Aku memandangnya penuh takjub. DIa selalu bahagia. Sangat jarang menanyakan sosok ayahnya. Menangis ya jika dia bertengkar dengan kakak atau adiknya. Aku heran dan sangat heran. Apakah taka da yang dia ingat tentang ayahnya? Apakah tak begitu melekat sosok ayahnya di hati dan pikirannya?
Jika saja ayahnya lihat, almarhum pasti bangga melihat dia tumbuh sehat dan bahagia. Memang tidak berprestasi tapi dia tak pernah mengeluh. Dia selalu mengerti aku. Dikala keuangan sedang tak bergairah, dia mengerti bahkan seringkali mengingatkan kakaknya. Namun, entah mengapa kalimat yang sering dia ucapkan adalah "gak tahu"
Apakah sebegitunya hingga dia sulit menjawab. Dia sulit untuk mengambil keputusan. Kali ini aku khawatir padanya. Dia sunggguh pemalu. Dia tidak pernah nyaman dengan orang baru. Dia tidak nyaman dengan keramaian. Ada apa dengannya?
Siang itu, dia menempelkan wajahnya di sebuah kaca jendela. Katanya sih dia sedang menunggu tukang tahu bulat. Tapi kenapa wajahnya begitu sedih dan terlihat hampa.
"Kamu kenapa kaka? Kangen ayah ya?"
"Iya bu. Tapi aku lupa ayah itu seperti apa. Aku lupa ayah pernah gendong-gendong aku. Aku gak inget ayah penah beliin tahu bulat. Kan ibu selalu bilang, kalau dulu ayah suka beliin aku tahu bulat."
"Kamu gak inget? Beneran lupa?"
"Ya bu, tapi kok kaya ada yang ilang gitu loh"
"Apanya yang hilang?"
"Aku gak tahu bu. Ada yang hilang gitu. Ada yang kosong gitu dada aku."
Mataku tiba-tiba saja berderai  dan memeluknya. Ah ternyata di hatinya ada yang hilang. Ah ternyata dia tidak mengerti tentang kehilangan. Dia tak ingat apa-apa padahal waktu itu umurnya 5 tahun ketika ditinggal ayahnya. Itulah kenapa dia menjadi pemalu, menutup diri, dan ada rasa takut di dirinya.