6 Juni 2016 umat muslim memasuki Bulan Ramadhan 1437 H. alhamdulillah masih bisa dipertemukan dengan bulan suci ramdhan di tahun ini. Mirip tapi tak sama, seperti itulah kisah Ramadhan yang kujalani kali ini.
Ramdhan tahun lalu kujalani diperantauan dan tahun ini pun masih sama ”Ramdhan di Perantauan”. Yang kurasakan setiap menyambut bulan suci ramadhan adalah rasa sedih dan haru. Bahkan disaat saat tertentu, ketika memoriku mengisyaratkan untuk mengulang kembali kenangan ramdhan bersama keluarga, terkadang membuatku menitihkan butiran Kristal air dari sudut mataku. “Saya pasti bisa! “ ,Kataku dalam hati.
Ramadhan adalah bulan suci bagi seluruh umat islam di muka bumi ini, bulan yang penuh ampunan dan nikmat bagi yang seseorang khusyuk menjalankannya. Aku tak mau ramadhan kali ini yang insya allah adalah ramadhan terakhir di perantauanku menjadi tidak berkah hanya karena suasana sedih.
Setiap malam aku selalu menjalankan sholat tarawih di salah satu mesjid besar yang tak jauh dari rumah dinas tempat tinggalku. Malam penuh berkah berlalu begitu cepat. Rasanya ingin menghentikan waktu di bulan suci ini saja. Ingin meminta maaf atas semua dosa yang pernah kulakukan selama ini.
Sholat tarawih kujalani hari demi hari. Seperti biasa, susunan kegiatan sholat tarawih di mesjid ini selalu di barengi dengan dzikir dan ceramah dari ustadz. Namun, ada yang berbeda pada malam kelima tarawih kali ini. Berbeda karena membuatku tersentak dengan isi dan penyampaian ceramahnya. Malam itu dia berceramah dengan penuh semangat. Hentakan suaranya yang lantang dan syair dari tiap bait alquran yang beliau bacakan membuatku merinding dan hampir menitihkan air mata saat membaca alquran. Selepas sholat isya aku selalu membaca ayat suci alquran untuk menyicil janji khatam alquranku di bulan Ramdhan ini.
Selang beberapa menit, ternyata ia sedang menceritakan kisah hamba allah yang selama hidupnya selalu mengucapkan astagfirullah haladzim. Disetiap pekerjaan maupun hal-hal yang beliau lakukan sehari-hari selalu mengucapkan kalimat tersebut. Beliau berkata “tak ada manusia sempurna di dunia ini. Pasti semua manusia pernah melakukan dosa walaupun dosa kecil. untuk itu kita harus selalu mengucapkan “astagfirullah haladzim” disetiap perjalanan hidup yang kita lakukan” .
Akhir kata dari ceramah, beliau mengajak semua jama’ah yang ada di dialam mesjid untuk sama-sama mengucapkan Astagfirullah Haladzim dan meminta maaf kepada allah atas dosa-dosa yang telah diperbuat selama hidup, baik dosa pada orang tua, kerabat maupun umat manusia lainnya.
Bait- bait suci allah mulai terdengar dengan lantang dan mengisi tiap sudut mesjid besar ini. Lantunan kalimat suci Allah yang diucapkan oleh seluruh jama’ah termasuk aku sendiri kembali membuatku merinding dan meneteskan butiran Kristal dari sudut mataku. Kembali mengingat dosa-dosa yang telah kuperbuat selama ini. Haru biru melanda jamaah yang betul-betul khusyuk meminta maaf kepada sang khalik, sang pencipta muka bumi ini.
Saat sholat witir dilaksanakan, sempat ku mendengar rintihan suara imam yang sedang menahan air matanya saat melafadzkan surat-surat pendek alqur’an. Seorang imam yang sebelumnya tak pernah kudengar lantunan bacaan surah nya seperti itu membuatku kembali merenung akan semua perbuatan selama di dunia ini.
“Setiap sholat aku selalu berdoa untuk menjadi yang terbaik bagi- Mu ya Allah, bagi semua orang, Keluarga dan kerabat. aku tahu, nafas yang Kau titipkan padaku saat ini hanya sementara. Seharusnya aku melakukan hal-hal yang sesuai dengan perintah dan ajaran-Mu. namun terkadang aku lalai, aku khilaf dengan beberapa perbuatan yang menurut nalarku tidak sesuai dengan perintah-Mu. Maafkan Aku ya Allah, segudang dosa telaha kuperbuat, sesekali memoriku kembali terlintas akan dosa-dosa yang pernah kuperbuat. Tak ada kata terlambat untuk meminta maaf. Seperti pelajaran agama waktu Sekolah dulu, bahwasnya “allah mengampuni semua dosa-dosa hambanya yang mau meminta maaf kepada-Nya”.