Mohon tunggu...
Rabu Pagisyahbana
Rabu Pagisyahbana Mohon Tunggu... koki warung kopi -

Manusia hanya butuh sedikit kenangan. Guna dijadikannya sebagai alasan, untuk tetap memanggul segala senyum dan melangkah. //selesai// Dan sekarang tengah asyik meracik warna, Kuning Tua yang bening lewat Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Syahdan

5 Oktober 2010   15:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


SYAHDAN

01
Tak tanggung-tanggung sembilan kota diletakkan di tubuhku
Tidak mesti bukti untuk mengabarkannya sebagai negara
Ataupun sebuah peradaban kedua setelah kaum.
Mulanya aku yang menuturkan setelah itu kami,
Memberikan bayak nama-nama.
Lihatlah! Api yang besar dalam tiga musim, maka aku akan melihat kami
Menghibur malam dengan sepasang sayap
Purnama ditengah pementasan opra asap kembar.

02.
Memilih timur atau barat?
Dari keduanya sangatlah dekat bersanding
Seorang penari menawarkan dirinya dengan make up tebal di wajah
Bukan maksudnya untuk bersembunyi!
Ia hanya memilih selembar gaun malam, sebagai pengantin
Lantas aku melihatnya menangis, namun hanya sebelah mata.
Seorang pemabuk merusak pentasnya dengan muntah diatas panggung
Malam yang singkat, aku mencuri dengar dari tamu-tamu yang hadir
Setelah itu kami pun bersorak menuntaskan air mata yang jatuh sepanjang malam!
Perawan biduan yang mencari mementaskan cinta diatas panggung
Menari melawati takjub dan takut
Meninggalkan selebaran pesta di akhir pekan.

03.
Pada seperempat matahari yang naik
Diharapkan bayang-bayang yang menduduki kursi taman itu berubah
Lebih pandai tenimbang aku
Hanya merebah melemparkan muka, dedaunan yang lebam kecoklatan.
Seusai pagi, setelah kandang-kandang tersucikan dari kemelaratan.
Angin yang mengundang tubuh berprasangka
Di mata mengubah taman menjadi dunia yang hitam bersisik
Sedang aroma sisa pembakaran bangkai ternak berlangsung sepanjang angin
Mengiringnya ketempat muasal.
Api yang besar melukiskan seni pembantaian abadi
Dari roman sejarah yang hidup saling bertukar nasib
Dalam taman yang berembun juga mengandung abu perniagaan.

....... ( Masih bersambung sayang!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun