Mohon tunggu...
Vitasigi Dwi Febyaningrum
Vitasigi Dwi Febyaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Farmasi Universitas Sebelas Maret

Pribadi yang hobi memasak dan suka mencoba skincare

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ubah FOMO Jadi JOMO

2 Oktober 2023   11:36 Diperbarui: 2 Oktober 2023   11:39 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kondisi seseorang yang merasa takut untuk melewatkan suatu tren di lingkungannya dapat disebut dengan Fear of Missing Out atau FOMO. Fenomena ini akan lebih serius ketika FOMO tidak hanya memengaruhi kehidupan sosial kita, melainkan juga memengaruhi kesehatan mental dan fisik, seperti cemas, stress, depresi, dan gangguan tidur.

Di era digital ini, melalui media sosial kita dapat melihat kehidupan orang lain yang tampaknya lebih menarik. Hal inilah yang memicu kurangnya pencapaian, ketidakpuasan diri, dan ketidakbahagiaan dalam hidup kita, berujung selalu membandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain. Padahal, kehidupan orang lain yang terekspos di media sosial merupakan potongan kecil dari realita kehidupannya, kita tidak tau bagaimana mereka menjalaninya hingga sampai di titik kesuksesan tersebut. Banyak hal yang tidak terlihat, tentunya sebagian besar orang akan memilih untuk mengupload kebahagiaannya saja, bukan?

Sebelum itu, kita perlu untuk melihat porsi dan kemampuan diri kita. Mengikuti semua apa yang dilakukan orang lain atau "terlalu" FOMO dan tidak mengerti batasan diri dapat menjadi boomerang bagi diri kita sendiri. Apa yang terjadi jika kita melakukan hal yang tidak sesuai minat kita? Tentunya tidak enjoy dan menguras energi maupun pikiran kita.

Di sisi lain, FOMO juga bisa menjadi dorongan positif untuk bergerak dan menjadi motivasi untuk bisa mencapai hal yang belum dapat kita capai. Perasaan ingin tahu tentang apa yang orang lain lakukan bisa mendorong kita untuk mencoba hal baru dan cukup untuk dijadikan sebagai akses mengembangan diri.

Siapa yang disini tidak bisa lepas dari sosial media? Tidak berani menolak ajakan orang lain? Dan peduli akan perkataan orang lain terhadap kita? Kalau 3 pertanyaan tersebut kalian jawab "ya" maka kalian perlu untuk lebih menyanyangi diri kalian. Hal paling mudah untuk bisa mengurangi rasa tersebut adalah dengan membatasi penggunaan media sosial untuk mengurangi tekanan sosial, banyak bersosialisasi langsung dengan lingkungan luar, serta menyibukkan diri dengan hal-hal positif seperti mengembangkan hobi atau memulai kegiatan baru sesuai minat.

Dengan adanya FOMO ini, penting untuk kita pintar memilah hal-hal yang dapat mengganggu kesehatan kita, khususnya kesehatan mental. Hindari perbandingan sosial yang merugikan diri sendiri. Fokuslah pada pencapaian dan kebahagiaan pribadi. Jangan biarkan FOMO mengendalikan hidup kita. Kita harus berjalan dengan langkah kita sendiri. Kita harus paham bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan kelebihannya sendiri yang perlu untuk dikembangkan. Kita juga harus sadar bahwa masing-masing pribadi memiliki self value yang orang lain tidak miliki. Yuk ubah FOMO menjadi JOMO. Joy of Missing Out merupakan perasaan cukup atas kehidupan yang kita miliki. Aku percaya bahwa jalan kesuksesan setiap orang itu berbeda, tinggal menunggu waktu dan bagaimana kita mencapainya, semangat teman-teman!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun