Assalamu alaikum wrwb, bismillahirrahmanirrahim...
Manusia Indonesia itu sering dibilang manusia latah, bukan karena kelatahannya yang sering meniru-niru konsep orang lain. Tidak masalah sebetulnya karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang seperti makhluk lain meniru orang lain, sejak dilahirkan meniru orang tuanya berjalan, berbicara dan lain-lain.
Menjadi sesuatu yang harus kita kritisi adalah ketika kita mengagung-agungkan konsep orang lain yang dari luar sana dan akan diterapkan di Indonesia dengan segala macam aneka-rupa kondisi yang ada.
Ketika konsep sociocracy dan kemudian holacracy mulai dipelajari kemudian diterapkan bahkan dikembangkan di Indonesia oleh
sekelompok orang, hal ini kemudian ingin menunjukan bahwa sistem ini adalah yang paling hebat, yang paling ginuin dstnya sementara orang lain masih terperangah dan takjub dengan istilah, makhluk apa lagi ini. Orang Indonesia memang sangat mudah takjub apalagi kalau ide, konsep, produk berasal dari luar negeri. Tidah hanya itu lulusan luar negeri bahkan dianggap sudah pasti lebih baik dan canggih dari aspek pengalaman maupun pengetahuannya.
Beberapa kerabat (saudara dekat dan teman) yang lama tinggal di luarnegeri ketika kemudian mendapat kesempatan bekerja di Indonesia seakan sudah yang (sok) paling tahu dengan konsep dan teori-teori yang ada.
Ada contoh rekan yang paling hebat dengan ilmunya tentang manajemen bencana yang diperolehnya ketika kuliah di Jepang dan ketika akan diterapkan di Indonesia dengan segala konstrain yang ada tidak bisa diterapkan bukan hanya sekedar masalah teknis tetapi juga yang lebih dominan, rekayasa sosial dengan segala macam kejelimetannya.
Contoh lain kerabat yang tinggal diluar negeri menjadi pengritik paling hebat mulai dari kenapa orang Indonesia membuat sampah sembarangan, seharusnya begini, begitu dan sterusnya yang ketika saatnya berada di Indonesia tak bisa berbuat banyak, tak bisa menjadi teladan, dalam pergaulanpun tak diterima.
Bukan untuk men-generalisir, banyak juga diaspora-diaspora ini yang belajar bukan hanya dengan menggunakan kacamata kuda, mereka juga belajar hal lain yang bukan sekedar kompetensi teknis sesuai ilmu dan bidang yang mereka pelajari diluar negeri sana. Tipe yang seperti ini biasanya menjadi orang yang sangat berkualitas tidak hanya “hard skill” tetapi juga “soft skill”nya, kearifan mereka ditambah dengan pengetahuannya yang tentu saja dapat membandingkan dengan pengalaman-pengalaman global yang mereka rasakan.
Sementara itu, SDM di Indonesia tak kalah unggul, Pemuda-pemuda berbakat di Indonesia banyak melahirkan kreatifitas-kreatifitas kelas dunia walaupun sebetulnya mereka tak pernah mengenyam pendidikan diluarnegeri.
Dalam tulisan ini yang ingin Penulis sampaikan adalah bukan tentang pendidikan yang didapat berasal dari dalam ataupun luar negeri tetapi lebih kepada mental kita kebanyakan yang masih mental rakyat terjajah, mengagungkan luar negeri selalu lebih baik. Lihat saja sikap kebanyakan orang kita ketika melihat bule, akan berbeda perlakuannya dengan orang lokal.