Aku sadar, bukan makanan yang membuatnya istimewa, melainkan kebersamaan yang terjalin. Kami duduk melingkar, saling berbagi cerita, dan tertawa bersama. Di pesantren, aku belajar bahwa kebahagiaan bukan tentang memiliki segalanya, tapi tentang mensyukuri apa yang ada.
Saat Ramadhan semakin mendekati akhir, suasana hati campur aduk. Ada rasa haru karena Ramadhan akan segera berakhir, tapi juga kebahagiaan karena aku merasa telah melalui bulan ini dengan penuh makna. Di malam terakhir, ustadzah mengingatkan kami, "Ujung Ramadhan adalah pembebasan dari api neraka. Manfaatkanlah malam ini untuk berdoa dan memohon ampunan." Aku menghabiskan malam itu dengan shalat dan berdoa. Dalam sujud panjang, aku memohon kepada Allah agar menerima ibadahku selama bulan suci ini. Aku merasa semakin dekat dengan-Nya, seolah-olah seluruh beban hidup terangkat.
Ramadhan di pesantren mengajarkanku banyak hal: kesederhanaan, kebersamaan, dan kedekatan dengan Allah. Aku sadar, kehidupan di luar sana mungkin akan kembali sibuk dan penuh distraksi, tapi aku berjanji untuk membawa nilai-nilai yang kupelajari di sini. Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tapi juga tentang memperbaiki diri dan memperdalam keimanan. Pengalaman di pesantren ini akan selalu menjadi kenangan terindah dalam hidupku, yang mengingatkanku bahwa di balik kesederhanaan ada kebahagiaan yang abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H