NTB merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat perceraian yang tinggi. Khususnya di Lombok dimana kita ketahui bahwa Lombok sendiri diberi julukan sebagai Pulau seribu janda. Tentu hal ini sangat memperihatinkan terkait dengan julukan yang diberikan oleh orang-orang tersebut.
Dari total 4.821.875 kepala keluarga di NTB, sebanyak 308 KK atau 21,55 persen berstatus janda atau duda dengan rincian Kabupaten Lombok Timur 24,8 persen, Lombok Tengah 23,9 persen, Lombok Barat 22,0 persen, Lombok Utara 20,8 persen, Kota Mataram 20,4 persen, Bima 18,0 persen, Dompu 16,8 persen, Sumbawa Barat dan Sumbawa Besar 14,1 persen.
Tingkat perceraian yang tinggi terjadi disebabkan karena banyaknya jumlah pernikahan dini atau pernikahan dibawah usia 21 tahun. Pernikahan dibawah usia dini di NTB mencapai 50,8 persen berdasarkan hasil penataan keluarga 2015.
Pernikahan dibawah umur atau pernikahan dini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Akibatnya aneka kerugian pun diperoleh gara-gara pernikahan di usia yang terlalu belia. Salah satunya adalah remaja perempuan jadi putus sekolah dan lain sebagainya.
Dari data-data tersebut saya ikut perihatin dengan julukan yang diberikan kepada pulau Lombok, lebih khususnya Kabupaten Lombok Timur, Di mana Kabupaten Lombok Timur menempati urutan ke 5 tingkat perceraian tinggi di seluruh Indonesia.
Maka dari itu,, diharapkan seluruh pihak-pihak memperhatikan persoalan ini. Mulai dari lapisan masyarakat maupun instansi-intansi pemerintah hingga tokoh-tokoh agama yang ada di Kabupaten Lombok Timur, bahwa persoalan ini bukanlah suatu persoalan yang disepelekan begitu saja. Misalnya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga mengeluarkan surat edaran soal pernikahan diatas 21 tahun bagi remaja.
Sosialisasi yang diadakan tersebut dapat mengubah persepsi masyarakat tentang pernikahan itu sendiri, bahwa pernikahan itu bukan saja hidup bersama dengan pasangan tetapi harus siap dari segi ekonomi, psikologi dan kesiapan mental. Banyak remaja yang menikah pada usia dini yang belum siap mental, Sehingga kata cerai kerap menjadi jalan keluar saat pertengkaran terjadi.
Bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Lombok Timur saya berharap untuk mengubah pola pikir mereka bahwa jika suami mengucapkan kata cerai, istri tidak langsung pulang kerumah atau diam begitu saja, sebaiknya persoalan tersebut diproses secara hukum karena mengingat bahwa kita hidup dinegara hukum.
Selain itu, peran tokoh agama sangat diperlukan dalam mencegah perceraian maupun mendorong usia perkawinan ideal. Karena dimana kita ketahui bahwa khususnya di Pulau Lombok masih mendengar apa yang disampaikan oleh tuan-tuan guru ataupun tokoh-tokoh masyarakat. Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H