Mohon tunggu...
Rabitul umam
Rabitul umam Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membela para Tersangka Makar

11 Desember 2016   11:38 Diperbarui: 12 Desember 2016   10:23 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk jiwa-jiwa revolusioner

Yang tak dapat dimatikan, tak dapat dijinakkan,

dan tak dapat ditaklukkan

Aksi Solidaritas untuk Menyelamatkan Demokrasi yang dilakukan pada hari Jum’at tanggal 9 Desember 2016 lalu adalah wujud dari perlawanan idealisme dan nurani terhadap represifitas negara yang telah menodai demokrasi dan HAM di Indonesia.Cara-cara penangkapan paksa dan tuduhan “makar” terhadap para aktivis pejuang rakyat yang dilakukan oleh aparat adalah BENTUK KEMUNDURAN DEMOKRASI, PELANGGARAN HAM, dan UPAYA PEMBUNUHAN NALAR KRITIS rakyat. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-undang “Makar” telah digunakan sebagai alat TEROR untuk menakut-nakuti para aktivis dan kaum pergerakan yang mempunyai gagasan kritis terhadap kekuasaan.

Mari kita bertanya, apakah setiap orang yang memperjuangkan cita-cita para pendiri bangsa dengan menyampaikan ide gagasan untuk kembali ke UUD 45 yang asli itu disebut makar??? Apakah memperjuangkan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan kekeluargaan sesuai Pasal 33 UUD 45 yang asli, dan menolak ekonomi demokrasi yang bersifat Neolib Kapitalistik itu disebut makar??? Apakah setiap orang yang berjuang agar kekayaan yang besar manfatnya itu BENAR-BENAR dikuasai oleh negara dan kemudian diperuntukkan bagi SELURUH rakyat Indonesia, bukan dinikmati SEGELINTIR KONGLOMERAT itu disebut makar??? Apakah setiap perjuangan menuntut KEADILAN itu harus DIBAYAR dengan TUDUHAN MAKAR???

Padahal pejuang kemerdekaan dan Perdana Menteri Pertama Indonesia , Bung Sjahrir, pernah berkata dalam pamflet Perjuangan Kita: “Indonesia merdeka itu adalah nama yang kosong, sampai diisi dengan kebebasan berpendapat, demokrasi, dan kesejahteraan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia”.

Ketahuilah, bahwa API PERLAWANAN di negara akan terus menyala walau aparat negara ini memenjarakan beribu aktivis dan kaum pergerakan dengan TUDUHAN MAKAR. Karena sejatinya API PERLAWANAN itu tidak diberikan ataupun diwariskan. API PERLAWANAN itu lahir dengan sendirinya di setiap ada KETIDAK ADILAN dan PENINDASAN. Jadi, yang melahirkan API PERLAWANAN itu adalah KETIDAK ADILAN dan PENINDASAN itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Presiden Pertama Indonesia, Bung Karno, dalam Pledoinya Indonesia Menggugat.

Aktifis pejuang rakyat dan kaum pergerakan yang sekarang difitnah “makar” itu hanya menunaikan tugas intelektual untuk menyampaikan apa yang dirasakan dan diinginkan rakyat. Kaum pergerakan itu hanya membimbing dan menunjukkan arah jalan kemana perjuangan mendapat keadilan dan kesejahteraan sama rasa sama rata itu akan tercapai. Para AKTIVIS PEJUANG RAKYAT YANG SEKARANG  DIFITNAH MAKAR ITU HANYA MEMBERIKAN GAGASAN ARAH DIMANA CITA-CITA KEMERDEKAAN ITU AKAN TERWUJUD. Mereka memberikan gagasan itu atas dorongan EMPATI dan KASIH SAYANG yang tulus kepada rakyat miskin yang setelah 71 tahun Indonesia Merdeka belum juga merasakan nikmatnya kemerdekaan...

Sudahkan bapak-bapak Polisi bertanya mengapa mereka begitu kokoh, begitu keras kepala, memperjuangkan kembali ke UUD 45??? Sudahkah bapak-bapak Polisi mencoba mencari tahu sendiri apa perbedaan dampak dari UUD 45 yang asli dan UUD hasil amandemen??? Bila bapak-bapak polisi telah mencari dan mempelajari secara seksama, saya yakin bapak-bapak polisi akan mengerti, bagaimana para pendiri bangsa ini telah JAUH BERFIKIR KEDEPAN untuk kebaikan dan kesejahteraan generasi Indonesia kedepan, dan pada titik itu bapak-bapak polisi juga akan mengerti pentingnya kembali ke UUD 45 yang asli.

Ketika di satu sisi aktivis pejuang rakyat bertaruh nyawa memperjuangakan KEADILAN dan KESEJAHTERAAN untuk seluruh rakyat Indonesia dan bahkan sekarang telah dituduh “makar” dan dipenjara, di sisi lain para penguasa malah mempertontonkan KETIDAK ADILAN dengan membiarkan Basuki Cahya Purnama (Ahok) yang sudah jelas tersangka penista agama bebas berkeliaran. APAKAH SEBEGITU MISKINNYA NEGARA INI DARI KEADILAN??? Bahkan untuk mempertersangkakan Ahok saja dibutuhkan dorongan lebih dari 3 juta rakyat dari berbagai wilayah dalam Aksi Damai Membela Islam 1,2, dan 3. Sedangkan untuk menangkap dan memenjarakan PARA AKTIVIS PEJUANG RAKYAT tidak dibutuhkan tuntutan dan dorongan dari barang satu orang pun yang keberatan.

IRONIS, ya sangat IRONIS. Lalu akal sehat mana yang menyangkal bahwa telah terjadi ketidak adilan hukum di Negara ini??? Hati nurani siapa yang tidak berbisik bahwa ada rasa ketidak adilan. Padahal PARA PEJUANG RAKYAT ITU BUKAN PENISTA AGAMA, BUKAN PEMBUAT GADUH SEHINGGA MEMANCING KERESAHAN BERAGAMA, BUKAN KORUPTOR, BUKAN TERORIS, APALAGI PENGEMPLANG PAJAK YANG MENGHIANATI NEGARA RATUSAN ATAU BAHKAN RIBUAN TRILIUN YANG SEKARANG MALAH BEBAS DARI JERATAN HUKUM DAN MALAH MENDAPAT PENGAMPUNAN (AMNESTY) DARI NEGARA.  Heran...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun