untuk menangani krisis pangan yang disebabkan oleh lonjakan harga beras harus lebih komprehensif. Ini termasuk pemahaman mendalam tentang akar masalah, peningkatan produksi, manajemen logistik yang baik, pengendalian harga yang efektif, dan peningkatan kesadaran publik. Pendekatan yang holistik diharapkan dapat mempertahankan ketahanan pangan Indonesia dan mengatasi krisis pangan secara berkelanjutan.


Selain itu, pemerintah juga terus berinovasi dalam memperkuat sistem penyuluhan pertanian di seluruh Indonesia, guna meningkatkan kapasitas petani dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ketidakpastian harga pangan. Program penyuluhan ini mencakup pelatihan intensif mengenai teknik pertanian ramah lingkungan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta penerapan praktik pertanian cerdas iklim. Pemerintah juga mendorong petani untuk mengadopsi metode pertanian berbasis data yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, seperti aplikasi pertanian yang dapat memantau cuaca, kondisi tanah, dan prediksi hasil panen. Dengan memperkuat kapabilitas petani melalui teknologi dan pengetahuan, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan, mengurangi ketergantungan pada impor, dan menciptakan sektor pertanian yang lebih tangguh dalam menghadapi krisis pangan di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun