Mohon tunggu...
Rachel Qurrotu Aini A.
Rachel Qurrotu Aini A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Rachel Qurrotu 'Aini Alexandria 23107030053

meongg

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Setelah Rafah Kini Giliran Papua: Ada Dengan All Eyes on Papua?

5 Juni 2024   12:59 Diperbarui: 5 Juni 2024   13:01 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/greenpeaceid/

Papua merupakan salah satu pulau terbesar dari lima pulau lainnya seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Dilansir dari papua.go.id, salah satu situs pemerintahan provinsi Papua, pada tahun 1969 hingga 1973, pulau ini dulu dikenal dengan sebutan Irian Barat. Kemudian namanya diganti menjadi Irian Jaya oleh presiden Soeharto saat peresmiaan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang resmi digunakan hingga 2002.  Kemudian sesuai dengan UU No 21/2001, Irian Jaya diganti lagi menjadi Papua.

Dengan luas sekitar 420.540 km dan memiliki iklim hutan hujan tropis, menjadikan Papua dianugrahi kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan alam ini yang kemudian menjadi salah satu potensi Papua dari berbagai sektor seperti pariwisata, tambang, maritim, dll. Tak heran, hal ini lah yang dapat mengundang wisatawan untuk menikmati alam Papua sampai pengusaha dan investor yang melihat peluang untuk mengembangkan usahanya.

Tak jarang hal ini menimbulkan gesekan antara antara penduduk asli Papua dengan para pelancong yang ingin mengembangkan bisnisnya di sana. Pun masyarakat lokal Papua dikenal dengan adat menjaga alam yang diwarisankan oleh para leluhur mereka. Seperti yang saat ini gempar di jagad sosial media, tagar "All Eyes on Papua". Tagar ini banyak diposting ulang oleh masyarakat baru-baru ini. Bahkan per 4 Juni 2024 pukul 22.09, tagar "All Eyes on Papua" telah diunggah ulang (repost) sebanyak 2,9 juta pengguna di Instragram. Hal ini menjadi concern masyarakat bersamaan dengan konflik yang terjadi di Palestina yang menggunakan tagar serupa, "All Eyes on Rafah".

Dalam tagar tersebut dituliskan sebuah pernyataan inti dari keadaan yang sedang dialami Papua. Terdapat ilustrasi mata berair dan berkaca-kaca yang menggambarkan keprihatinan yang dialami masyarakat Papua saat ini. Dalam tagar "All Eyes on Papua", terdapat pula link atau tautan petisi yang dapat diisi untuk menyatakan perlawanan terhadap proyek yang akan digarap di tanah Papua tersebut.

"Just in case buat yang belum tau, jadi hutan di Papua tepatnya di Boven Digul Papua yang luasnya 36 ribu hektar atau lebih dari separuh luas Jakarta, akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari. Pada 27 Mei 2024, masyarakat adat suku Awyu di Bogen Digoel, Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya berdemo di depan Mahkamah Agung dan menolak pembabatan hutan ini, karena hutan ini adalah hutan adat tempat mereka hidup secara turun menurun, serta sumber penghidupan, pangan, budaya, dan sumber air akan hilang jika hutan ini dibangun perkebunan sawit. Selain berpotensi menghilangkan hutan alam, proyek perkebunan sawit ini juga menghasilkan emisi 25 juta ton CO2. Jumlah emisi ini sama dengan menyumbang 5% dari tingkat emisi karbon tahun 2030. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh seluruh warga Papua, tetapi berdampak ke seluruh dunia. Maka dari itu, ayo kita bantu menyuarakan hak-hak warga Papua dan dukung terus terus perjuangan suku Awyu dalam mempertahankan hutan adat mereka. Kalian juga bisa mendukung penyelamatan hutan adat Papua dengan cara mengisi petisi di bawah ini: link petisi"

https://www.instagram.com/hasansegf/
https://www.instagram.com/hasansegf/

Dilansir dari Kompas.com, pada Senin (27/5/2024), masyrakat adat Suku Awyu dan Suku Moi melakukan aksi damai dengan memakai pakaian adat mereka masing-masing. Aksi ini dilakukan di depan gedung Mahkamah Agung bersama solidaristas masyrakat Papua dan organisasi masyrakat sipil. Sebelumnya aksi damai semacam ini sudah dilakukan namun gagal digugat oleh Hendrikus Wori yang mewakili suku Awyu. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk harapan terakhir dari suku awyu dan Suku Moi terhadap pembatalan izin perusahaan sawit yang akan dilakukan oleh PT. Indo Asiana Lestari. Jika proyek tersebut disetujui oleh Mahkamah Agung, bukan hanya Papua yang akan terdampak namun hampir seluruh dunia akan ikut merasakan. Pasalnya, proyek ini mampu menyumbangkan 25 juta ton CO2 yang sama dengan 5 tingkat emisi karbon di tahun 2030.

Kalian juga dapat berkontribusi untuk menyuarakan penolakan terhadap proyek PT. Indo Asiana Lestari dengan mengisi tautan berikut ini: https://chng.it/wBMp6ZPfVF.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun