Mohon tunggu...
Rachel Qurrotu Aini A.
Rachel Qurrotu Aini A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Rachel Qurrotu 'Aini Alexandria 23107030053

meongg

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gentle Parenting, Pola Asuh Kolaboratif yang Libatkan Peran Anak

5 Maret 2024   22:50 Diperbarui: 5 Maret 2024   22:56 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sebuah penelitian mengatakan bahwa 18 bulan pertama merupakan fase emas bagi seorang anak, dimana dalam kurun waktu tersebut pertumbuhan anak sedang sangat pesat. Masa tersebut menjadi penentu bagi anak untuk belajar, membentuk pola pikir, serta kemampuan kognitif. Maka dari itu, hubungan antara anak dan orang tua sangat berpengaruh untuk perkembangan anak.

Pola asuh merupakan salah satu faktor penentu dalam tumbuh kembang dan pembentukan karakter seorang anak. Di zaman keilmuan yang semakin berkembang, orang tua disajikan beberapa pilihan untuk menentukan pola asuhnya. Salah satu pola parenting yang dapat menjadi pilihan adalah Gentle Parenting. Dikutip dari laman Voi.id, menurut Sarah Ockwell Smith, seorang penulis buku The Gentle Parenting Book, gentle parenting menjadi jalan keluar dari pola asuh otoriter yang terkenal di tahun 1960-an. Pola asuh tersebut menekankan standar yang tinggi pada anak-anak sebagai bukti bahwa orang tua mendukung pertumbuhan mereka.

Nah, sebenernya gentle parenting sendiri itu apa sih? Apakah bisa diartikan sebagai pola asuh yang lembut? Singkatnya, salah satu goals atau fokus dari gentle parenting adalah membantu para orang tua untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman anak tentang perilaku yang mereka lakukan di kehidupan sehari-hari. Gentle parenting merupakan pola asuh dimana orang tua melakukan pendekatan secara lembut kepada anak dengan penuh kasih sayang. Pola pengasuhan ini mengedepankan komunikasi dan dialog dua arah antara anak dan orang tua untuk mencari solusi bersama-sama saat anak melakukan kesalahan. Menurut seorang pakar parenting, Sarah Ockwell Smith, dalam menerapkan gentle parenting terdapat empat prinsip dasar yang diterapkan, yaitu empati, rasa hormat, pemahaman, dan batasan.

1. Empati

Empati disini memiliki makna mempertimbangkan perasaan anak sebanyak mungkin. Memahami dan mengerti apa yang anak lakukan sebab mereka memiliki alasan tertentu untuk melakukan sesuatu sehingga orangtua dapat dengan bijak mengambil suatu keputusan atas tindakan anak. Sarah Ockwell menyebutkan bahwa disini orang tua juga memosisikan diri sebagai anak. Dalam artian jika kita tidak mau dimarahi, dijudge, ataupun dipukul layaknya seorang anak yang melakukan kesalahan, maka seharusnya diri kita juga tidak melakukan hal tersebut ke anak.

2. Rasa hormat

Menghormati anak selayaknya orang tua ingin dihormati. Salah satu contohnya adalah dengan cara mendengar apa yang anak jelaskan. Terkadang orang tua hanya menyuruh anak untuk diam dan mendengarkan, terus-terusan memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, memberitahu yang benar dan salah tanpa mendengar dan memahami alasan dibalik mereka melakukan suatu hal, seperti kenapa anak tidak mau makan? Mengapa anak memukul? Mengapa anak menangis?

Dikutip dari salah satu postingan Instagram @dhannicha, yang merupakan salah satu orang tua yang menerapkan gentle parenting, dia menyebutkan bahwa "Misconceptions gentle parenting : give in ke apa yang anak mau, lemah lembut, lama ga efektif. Padahal tetep punya aturan bedanya gaperlu pake urat. Lebih lama? iya sih. Tapi, 10 menit extra sabar & komunikatif sangat berpengaruh di tumbuh kembang anak 10 taun kedepan. Got something better to do than your child's wellbeing? What's to rush anyway? ". Bahwa memang gentle parenting mengedepankan komunikasi antara orang tua dan anak sebagai jalan utama untuk menyelesaikan masalah. Memang membutuhkan kesabaran yang lebih besar namun, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah hati beberapa tahun ke depan.

3. Pemahaman

Pada 18 bulan pertama otak anak berkembang secara pesat. Dalam masa perkembangan otak tersebut, anak belum bisa mengontrol perilaku layaknya orang dewasa. Tidak jarang anak menangis, rewel, bahkan sampai tantrum saat keinginannya tidak terpenuhi. Maka dari itu orang tua harus dapat mengendalikan emosi serta mengerti untuk tidak memaksakan perilaku anak sesuai keinginan orang tua. Memberi mereka dampingan dan pemahaman serta biarkan mereka bersikap layaknya anak seusianya. Selain pemahaman terhadap sisi psikis dan psikologi anak, orang tua juga harus memperhatikan perkembangan fisik dan kognitif. Apa-apa saja yang normal terjadi bagi anak di usia-usia tertentu.

4. Batasan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun