Mohon tunggu...
Rachel Zahra Mahadewi
Rachel Zahra Mahadewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Psychology Student

Menjadi sebuah tantangan untuk saya menyeimbangkan prestasi akademis dan organisasi. Bukan sekadar mengumpulkan pundi-pundi prestasi, lebih dari itu. Saya ingin membangun relasi guna memenuhi misi yang akan menjadi algoritma untuk berbagi. Ketertarikan dan pengalaman di bidang wicara publik, sosial, dan pendidikan membuat saya lebih terpacu untuk mewujudkan Indonesia emas dengan generasi yang berkarakter agung dan berkompetensi unggul.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Tempat Wisata Viral Mudah Rusak? Inilah Penyebabnya!

31 Oktober 2023   12:20 Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hi, sobat Kompas! Bagi sobat yang menyukai traveling mungkin sudah tidak asing dengan tempat wisata Ranu Manduro, Taman Bunga Amarylis, Negeri di Atas Awan Desa Citorek, dan Taman Nasional Gunung Rinjani yang sempat viral karena keindahan alam masing-masing tempat wisata tersebut. Ranu Manduro yang berada di Mojokerto, Jawa Timur menyuguhkan pemandangan bak di New Zealand dengan rerumputan yang tersebar di sekitarnya sedangkan Taman Bunga Amarylis di Jogjakarta memiliki ciri khas bunga lili yang tumbuh di hamparan tanahnya. Adapun, Negeri di Atas Awan Desa Citorek menawarkan pemandangan alam di atas awan yang hanya didapatkan di Lebak, Banten dan Taman Nasional Gunung Rinjani yang sering menjadi destinasi para pendaki. Keindahan alam dari keempat tempat tersebut membawa keberuntungan sekaligus petaka. Pasalnya, alasan viral di media sosial membuat wisatawan ramai mengunjungi sekaligus meninggalkan sampah di tempat tersebut. Lantas, apa yang membuat tempat-tempat wisata viral mudah rusak? Yuk, simak penjelasan berikut dari sudut pandang psikologi lingkungan!

Kabar6.com
Kabar6.com
Exposure Daya Tarik Tempat Wisata


Awal mula tempat tersebut banyak dikunjungi adalah karena keterpaparan atau exposure dari media sosial yang membagikan momen indahnya pemandangan dan experience yang dimiliki tempat tersebut. Dalam konteks psikologi lingkungan, hal itu melatarbelakangi munculnya daya tarik tempat yang menjadi alasan datangnya para pengunjung. Kausalitas tersebut tidak terlepas dari proses kognitif yang menjadi dasar individu untuk mengevaluasi daya tarik tempat berdasarkan emosi, afeksi, dan sikap yang tentunya melibatkan atensi dan persepsi. Atensi dan persepsi yang didapatkan individu ketika mereka melihat konten di media sosial berlanjut membentuk evaluasi kognitif terhadap daya tarik tempat. Ditambah lagi, koherensi di tempat wisata tersebut sebelum viral menawarkan pemandangan dengan keterikatan dan pengorganisasian ekosistem yang baik sehingga membuat daya tarik melonjak tinggi di kalangan pengunjung.


Travel Kompas
Travel Kompas


Pengunjung yang Sangat Ramai


Mayoritas pengunjung hanya ingin memenuhi rasa penasaran dan tidak ingin melewati tren yang ada. Karakteristik pengunjung inilah dapat diidentifikasi menggunakan konsep Berlyne. Menjadi sesuatu yang wajar ketika individu memilih suatu tempat karena penasaran sebagai bentuk eksplorasi spesifik yang didasari karena rasa keingintahuan. Di sisi lain, mayoritas alasan individu memilih tempat viral juga dapat dijelaskan dengan membandingkan stimulus objek, khususnya dalam aspek novelty. Tempat viral tersebut dianggap sebagai suatu hal yang baru di mata para pengunjung dengan menawarkan pemandangan yang tidak ada di tempat lain. Tempat wisata memiliki komponen exciting dan pleasure sehingga membentuk evaluasi pemilihan tempat yang dianggap menyenangkan, indah, dan stimulating. Selain menjadi akibat, pengunjung yang ramai ini juga menjadi penyebab masalah yang lainnya. Timbulnya persepsi yang mengganggu secara psikologis akibat situasi yang terlalu ramai juga menyebabkan lingkungan menjadi kurang kondusif bagi individu maupun kelompok. Mungkin saja, tempat wisata tersebut yang tadinya dianggap tempat menyenangkan berubah menjadi tempat unpleasure dan exciting yang menimbulkan rasa tidak nyaman karena crowd yang berlebihan bagi beberapa pengunjung maupun warga lokal yang terdampak.

CNN Indonesia
CNN Indonesia
Kesadaran dan Tanggung Jawab Pengunjung terhadap Lingkungan


Akibat rendahnya kesadaran dan tanggung jawab pengunjung terhadap lingkungan, menjadikan tempat wisata tersebut berserakan sampah, banyak tanaman rusak, dan seakan tidak asri lagi. Hal ini relevan dengan teori environmental consciousness yang menguji kesadaran individu tentang lingkungannya secara signifikan. Karakteristik pengunjung yang mayoritas bukan warga setempat dan memiliki latar belakang beragam, menjadi probabilitas environmental consciousness yang cenderung rendah. Pasalnya, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya rasa tanggung jawab dalam membuang dan mengelola sampah pribadi saat berkunjung. Berbanding terbalik dengan upaya pemilik lahan dan pemerintah setempat untuk mengembalikan kelestarian tempat wisata. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori place identity yang mengaitkan suatu tempat dengan kebermaknaan dan rasa berarti bagi kehidupan individu atau kelompok. Rasa kepemilikan itulah yang menggerakkan pemilik lahan dan pemerintah setempat membuat regulasi untuk meminimalisasi kerusakan.


Solusi Objek Wisata Tetap Terjaga dan Asri


Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mulai mengembangkan sustainable tourism yang mengedepankan beberapa aspek, salah satunya environment sustainability. Hal ini menjadi bahan kajian intervensi di bidang psikologi lingkungan untuk mengembangkan tempat wisata yang berkelanjutan dan memiliki dampak panjang khususnya di bidang lingkungan baik bagi warga lokal maupun pengunjung. Dalam pengimplementasian sustainable tourism, pihak berwenang harus berusaha untuk menyediakan stimulus yang moderat bagi pengunjung dengan cara mengoptimalkan intensitas, keragaman, dan pola stimulus. Terkait intensitas, stimulus yang ada di tempat wisata tidak boleh berlebih maupun kurang, hal ini bisa diatasi dengan regulasi pembatasan wisatawan atau peraturan lain yang dapat membatasi stimulus-stimulus perilaku wisatawan yang cenderung merugikan. Masyarakat lokal pun memiliki peran yang sama dalam menjaga kelestarian dengan melakukan aksi kecil gotong royong pembersihan sampah atau membuat perkumpulan yang membantu mengorganisasikan tata tertib tempat wisata. Selanjutnya keragaman, stimulus yang dihadirkan di tempat wisata dibuat moderat agar wisatawan tidak bosan ataupun lelah. Misalnya ditunjang dengan tawaran fasilitas yang memadai di lingkungan tempat wisata. Terakhir adalah pola stimulus yang jelas dan terstruktur. Hal ini diaplikasikan melalui prosedur yang jelas mengenai do & dont's yang dilakukan di tempat wisata, serta mengedepankan koordinasi dan sinergitas dalam pengawasan lingkungan tempat wisata, misalnya disediakan spot-spot tempat sampah, adanya penjaga di tiap titik tempat wisata yang dianggap krusial sehingga dapat meminimalisasi kerusakan ekosistem di tempat wisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun