Mohon tunggu...
Rabin Yarangga
Rabin Yarangga Mohon Tunggu... Freelancer - rakyat jelata

rakyat jelata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita dari Lapang, Kampung Warmandi

31 Juli 2020   20:12 Diperbarui: 31 Juli 2020   22:47 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin, 09/03/2020 saya dan tim tiba di lapang, Kampung Warmandi, Distrik Abun, Kabupaten Tambrauw-Papua Barat. Tempat yang menjadi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Setelah melakukan pelatihan pendamping masyarakat selama tiga hari melalui LPPM UNIPA, tim dibagi di tiga lokasi (Kampung Saubeba, Kampung Warmandi, Kampung Wau-Weyaf) selama lima bulan. Perjalanan menggunakan kapal yang melewati beberapa kampung. Setiap sampai di kampung-kampung yang disinggahi tidak ada pelabuhan atau jembatan yang bisa diakses. Masyarakat menggunakan perahu dan menghampiri kapal yang berlabuh di laut untuk menjemput serta mengantarkan sanak famili mereka. 

Tempat tugas tim kami berada di daerah pesisir pantai. Akses transportasi yang digunakan hanya perahu, tidak ada jalan darat apalagi udara. Sudah seharusnya ada akses jembatan atau pelabuhan untuk tempat singgah perahu yang dapat memudahkan masyarakat. Padahal pesisir pantai mereka menjadi kawasan konservasi Kabupaten Tambrauw tetapi akses untuk masyarakat setempat sendiri masih sangat terbatas.

Sesampai di lapang dan memuat tas serta logistik lainnya terdengar suara anak-anak yang datang menghampiri "guru baru datang, guru baru datang". Sekitar lima orang anak yang datang langsung memikul logistik dari perahu yang menjemput kami dari kapal tanpa disuruh. Mereka ikut mengantarkan ke rumah yang masih berjarak sekitar lima ratusan meter, lewati kali, dan jalan setapak di pinggiran hutan. Seperti sudah akrab, mereka dengan polos bercerita dan mengenalkan nama masing-masing. Suasana pagi yang sejuk, suara burung yang ramai, dan sapaan dari masyarakat yang sangat ramah menyambut kami. 

Dua hari di lapang kami masih membersihkan rumah dan halaman, belum ada program yang dilakukan. Sekitar jam delapan malam, ketika mau beristirahat terdengar suara dari depan rumah menyapa "Selamat malam anak". Saya pun membuka pintu dan keluar bersama teman. Ternyata seorang Bapak di kampung yang mengantarkan anaknya Cika berusia sekitar tujuh tahunan untuk diajarkan oleh kami. Karena masih kecapean dan rumah masih gelap belum dipasang sollar cell, kami memintanya untuk besok pagi saja baru diantarkan Cika kembali mulai belajar dengan anak-anak lainnya. Keesokannya pun kami mulai dengan rumah belajar buat anak-anak di kampung. Kami mengajar sesuai dengan kemampuan mereka masing-
masing. Belajar membaca, menulis, menghitung, dan bahasa inggris dasar. Betapa peduli dan semangatnya mereka mau datang setiap hari untuk belajar walaupun harus membagi waktu mereka untuk membantu orang tua di kebun dan bermain. Saya sering bercerita dengan mereka. Mereka memiliki mimpi dan cita-cita yang besar.  

Selama lima bulan tim kami melaksanakan program yang menjadi tugas dan tanggung jawab di lapang. Seperti kegiatan rumah belajar, mengajar di sekolah, perpustakaan keliling, pengenalan apotik hidup, pembuatan lahan pertanian, pembuatan noken, produksi minyak kelapa, hidup sehat, dan mengasuh sekolah minggu. Semua kegiatan penuh dengan antusias dari anak-anak maupun masyarakat. Di kegiatan masyarakat kampung kami pun juga sering melibatkan diri membantu apa saja yang bisa tim kami lakukan di lapang.

Disini tidak ada kios, tokoh, maupun pasar tetapi segala kebutuhan makan minum sehari-hari selalu ada dan berlimpah. Obat-obatan yang digunakan masih alami dan mujarab. Puskesmas dan petugas kesehatan tidak berada di kampung. Saya pernah sakit malaria tulang dan hanya terbaring di rumah selama dua hari. Ada masyarakat yang mendengar bahwa saya sedang sakit, mereka datang ke rumah menawarkan dan membawa tali kuning (obat tradisional masyarakat setempat) dari hutan. Tali kuning ini dikikis kulitnya baru direbus hingga mendidih lalu saya disuruh untuk meminumnya dua kali sehari. Beberapa hari kemudian saya dapat sembuh dan melakukan aktifitas kembali seperti biasa. Inilah pelajaran yang sangat berharga yang saya pelajari di lapang walaupun semuanya terbatas tetapi alam selalu menyediakan apa yang kita butuhkan.

Di lapang juga tidak ada akses informasi dan komunikasi seperti jaringan seluler apalagi internet. Kalau mau mencari informasi atau telepon, masyarakat harus menggunakan perahu lagi ke kampung sebelah yang memakan BBM sebanyak 30-40 liter. Listrik pun hidup kalau di malam hari dengan menggunakan sollar cell dan genset. Biasanya kami menghubungi tim pendamping yang tugas di kampung sebelah dengan menggunakan surat dan dititipkan di masyarakat yang mau ke kampung sebelah. Merebaknya Covid-19 di kota pun kami baru mendapat informasi dari tim pendamping di kampung sebelah dengan menggunakan surat setelah akses transportasi umum semua di lockdown.

Suatu ketika saya diminta bantuan untuk kegiatan upacara pembukaan sasi adat yang dilakukan oleh masyarakat kampung. Dengan senang hati saya ikut membantu dengan apa yang saya bisa lakukan. Saya mendokumentasikan hasil sasi adat yang selama ini dilakukan masyarakat di Teluk Weyos. Mulai dari cendrawasih yang melompat-lompat di atas pohon, rusa yang berkeliaran, penyu, air terjun, dan pesisir pantai pasir putih yang indah di Teluk Weyos. Semuanya masih alami dan terjaga. Sebelum upacara pembukaan sasi adat kami harus membawa dokumentasi video hasil sasi adat untuk ditunjukan ke Pemda Kabupaten Tambrauw dan Pemda Provinsi Papua Barat untuk diberi dukungan dan bantuan sedikit buat terselenggaranya kegiatan ini. Dengan menggunakan transportasi perahu kami tiba di Sausapor dan Manokwari. Membuat proposal, undangan-undangan, dan dokumentasi video saya lakukan untuk membantu kegiatan ini. 

Tepat 25 Juni 2020 kegiatan ini dibuka oleh Ibu Dina Sundoy. Beliau selaku orang adat yang mempunyai hak wilayat di Teluk Weyos. Banyak tamu undangan dan masyarakat yang berpatisipasi dalam kegiatan ini. Ada yang meminta diantar untuk melihat burung cendrawasih dan air terjun. Ada juga yang memancing dan melihat lobster. Kegiatan pun berjalan lancar hingga selesai selama dua hari. Senang dapat membantu terselenggaranya kegiatan ini dari persiapan hingga selesai. Bagi saya sasi adat ini merupakan cara masyarakat untuk menjaga alam sekitarnya agar tetap lestari dan dapat menikmatinya. Membuat perintah larangan untuk mengambil hasil alam sebelum waktu yang ditentukan. Dan dengan sadar masyarakat menyisihkan kebutuhan sesaat untuk kehidupan anak cucu dan masa depan mereka sendiri. 

Inilah sebagian cerita dan kesan yang saya dapatkan selama lima bulan melaksanakan pendampingan masyarakat di lapang, Kampung Warmandi. Semoga hal kecil yang telah saya lakukan dapat membantu dan bermanfaat untuk anak-anak serta masyarakat. Terima kasih LPPM UNIPA Program Pemberdayaan Masyarakat untuk kesempatan yang telah diberikan dan teman-teman tim lapang yang sudah berproses bersama. 

Panjang umur untuk semua hal baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun